Asyifa Calista Putri Krisnawan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sejarah Hukum

*PENDAHULUAN*

Dalam perkembangan hukum berlaku teori evolusi. Dalam teori evolusi, perkembangan hukum berjalan sangat lambat. Evolusi hukum menjadi sangat evolutif dan revolusi hukum hampir tidak pernah ada. Di jerman dan italia, Teori evolusinonis populer, namun kurang populer di perancis. Dalam perkembangannya teori ini meredup di abad ke-20.

Di Perancis, kejutan yang muncul terjadi seperti munculnya Code Justinian di Romawi, Code Napoleon di Perancis, atau berlakunya sistem hukum sosialis di negara komunis dan bekas negara komunis. Akibatnya di zaman modern ini masih banyak dijumpai kaidah, prinsip, teori, dan ketentuan hukum yang masih pra-modern. Namun sejalan dengan perkembangan globalisasi ekonomi, perkembangan hukum untuk bidang tertentu seperti hukum yang non-netral (misalnya, bidang hukum ekonomi) menjadi revolutif.

*ISI ARTIKEL*

*RULE OF RECOGNITION DARI HART*

Agar suatu kebiasaan dapat menjadi hukum diperlukan pengakuan dari penguasa masyarakat. Ahli filsafat hukum Inggris, Hart, menyebutkan pengukuhan kebiasaan merupakan gejala yang disebut "aturan pengakuan" (rule of recognition).

Tata cara pergaulan hidup memberikan petunjuk siapa yang berhak memberikan keputusan, apabila terjadi perselisihan atau bentrokan kepentingan diantara anggota masyarakat atau menjatuhkan hukuman terhadap barangsiapa yang melanggar adat istiadat.

Larangan main hakim sendiri (eigenrichting), adanya suatu aturan pengakuan (rule of recognition) baik eksplisit maupun implisit, pembentukan badan pengadilan sesungguhnya merupakan bahan bangunan fundamental setiap tertib hukum.

*KEADILAN, KESEIMBANGAN, DAN KEPASTIAN HUKUM MENURUT HART*

Hart berpendapat bahwa inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan sekunder (secondary rules). Semakin modern, kompleks suatu masyarakat maka primary rules semakin pudar. Untuk mengelola perubahan dan/atau proses pemudaran, maka diperlukan aturan sekunder yang terdiri dari:

1. Rule Of Recognition, yaitu aturan yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan aturan utama dan di mana perlu.

2. Rule Of Change, yaitu aturan yang mengesahkan adanya aturan utama yang baru.

3. Rule Of Adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan untuk menentukan apakah pada peristiwa tertentu suatu aturan dilanggar.

4. Reinstitutionalization Of Norms (pelembagaan kembali norma-norma).

*TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG*

Terdapat hubungan saling memengaruhi secara timbal balik di antara berbagai faktor yang ada dalam masyarakat yang merupakan kebiasaan kemasyarakatan.

Adat istiadat di masing-masing lingkungan hidup itu sudah tentu menunjukkan perbedaan spesifik. Akan tetapi, di atas perbedaan pandangan di dalam beberapa segi hukum, yang terdapat di seluruh Indonesia, diantaranya:

1. Rukun yang menentukan, bahwa masyarakat seluruhnya harus bertanggung jawab jikalau di daerahnya ada terjadi pelanggaran.

2. Di dalam hal-hal yang tertentu, apabila tidak cukup bukti untuk menetapkan kesalahan yang disangka melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang, maka tersangka harus menjalani suatu perbuatan yang berat dan berbahaya, dan dari hasil percobaan itu akan ternyata apakah terdakwa bersalah atau tidak (godsgericht).

3. Pemisahan perkara sipil dan kriminal tidak ada.

Van Vollenhoven menyebutkan bahwa suatu aturan tingkah laku manusia baru dapat dinamakan hukum kalau dipenuhi beberapa syarat tertentu yaitu:

1. Ada pertimbangan untung rugi.

2. Ada paksaan kalau sesuatu suruhan/larangan tidak diindahkan.

3. Ada penguasa, yang berkehendak dan ber kesanggupan untuk menegakkan tingkah laku tersebut.

"Rumusan di atas menyimpulkan adanya dua titik Sentral, yaitu:

1. Sanksi, paksaan.

2. Penguasa.

Apabila dialihkan pada hukum adat di Indonesia, maka titik-titik sentral tersebut tercakup dalam kalimat "coercion and the authority of jural communities are thus the pillars on which the order of law, including adat law, depends."

Sanksi/paksaan dan otoritas yang dipunyai persekutuan hukum merupakan tiang-tiang yang menegakkan hukum adat. Dalam perkembangan selanjutnya Van Vallenhoven memperbaiki pendiriannya bahwa sanksi (paksaan) dan adanya penguasa merupakan tiang-tiang hukum.

*MANFAAT DARI RANGKUMAN DI ATAS*

Dalam hukum adat, tiap keputusan penguasa yang berhak mempunyai 2 fungsi. PERTAMA, menyelesaikan perkara konkret, yang dihadapkan kepada penguasa itu sebaik-baiknya. Dalam hal ini keputusan berfungsi sebagai hukum in konkreto, yaitu sebagai hukum untuk menyelesaikan sengketa konkret yang dihadapi. KEDUA, keputusan yang bersangkutan mengandung unsur-unsur untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan timbul di masa yang akan datang. Dalam hal ini, keputusan berfungsi sebagai hukum in abstracto untuk peristiwa yang relevan di masa yang akan datang, dalam hukum kodifikasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post