Fatimah Rasyida

Arsip Kolaborasi antara pikiran perasaan dan jari jemari Fatimah Rasyida sesuai dengan nama akun ini ps arsip diupload sesuai dengan keinginan

Selengkapnya
Navigasi Web

An Experience (3)

Hari berganti menjadi minggu. Editor sudah berkali-kali mengiriminya surat untuk segera mengirimkan naskah. Ia termenung di depan laptopnya. Sudah berapa helaan nafas yang ia keluarkan. Kaleng kopi yang berserakan di seluruh meja kerjanya. Tangannya bergetar, cukup terlihat dengan mata kalau tangannya bergetar.

Ia harus mencari ide. Apapun itu. Tapi, ‘tulis apapun yang dipikirkan’ bukanlah tipenya. Ia tidak bisa asal menulis. Dan karena itu ia tidak tahu apa yang harus ia tulis. Dia menahan nafasnya dan segera mengganti baju dan keluar rumah. Berlari secepat yang ia bisa dalam beberapa nafas. Ia ahli dalam hal itu, dia tau apa yang ia lakukan. Berlari secepat yang ia bisa menuju suatu tempat. Dimana ia bisa mengeluarkan semua kekesalannya. Laut.

“AKU BENCI PEKERJAAN INI!!!”

Kemudian ia berdecak. Benci bukanlah kata yang tepat. Tapi sudah terlanjur ia katakan. Dia menghela nafas lagi.

“AKU CAPEK DENGAN PEKERJAAN INI!!!”

Teriak untuk kedua kalinya itu lucu sekali. Dia tertawa sejenak, menertawai dirinya sendiri. Ia berlari ke mesin minuman terdekat lalu kembali ke tempat awal. Dermaga kecil yang tepat berada di ujung pulau. Ia tinggal di pulau yang tidak terlalu besar di laut entah berantah. Pulau itu terbagi dua wilayah, barat dan timur. Bagian Barat pulau dipenuhi gedung-gedung pencakar langit dan arsitektur yang cukup modern. Dan Timur masih ditutupi hutan rimba, tempat keramat bagi siapa yang sengaja dan tidak sengaja datang ke bagian Timur pulau. Dan sudah menjadi larangan mutlak bagi siapa saja yang masuk ke dalam bagian Timur.

Oleh karena itu tempat tinggal yang sekarang dia tempati terbilang sangat murah karena berada di dekat perbatasan dengan bagian Timur. Ia juga tidak ingat kenapa ia tinggal di apartement murah itu yang padahal uang tabungannya terbilang cukup banyak.

Dia duduk di pinggir dermaga sambil menatap laut. Hembusan angin menerpa wajahnya. Menatap kosong ke depan, entah apa yang harus dia lakukan sekarang, pikirnya. Tidak tahu kenapa dia sedang berada di dermaga untuk hanya ingin berteriak dengan leluasa. Untuk apa dia melakukannya.

KLENTANG. Sebuah batu mengenai kaleng minumannya hingga terjatuh ke bawah dermaga. Dia berdecak kesal dan menatap ke arah batu itu berasal. Minumannya belum selesai ia habiskan, dan juga terjatuh ke bawah dermaga yang membuat ia malas mengambilnya.

Seorang anak kecil yang tertangkap basah saat hendak melempar batu ke arahnya yang sedang bersembunyi di bawah dermaga.

Dia menghela napas karena mengetahui saat mengetahui itu anak kecil, “Hey nak, bisa kau ambilkan kembali kaleng minuman yang kau lempar itu? Aku tidak ingin itu menganggu hewan yang ingin bertelur,” katanya. Anak kecil itu tersenyum kecil dan mengambilkan kaleng minuman itu kepadanya.

“Paman pecinta alam, ya?” tanya anak itu.

“Tidak. Aku disini hanya termenung untuk menghabiskan waktu. Dan juga aku belum tua amat,” jawabnya.

“Heeh, terus kenapa Paman tidak membiarkan saja kaleng itu daripada repot-repot menaruhnya di tempat pembuangan?” Anak itu terus menanyakan hal yang sudah ia jawab dengan detail.

Dia berdecak, “Karena kalau lingkungan tercemar bertambah parah, aku juga yang repot. Dan juga denda membuang sampah sembarangan termasuk besar, aku tidak ingin mengeluarkan uangku untuk hal yang seperti itu.”

“Kenapa membuang sampah di denda? Apa itu lingkungan tercemar?”

Dia terdiam tidak menjawab, mengabaikan anak kecil. Kembali ke mesin minuman. Melempar kaleng minuman coklat ke anak kecil itu.

“Pulanglah nak, tempat ini bukan tempat yang biasa dikunjungi anak-anak. Nanti orangtua-mu mencarimu,” katanya kepada anak kecil itu.

“Mereka tidak akan pernah mencariku, dan lagipula apa Paman akan terus kabur dari semuanya? Dari pekerjaan Paman yang tiba-tiba berantakan karena salah satu orang yang dipercaya untuk mengoreksi tugas Paman berkhianat. Tentang tugas Paman yang paman kerjakan sepenuh hati menjadi terlihat seperti milik orang lain, dari Paman yang tidak mengenal diri Paman sendiri. Paman mau lari dari itu semua?”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post