Peraturan Baru (New Rules)
Pada dasarnya setiap siswa memiliki prinsip ‘aturan dibuat untuk dilanggar’, tetapi apakah benar aturan diciptakan untuk dilanggar? Pemberontakan terhadap peraturan sebenarnya salah satu cara kita mencari ‘perhatian’ dari beberapa oknum, terutama di sekolah. Banyak anak-anak yang suka melanggar peraturan sekolah, tetapi mereka tidak punya rasa malu dalam tingkah mereka sendiri. Seperti ketahuan merokok, bolos, memakai kaus kaki pendek, berpakaian ketat, rambut dipanjangkan.
Beberapa sekolah sendiri sudah menerapkan sistem peraturan yang cukup ketat, namun hal tersebut seperti tidak ada efeknya terhadap para siswa. Mereka terlihat baik di depan guru, ketika sudah dibelakang guru mereka bertingkah seenaknya saja. Dalam sistem belajar-mengajar juga terjadi yang namanya miss communication antara siswa dan guru. Contohnya saja, disaat guru menerangkan sambil menggunakan buku maka para siswa disuruh melihat buku bukan mereka. Tetapi ketika para siswa fokus pada buku, guru tersebut malah meminta agar para siswa fokus kepadanya. Rasanya menjadi siswa pun mengikuti aturan guru tersebut jadi salah.
Beberapa aturan pun dibuat untuk menertibkan suatu kelas, dan juga wali kelas memberikan tanggung jawab kepada siswa-siswa yang memegang jabatan di kelas seperti ketua kelas. Tetapi betapa terkejutnya bahwa ketua kelas tidak perduli dengan keadaan kelas yang ricuh pada saat jam kosong. Lebih kagetnya lagi jika ia mau saja dihasut oleh anak-anak yang memilih untuk tidur atau bermain ketika jam kosong dibandingkan dengan belajar.
Dalam keadaan ricuh pun terkadang guru tidak mengacuhkan kegiatan siswanya di kelas. Saya sendiri memiliki pengalaman jika ada guru saya yang bekerja juga sebagai dosen. Beliau memperlakukan kami seolah-olah kami adalah mahasiswa yang paham jika disuruh mengerjakan semuanya sendiri dan sempurna. Di kelas pun beliau hanya duduk dan memainkan gadget tanpa memerhatikan kami. Ia hanya bereaksi ketika suara kami hampir saja terdengar ke ruang guru, berhubung kantor guru tepat diatas kelas.
Sering juga saya dapat jika teman-teman saya memakai kaus kaki pendek dan saat razia mereka otomatis menaikkan kaus kaki mereka. Saya selalu bertanya-tanya, apa untungnya menggunakan kaus kaki pendek? Lalu terkadang saya juga risih jika melihat teman saya yang rambutnya kelihatan di sela-sela wajahnya. Bahkan terkadang saya tak segan mengingatkan.
Saya pun juga teringat, biasanya tugas dari sekertaris adalah mengisi absen bahkan menuliskan beragam hal, sedangkan tugas wakilnya hanya membantu dan menggantikan seorang sekertaris ketika tidak hadir atau sedang berhalangan di dalam kelas. Tetapi ajaibnya saya kesal dengan sekertaris kelas yang seenaknya menyuruh orang lain untuk melakukan tugasnya, sedangkan ia hanya melakukan tugas-tugas yang enak seperti ke kantor BP, ke kantor guru, bahkan jika ada acara perwakilan dengan ketua kelas. Absensi? Teman-temannya yang melakukan dan saat guru mengomentari perihal absensi, dia menyalahkan temannya yang seharusnya dia yang bertaggung jawab karena sudah menyuruh temannya.
Tugas dan peraturan bukanlah untuk dilanggar tapi diterapkan agar menjadi makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab. Terkadang sulit, tetapi mau tidak mau juga harus dilakukan. Ada benarnya jika manusia tidak sempurna, tetapi adakalanya kita harus bisa mengintropeksi diri dan menjadi pribadi yang lebih dengan adanya aturan di muka bumi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar