Oleh:

Utik Kaspani

(Guru MTs. Nurul Huda Palbuhanratu)

Suatu ketika sebuah obrolan ringan yang memang kerap penulis lakukan dengan anak penulis lakukan dirumah cukup membuat sedikit terhenyak. Betapa tidak membuat terhenyak, kalimatnya sebenarnya cukup ringan dan sederhana, namun penulis cukup rasa deretan kata tersebut punya maksud dan makna yang cukup menohok. Dan yang pasti, obrolan ringan saat itu kembali membuka memori dua tahun silam saat pertama “memaksanya” untuk menjadi siswa madrasah.

“Bu, kata teman-teman, sekolah di madrasah itu adalah sekolah bencana alam”. Jleb...penulis sangat paham akan maksud dari kalimat tersebut. Ingin rasanya langsung memotong pembicaraan tersebut, namun penulis coba bersikap sabar terlebih dahulu untuk memberinya kesempatan menyelesaikan dongengnya kala itu. Setelah beberapa waktu, selesai juga obrolan ringan kami. Perlahan, penulis kembali memberikan pengertian dan sedikit membuka kembali sejarah dua tahun silam.

Sedikit penulis berbagi cerita sebagai pengalaman yang mungkin juga tengah dirasakan oleh beberapa orang tua yang tengah mencari sekolah bagi kelanjutan pendidikan putera puterinya. Sekedar sebagai bahan referensi dan sedikit berbagi pengalaman dan cerita di tengah hiruk pikuk kegalauan dan keresahan sebagian besar orang tua karena masalah zonasi yang tengah hangat.

Penulis tidak akan membahas mengenai zonasi, namun lebih menitik beratkan mengapa putera puteri kita harus masuk madrasah untuk melanjutkan sekolahnya. Sekedar berbagi pengalaman dan cerita tanpa bermaksud menggurui pihak manapun