RINDU YANG MEMBUNCAH

Berawal dari tahun 2006 dimana aku terlahir dari Rahim sosok perempuan hebat yang rela menaruhkan nyawa agar aku bisa merasakan keindahan dunia, mama panggilan itulah yang selalu terbesit dihati ini kurasakan kasih sayangmu dengan segala macam kemanjaannya kau gendong erat tubuh mungilku kala itu, beribu kasih dan sayang kau beri demi melihatku berseri kaulah guru pertamaku disaat ku balita kau yang mengajarkan apa itu angka dan huruf.

Mama saat ini aku sedang merindukanmu aku mengingat diwaktu sd, kau yang selalu menyiapkan baju seragamku, sepatuku hingga kau yang selalu membuat sarapan di setiap paginya. Aku merasakan bentuk sayangmu setelah aku lulus dari sd dengan cara kau mendaftarkan ku di sebuah pondok pesantren sungguh aku tidak merasa sama sekali kau membuangku dengan cara memasukkanku ke pesantren bahkan aku sangat bersyukur hingga tak terjerumus pada pergaulan diluar sana.

Di usia ku yang sekarang yang semakin dewasa semakin berkurang juga kebersamaanku bersama mama, ya allah rindu ini sungguh berat, ma maafkan atas perilaku selama 16 tahun ini, aku yang suka lalai dengan apa yang selalu kau perintah entah bagaimana aku harus membayar itu semua. Andaikan jika bisa lautan ku beli itupun tak bisa membayar kasih sayangmu.

Walaupun ada rindu yang menderu aku niatkan dalam hati, aku ingin menjaadi anak sholehah yang menuntut ilmu sejauh mungkin. Mama rasa lelahku di pesantren tak sebanding dengan rasa lelahmu dikala merawatku waktu kecil. Aku yang lemah tanpamu ma, kau lah tempat ternyaman disaat ku ingin bercerita.

Kaulah sosok perempuan yang tak dapat tergambar dengan kata kata indah apapun. Kaulah motivator terbaiku, kusimpan rindu ini di dalam hati, kutuangkan segala rasa di dalam buku ini, dan ku berikan beribu cinta untukmu mama.

Sungguh dunia pesantren itu sangat indah ma, sangat mengajarkan ku apa itu sabar yang sesungguhnya, sabar dalam menghadapi cobaan dan sabar meninggalkan orang orang tersayang. Karena aku diberi petuahmu yang selalu melekat di telingaku, yaitu “jika kita ingin sukses, maka keluarlah dari zona nyaman”. Dan sekarang aku merasakan hidup yang mandiri tanpa dibarengi orang tersayang gak betah itu memang proses di pondok tapi aku yakin setelah badai pasti ada pelangi.

Menginjak ke-5 tahunnya aku mengaji di pesantren ini sungguh banyak pengalaman yang ustadz-usatdzku beri. Aku ingat kejadian pertama pas awal aku masuk pesantren in, dengan nagis tiada hentinya sebeb tak ingin berpisah denganmu mama. Namun itu hanya sekedar cobaan biasa dan seiring berjalannya waktu sekarang aku terbiasa tanpa sosok mama. Dan semakin aku besar semakin aku malu terhadapmu, maafkan atas segala keluh kesahku yang selalu kuceritakan padamu, aku sangat malu.

Perempuan hebatku, sungguh dirimu sangat berarti di kkehidupanku ini.kaulah yang pertama yang selalu ku sebutakan dalam bait-bait do`a ku, tanpamu apalah diri ini, do`a kan di setiap langkahku mah, kaulah sang pelipur lara kaulah yang menghilangkan duka, entah bagaimana aku harus membayar semua jasamu.

Menyambut hari ibu di tahun ini, maafkan aku mah. Yang belum bisa ngasih apa-apa, selain dari perilaku yang aku sendiri masih memperbaikinya. Kulangitkan do`a agar engkau dan seluruh keluarga terjaga dalam lindungannya.

Ya Allah aku sangat merindukan mama mah, mah bentar lagi aku pulang dari pondok dengan segudang cerita.

-Dinda Rahma Yunita-