Putri Kirani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Minim Prestasi, di Banggakan Tidak di Apresiasi

Ini aku murid dari salah satu sekolah terkenal di wilayah ku. Sekolah yang sebenarnya tidak ku impikan sejak dulu. Awalnya aku tidak mengenal sekolah ini sama sekali, hanya tau nama sekolah ini dari mulut ke mulut. Pada awal sekolah yang kutakutkan bukanlah teman-temanku melaikan sekkolah ku ini. Entah perasaan takut macam apa itu. Awalnya aku ditawari oleh saudaraku mengenai sekolah yang ku impikan dengan cara "beli bangku" persetan apa itu aku tidak setuju dengan cara tersebut. Karena kini keluargaku sedang mengalami krisis ekonomi. Aku tidak tega saja kedua orang tuaku mengeluarkan uang sebanyak itu.

Kini aku sudah mulai cocok dengan teman temanku (bukan dengan sekolah ku). Setelah berteman lumayan lama kini aku sudah mengenal mereka lebih dalam. Ternyata tidak sedikit yg bernasib seperti aku. Kata mereka "banyak yang meyuap agar bisa masuk ke sekolah itu". Beberapa bulan berikutnya aku mendengar dugaan korupsi oleh kepala sekolah itu. Heboh, seakan semua telah menduga-duga. Sekarang sekolah tersebut sudah terkenal dengan "sekolah korup". Mulai dari sini aku sudah merelakan sekolah impianku itu dan mulai menerima sekolah ku ini.

Singkat saja melalui ekstrakurikuler yang kuikuti aku di ikutkan lomba menulis artikel. Saat pertemuan pertama kami bertiga hanya sendiri tidak di dampingi. Hanya guru yang mengantarkan aku dan teman-temanku menunggu ku di depan dan beliau berbincang dengan teman sesama guru yang juga merupakan panitia sekaligus juri dalam lomba ini. 2 atau 3 bulan kemudian adalah pengumuman, bukan pengumuman juara, melainkan pengumuman 20 besar. Dari 3 orang hanya kami berdua yang lolos ke tahap 20 besar. Dari sini aku sudah menanyakan kepada pembina ku "apakah kita akan di apresiasi oleh sekolah? apakah kita akan di doakan agar bisa mendapatkan juara dalam tahap selanjutnya? ". Ekspetasiku lah yang terlalu tinggi. 3-5 bulan lebih kami menunggu hasinya, dan akhirnya kami di undang untuk melihat hasil kami (pengumuman juara). Aku tidak berharap lebih, jikala memang rezekiku aku akan mendapat juara tersebut. Jika tidak pula aku sudah mendapatkan sertifikat 20 besar dan mendapatkan buku yang berisi artikel perserta 20 besar lomba ini. Pengumuman tiba Temanku di nyatakan sebagai juara satu juga sebagai duta baca. Oke, benar-benar bukan rezeki. Saat kami sampai sekolah semua guru hanya melihat teman ku yang menang ini. Semuanya hanya memberi selamat ataupun mengajak foto temanku ini tanpa memperdulikan aku. Kan dia menang sedangkan kamu tidak wajarkan.

Setelah itu aku termotivasi untuk mengikuti lomba-lomba bahkan olimpiade untuk membantuku agar aku bisa masuk ke Universitas dambaanku sejak dulu. Karena aku ragu, sedikit alumni yang bisa masuk universitas itu, bahkan tahun ini hanya beberapa. Aku menjumpai salah satu olimpiade yang menurutku cocok. Aku mengambil mata pelajaran yang memang sesuai jurusanku nanti. Saat tahap pertama malam itu juga langsung pengumuman tingkat provinsi. Yang tidak ku sangka-sangka adalah aku mendapatkan juara 1 di provinsi ku. Betapa bahagianya aku, menbagikan hasil tersebut ke sosial media mendapatkan banyak ucapan selamat. Aku terlalu caper? iya aku memang caper, cari perhatian karena aku butuh apresiasi, siapa yang tidak mau di apresiasi kerja kerasnya?. Saat itu kebetulan guru bk di sekolahku melihat itu, kupikir dia akan memberi tahukan kepda kepala sekolah. Kesalahan besar aku mengarapkan itu, sudah tahu tidak akan malah masih berharap. Beliau hanya menanyakan di bawah naungan apa olimpiade yang ku ikuti. 2 hari berikutnya adalah melanjutkan ke tahap nasional, aku lelah aku tidak berharap lebih karena percuma saja ku junjung tinggi nama sekolahku dan telah mengamalkan janji siswa yang selalu ku ucap setiap upacara bendera. Aku pasrah saat hasil sudah di umumkan pada malam setelah selesai mengerjakan soal soal tersebut, aku pasrah membuka pengumuman tersebut aku mendapatkan peringkat 15 dan peraih medali emas. Kuputuskan malam itu aku membagikan hasil tersebut kepada salah satu teman dekatku. Aku bercerita memang pada biasanya olimpiade seperti itu hasilnya adalah di tebus mengunakan uang. Diawal sudah ku bilang ekonomi keluarga ku sedang susah jadi ya, aku harus mengikhlaskan juara-juara yang kudapatkan. Temanku menyarankan agar aku minta di bantu oleh sekolah, tapi aku menolak. Kata-kata yang telah di ucap oleh kepala sekolah hanya ku anggap sebagai omongan belaka. Karena aku tau staff tu sangat menjengkelkan, tapi entah jika kepala sekolah yang meminta. Aku tidak mau karena sebelumnya guru konseling yang awalnya menjadi wadah hanya menanggapi seperti demikian.

Kini aku berjuang untuk mendapatkan uang agar aku bisa menebus sertifikat serta medali tersebut. Aku berjualan apa yang bisa kujual. Walau ibuku menawarkanku untuk mencari pinjaman untuk menebus sertifikat serta medali tersebut aku memutuskan menolaknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post