Terengah. Menghempaskan. Melempar sembarang pakaiannya. Masih dengan mengepalkan tangannya. Menaruhnya di dada. Berusaha untuk tenang dengan caranya. Gelap. Sunyi. Hanya terdengar suara nafasnya yang terengah. Sedikit menyinggungkan senyum kecil. Kemudian membuka matanya lagi. Dia sudah sedikit tenang.

Beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi. Menceburkan diri ke bath-up kecil. Perasaan nyaman memasuki dirinya. Air hangat memang sangat nyaman.

Memikirkan apa yang ia tadi rasakan. Takut, gelisah, dan.. ia tidak tau lagi. Kosa kata yang ia miliki untuk menjabarkannya sudah menyerah duluan. Menyimpulkan dengan kata ‘tidak enak’. Rasanya, yaa.. tidak enak. Begitu kalau ia bilang.

Seharian menatap orang asing di tempat ramai mungkin adalah pemicunya. Tapi jika ia tidak melakukan ia tidak bisa mendapat inspirasi menulis untuk novelnya. Ia tidak memiliki pengalaman untuk menulis apa yang ia ingin tulis di novelnya. Oleh karena itu ia mencari disekitar.

Pengalaman. Ya.. Dia berdecak. Ia menjadi membeci kata itu. Pengalaman. Jika tidak ada pengalaman, tulisanmu tidak akan seperti real. Ideologi teman-teman dari klub sastra kampusnya. Ideologi yang ia ingin robek jika ideologi menjadi sebuah kertas.

“Fvck up! Ideology,” begitu kata teman bulenya yang juga sependapat dengannya.

Dia sedikit menyinggungkan senyum manis ketika mengingat masa-masa itu. Tertawa ketika mengingat pengalaman lucu bersama teman-teman clubnya.

Hingga tak terasa ia sudah berendam hampir berjam-jam hingga tengah malam. Merapikan barang-barangnya yang berantakan, dan mengeluarkan futon dari lemari. Menghempaskan diri dan beberapa lama kemudian ia terlelap.