Pagi hari di kala Senin. Suara teriakkan menggema di seluruh isi rumah. Teriakkan itu tak lain dan tak bukan adalah teriakan ibu yang sedang membangunkan ku. Mendengar itu, aku terbangun dari mimpi yang indah dan segera melepaskan pelukan selimut dari tubuhku. Aku bergegas turun dari ranjang dan memulai seluruh rutinitas pagi ku sebelum berangkat sekolah.

Setelah menyelesaikan seluruh rutinitas pagi ku, aku segera mengambil telepon genggam ku dan memesan ojek online. Waktu demi waktu aku menunggu, hingga akhirnya suara klakson memanggilku dari luar pintu. Aku berpamitan dengan seluruh orang rumah dan menaiki kendaraan roda dua itu. Kendaraan yang ku naiki berlari pada kecepatan 30 km/jam. Riuh suara knalpot kendaraan menemani perjalananku. 10 menit setelahnya, aku tiba di sekolah.

Setibanya di sekolah, matahari sudah tersenyum hangat menyinari pagi. Aku bersalaman dengan semua guru di dekat gerbang. Langkahku kemudian berlanjut menaiki anak tangga satu persatu. Akhirnya aku tiba di lantai 2. Aku menyusuri lorong sekolah menuju ruang kelasku. Sesekali sepasang mataku tidak sengaja bertemu dengan sepasang mata orang lain. Setelah aku tiba di ruang kelas, aku meletakkan tas ku di kursi. Tak lama, bel berdering seolah memanggil seluruh siswa/i untuk upacara. Aku meraih topi ku dan berlari turun untuk berbaris di lapangan. Upacara pun memakan waktu sekitar 1 jam. Selepas upacara, semua siswa/i kembali ke kelas.

Saat di kelas, aku mengikuti proses pembelajaran dengan tenang untuk menghargai guru, karena aku tahu, aku bukanlah siapa - siapa tanpa guru. Tak terasa, bel pulang berdering. Aku segera pulang ke rumah. Di rumah, aku melanjutkan rutinitas ku seperti biasa. Malamnya, aku beristirahat.

Tulisan Ketujuh.

Jakarta, 8 Oktober 2025.