Fatimah Rasyida

Arsip Kolaborasi antara pikiran perasaan dan jari jemari Fatimah Rasyida sesuai dengan nama akun ini ps arsip diupload sesuai dengan keinginan

Selengkapnya
Navigasi Web

I was King (In a Story)

I was King (In a Story)

Dulu aku seorang raja. Ya, dulu. Itu masa-masa kejayaan di hidupku. Dulu aku memiliki segalanya. Tahta, harta, wanita. Tapi itu hanya kisahku dulu.

Aku terbangun dari tidurku sambil terengah. Mengelap keringat di dahi. Sedikit merenggangkan tubuh dan menghirup udara pagi. Hahh, akhir-akhir ini aku selalu memimpikan masa-masa kejayaanku dulu.

Tiap pagi aku selalu memberi makan ternak dan memancing ikan di sungai untuk sarapan. Tapi kali ini beda. Di sungai terlihat dua orang yang mencari sesuatu. Aku menghampirinya. Orang itu terkejut melihatku dan hormat kepadaku.

“Salam raja, aku panglima kerajaan yang pernah mengabdi padamu dahulu,” kata salah satu dari mereka. Aku mengerti apa yang mereka katakan, tapi sekarang aku bukanlah raja. Mereka menggeleng tegas, membantah kalau aku adalah mantan raja.

“Tidak, kau masih raja kami. Raja yang sekarang menjabat tidak pantas disebut raja karena ia terlalu mementingkan dirinya sendiri daripada rakyatnya.”

“Orang itu terlalu semena-mena dengan kami, para panglima dan prajuritnya. Ia bertindak sesuka hatinya.”

Aku menggeleng. Aku bukanlah raja lagi, tidak peduli jika raja yang sekarang mementingkan diri sendiri atau apapun itu. Aku tetap tidak ingin menjadi raja lagi. Aku tidak ingin mengalami kejadian yang sama lagi jika aku menjadi raja. Dan lagipula, aku bukan siapa-siapa lagi.

Mereka terus memohon dan membujukku untuk naik tahta. Tapi tidak semudah itu. Jika aku setuju dengan mereka, kami hanya tiga orang. Melawan begitu banyak prajurit dan masuk ke ruang singgasana bukanlah hal mudah. Meskipun aku tau kemampuan mereka berdua itu memang luar biasa dalam bertarung.

“Apa kau takut mengulangi kesalahanmu dulu?”

Aku berdecak dan menggaruk-garuk kepala dengan kasar. Aku terpancing dengan perkataanya. Aku tau, aku terlalu pengecut untuk mengakuinya. Aku menghela napas dan mengangguk.

***

Penyerangan dilakukan malam hari. Kami bertiga berpencar. Aku menuju ruang singgasana dengan susah payah. Aku sudah sampai sini, aku tidak bisa kabur seperti pengecut.

When am I gonna start living?

When am I gonna move on?

***

“Salam paduka, terjadi penyerangan di desa barat daya, dan mereka menginginkan anda untuk turun ke lapangan,” kata salah satu menteri.

“Aku akan turun. Apa rakyat sudah diselamatkan?”

Menteri itu mengangguk. Aku langsung menuju ke desa itu dan menyerang tanpa ampun para pembelot itu hingga tak tersisa. Karena rakyat sudah diselamatkan, aku tidak akan beri ampun pada mereka.

Aku kembali ke kerajaan. Mereka menatapku dengan ketakutan. Penasehat kerajaan langsung mengutukku dengan kata-kata kasar. Mereka menganggapku raja pembunuh, dan sebagainya. Sebenarnya apa yang kulakukan?

***

Aku meringis, serangan para prajurit tidak sepenuhnya ku hindari. Bisa-bisanya aku mengingat kejadian itu. Ini bukan waktunya untuk mengenang masa lalu.

When am I gonna kill this feeling?

When am I gonna stop this dreaming?

***

Aku membuka ruang singgasana dengan kasar. Sang raja hendak kabur beserta para menteri dan penasehat kerajaan. Dua panglima itu mencegahnya dengan cepat.

“Bisa-bisanya kau kabur saat semua orang melindungimu!”

Sang raja terlihat tidak acuh denganku. Berusaha menutupi ketakutannya.

“Oh ternyata ini pemimpinnya? Kita sepertinya pernah bertemu sebelumnya, tuan?”

Aku menggeram dan mengarahkan senjataku padanya. Sang raja menelan ludahnya. Meskipun ia memegang senjata, kedua kakinya bergetar hebat.

“Baik-baik, aku mengakuinya. Aku yang menyuruh para rakyat untuk menetap di desa itu saat kau melakukan penyerbuanm,” katanya dengan santai. Dia memancing amarahku.

“Dasar licik!” kami melakukan pertarungan senjata lumayan sengit. Suara logam yang bersentuhan terdengar di seluruh ruang singgasana. Semua orang yang menonton pertarungan itu hanya bisa menahan napas.

Aku memenggal kepalanya. Mengambil mahkota dari kepalanya yang berlumuran darah dan duduk di singgasana. Kedua panglima itu berada di sebelahku. Dengan baju perang yang berantakan dan luka di segala tempat, aku berseringai senang.

Now Playing : I was King (One Ok Rock)

Disclaimer:

Sebuah lagu yang kujadikan cerita. Bukan bermaksud untuk mempromosikan. Hanya lagu favoritku dan orang-orang di luar sana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post