An Experience (5)
5
Anak kecil itu berjalan mengendap-endap mengikuti Paman itu. Terlihat ia sedang membeli makan siangnya di salah satu restoran keliling, membayar sejumlah uang dan kembali berjalan dengan pundak yang menunduk.
“Bukannya Paman harus menghemat uang untuk keperluan yang lain? Perkerjaan Paman sedang berantakan gitu, lho,” kata anak kecil itu yang tiba-tiba berada di sampingnya.
Dia hanya diam, tidak menjawab pertanyaannya dan tidak terlalu kaget karena sudah tau kalau anak itu mengikutinya sejak awal.
“Uang ditabunganku banyak,” jawabnya dengan santai.
“Tapi Paman kan juga tidak tau kenapa uang sebanyak itu ada di tabungan Paman,” ucap anak itu. Ia melirik anak kecil disebelahnya. Entah seberapa banyak hal yang ia ketahui tentang dirinya, dan darimana itu berasal.
“Darimana informan agen mendapatkan informasi diriku sampai sebegitu detailnya,” gumamnya.
“Entah, aku juga tidak tahu.” Anak itu ikut berceletuk dengan senyum manisnya.
Semua orang menatap anak kecil itu dan sesekali berbisik tentang anak kecil yang sangat imut itu. Berjalan beriringan dengannya, membuat dia juga diperbincangkan.
“Apakah itu anaknya? Lucu sekali~”
“Anak kecil itu lucu sekali, tapi terlihat berbeda dengan kakaknya. Eh, itu kakaknya atau Ayahnya ya?”
Dia berdecak, menutup telinganya dan berjalan cepat. Kabur dari segala omongan orang-orang yang entah kenapa bisa masuk ke kepalanya. Bersembunyi di dalam gurita besar di taman. Pakaiannya sudah hampir dibanjiri oleh keringat.
“Kau segitunya takut dengan suara-suara itu ya?” anak kecil itu masih mengikutinya hingga ke dalam gurita.
“Suara-suara itu menyebalkan,” katanya.
“Reaksimu terlalu berlebihan hanya untuk suara-suara itu, bisa saja itu bukan suara batin mereka, atau kau saja yang mencari perhatian kepada mereka.”
“Tidak! Suara-suara itu beneran ada, anak kecil tidak akan mengerti.”
“Aku mengerti kok, ‘Paman’. Kalau aku tau masalahmu, berarti aku juga tau apa yang terjadi padamu,” kata anak kecil itu. Dia mendengus dan mengelap keringat di dahinya.
“Paman, ayo pulang, disini sempit dan panas.”
“Yang dimaksud dengan pulang itu kemana? Aku tidak tau harus kemana aku pulang,” jawabnya. “Ya, pulang ke rumah Paman, apartement yang di deket hutan.”
“Itu juga disebut pulang juga ya? Kukira pulang itu ke tempat yang banyak orangnya di rumah, atau kalau bahasa kerennya keluarga.”
“Uwah, anak muda ini terlihat sangat kesepian sekali. Ya, mungkin keluarga lebih cocok untuk dijadikan kata pulang,” kekeh anak itu.
“Cara bicaramu terkadang lebih terkesan lebih tua daripadaku,” kata dia.
“Ya, aku lebih tua daripada mu. Jangan menganggapku anak kecil, Paman,” kata anak itu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar