Tempatku Pulang
Dia adalah tempatku untuk mengadu. Setiap kali aku merasa kesulitan aku akan merongok dan meminta bantuan kepadanya. “Ibu, aku tidak menemukan bajuku.” Begitulah ucapanku ketika aku merasa kesulitan. Tanpanya mungkin aku bagaikan butiran debu yang mudah sekali untuk dihempas oleh angin.
Masakannya sangat enak sekali, dia selalu memasak makanan dengan penuh rasa cinta. Masakan ibuku yang paling kusuka adalah mie goreng. Setiap pagi tanpa lelah ia mulai untuk memasak makanan, mukanya pun tak pernah menjadi sedih ketika lelah.
Ia selalu melakukan semuanya dengan senyum yang tulus, secerah cahaya yang menembus jendela rumah. Keringat di dahinya bagaikan butiran mutiara yang memantulkan ketabahan. Ia tak pernah menyerah meski waktu terus berjalan dan usia terus memudar.
Ketika ia mengajariku belajar, suaranya lembut seperti angin sore yang menyejukkan, namun tegas seperti ombak yang mengajarkan pantai tentang kesabaran.
Ibu adalah rumah dalam bentuk manusia. Tempatku pulang ketika dunia terasa asing. Dalam pelukannya, aku menemukan kembali diriku yang hilang. Ia bukan hanya orang tua, tapi juga cahaya di gelapku, payung di hujanku, dan pelabuhan tempat bahteraku berlabuh setelah menempuh ombak kehidupan.
Tulisan ke-6 ku
Jakarta, 9 Oktober 2025
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan

Komentar