A Friend
Aku punya teman. Kami bertemu di Rumah sakit. Dia pasien. Aku hanya mengantarkan bekal Ayah yang tertinggal di rumah. Dia sama sekali tidak seperti pasien yang biasa aku lihat di rumah sakit. Dia tidak pucat, seperti pasien kebanyakan. Dan dia tidak memakai saluran infus di tangannya. Tapi aku tahu, ada sesuatu yang hilang padanya. Dia seperti boneka. Orang-orang disekitarnya seperti sedang mengurus boneka daripada manusia.
Setelah beberapa hari aku memperhatikannya, aku memberanikan diri untuk menemuinya saat orang-orang sedang tidak berada di ruangannya. aku berdiri memandangnya dari depan pintu ruangannya. Dia sama sekali tidak bergerak, ataupun menoleh padaku. Dia hanya mengedipkan matanya seperti biasa. Perlahan aku mendekat, dan mendekat. Kemudian berlari ke samping tempat tidurnya.
"Doll!" seruku padanya. Disaat itu juga aku bisa melihat reaksinya. Dia seperti kaget dan menatapku sesaat. Lalu Ayahku tiba-tiba datang dan membawaku keluar. Aku masih menatapnya, menatapku.
Selama beberapa hari aku terus menatapnya dari pintu ruangannya. Aku juga beberapa kali masuk ke ruangannya dan meneriakinya 'Doll' lalu berlari keluar. Tapi hari itu, setelah aku meneriakinya, dia tertawa terbahak-bahak. Saking menggelegar tawanya, perawat dan Ayahku menghampiri ruangannya.
"I am not a doll."
Itu kata pertamanya padaku. Logatnya agak aneh, aku lebih mendengar kata 'Dorr' daripada 'Doll', dia pasti bukan dari kota ini. Ayahku dan beberapa perawat tersenyum lega. Beberapa hari setelahnya kami menjadi akrab. Dia masih seperti dulu, tapi aku yakin dia adalah pendengar yang baik.
Aku mendengar ceritanya dari Ayah. Dia kehilangan jari manis di tangan kirinya dan kakaknya karena tsunami kecil di daerah ia tinggal. Menurutnya Kakaknya meninggal karenanya, padahal Kakaknya masih hidup tapi entah bisa membuka matanya lagi atau tidak. Ayah menyuruhku untuk merahasiakannya darinya. Kata Ayah, dia bisa melihatku ke ruangannya tanpa harus melirik. Dia bisa melihat seluruh ruangannya tanpa harus meliriknya dengan jelas. Pantas saja dia tidak berkutik saat aku menatapnya dari pintu ruangannya.
Itu adalah cerita pertamaku saat bertemu dengannya pertama kali. Cerita itu sudah lama sekali terjadi, mungkin dua puluh tahun yang lalu? Entahlah, aku juga tidak mengingatnya denga jelas. Dia sudah banyak berubah semenjak itu. Satu hal yang tidak pernah berubah darinya adalah dia masih seperti laki-laki.
Tapi hari ini, dia ingin berubah. Mencoba membuat rambutnya seperti perempuan pada umumnya. Entah apa yang terjadi padanya setelah beberapa bulan tidak bertemu. Yang jelas, sepertinya ia sedang menyukai seseorang. Seseorang yang juga menyukai dirinya dan diam-diam menghubungiku untuk meminta saran. Yang menjadi makin pusing adalah, seseorang itu adalah salah satu idola kami berdua saat kami SMA.
-I Dream You Spin-off.
(Kay Point Of View)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar