anggita khoirunnisa m

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

4. Cerita Hari Ini

Motor itu terus melaju di jalanan yang cukup ramai. " Mau pulang dulu apa langsung temenin gua? " tanya Gavin pada Killa.

" Emang gua mau? " jawab Killa yang hampir tidak terdengar oleh Gavin.

" Kan udah gua bilang. Gua gak nerima penolakan, " elaknya membuat cewek di belakangnya berpikir keras untuk membantah Gavin.

Tetapi nihil, perutnya sedang lapar saat ini dan itu membuatnya susah berpikir. " Yaudah deh gua mau. "

" Tadi belum dijawab. Pulang dulu apa langsung? " ulang Gavin karena belum mendapatkan jawaban.

" Langsung aja deh, kalo pulang gak tau deh dibolehin apa enggak. "

Gavin mengangguk, " Oke cantik. Pegangan dong, "

Saat ini pipi Killa memanas, membuatnya harus menutup kaca helm agar tidak terlihat bahwa pipinya memerah. Sedangkan Gavin fokus dengan jalanan sesekali melirik Killa dari kaca spionnya.

Tak lama kemudian mereka berdua telah sampai di tempat tujuan Gavin. Killa mengernyit ketika ia mengetahui bahwa ini toko bunga.

" Mamah gua udah diambil sama Tuhan, Kill. "

Killa menepuk bahu Gavin beberapa kali, memberi semangat untuk cowok di hadapannya. Gavin pun tersenyum.

" Lo mau gak? Tuh ada yang buket. " tawarnya pada Killa.

Cewek itu menggeleng. " Hah? Gak usah. "

Setelah membayar bunga yang tadi dibeli, mereka berdua melangkahkan kaki keluar dari toko. Saat Killa membalikkan badan, sebuket bunga terulur dihadapannya.

" Nih, gak usah gengsi. " celetuk Gavin membuat Killa malu.

" Ih apaan, orang gua emang gak mau kok. " elak cewek berambut panjang itu, tetapi ia tetap mengulurkan tangan menerima buket itu.

" Itu, mau. "

Killa terkekeh, " Makasih ya, " ujarnya yang dibalas anggukan oleh Gavin.

Sebenarnya saat ini dalam perut Killa seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang di sana. Entahlah, rasanya sangat senang.

" Woi, buruan naik! " Gavin membuyarkan lamunan Killa.

" Eh--iya. "

Segera saja cewek itu menaiki motor yang dikendarai Gavin. " Udah. Jangan ngebut! " pekik Killa agar cowok di depannya mendengar apa yang diucapkan.

" Makannya pegangan! " balasnya tak mau kalah.

Tanpa aba-aba, motor itu melaju kencang. Membuat Killa refleks memeluk Gavin. " GAVINNNNNNNNN! "

Sedangkan sang pelaku terkekeh lalu melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Butuh beberapa menit untuk sampai ke rumah Mamah Gavin, pemakaman.

" Masuk, Yuk! " ajak Gavin sembari menggandeng tangan perempuan yang menemaninya.

" Eh? Iya, ayok "

Gavin melangkah ke arah makam mamahnya, Killa hanya mengikuti langkah Gavin. Setelah sampai di tujuan, kedua remaja itu membersihkan sekeliling makam Mamah Gavin sebelum mendoakannya.

" Mah, Gavin dateng sama temen. Gavin kenalin ya. Ini namanya Killa. Dia temen sekelas Gavin, dia juga temen sebangku Gavin. Dia cantik kan? " celoteh Gavin membuat Killa salah tingkah.

Setelah Gavin tidak mengeluarkan kalimat lagi, cewek itu mulai bersuara. " Hai, Tante! Ini Killa. Killa kenal Gavin baru kemarin, jadi Killa juga belum sepenuhnya kenal Gavin. Tapi Gavin baik, tadi Killa dibeliin buket bunga sama Gavin. "

Gavin menoleh dengan senyuman. " Kita doain Mamah ya, " ajak cowok itu.

Killa mengangguk lalu memejamkan mata, berdoa agar Mamah Gavin tenang di sana. Setelah selesai berdoa, mereka berdua berpamitan. Langit yang tadinya cerah saat ini berubah menjadi gelap. Seperti akan hujan. Semesta mengerti perasaan kedua remaja itu.

" Yuk, " Gavin menggandeng tangan Killa lalu melangkahkan kaki menjauhi area pemakaman.

" Makasih ya, Kill. "

Killa mengangguk, " Lo sering ngajak temen ke makam Mamah? " tanya cewek itu penasaran.

Gavin menggeleng, " Enggak, baru lo. Gak tau kenapa pengin ajak lo ke sini. "

Ungkapan itu membuat Killa bersemu merah. " Pulang yuk, mau hujan nih kayaknya. " cewek itu menundukkan kepalanya agar Gavin tidak mengetahui bahwa wajahnya seperti kepiting rebus.

" Lo kenapa? Kok nunduk-nunduk gitu? "

Killa mendorong pelan tubuh Gavin. " Buruann! " cewek itu memekik.

Kedua alis Gavin mengernyit, " Galak amat, " protesnya.

Setelah keduanya naik, motor itu melaju meninggalkan area pemakaman. Angin membuat Killa kedinginan. Mungkin karena hujan akan turun, suhu juga ikut menurun.

" Peluk aja kalo kedinginan. " Killa terkejut karena ucapan Gavin yang seolah dapat mendengerkan pikirannya.

Awalnya Killa menolak tapi karena terlalu dingin, tangannya merengkuh tubuh Gavin dari belakang. " Maafin ya, dingin banget soalnya. "

••

Setelah sampai di depan rumah Killa, cewek itu melepaskan pelukannya lalu turun dari motor.

" Makasih ya, Vin. " tepat ketika Killa mengatakan terima kasih, hujan membasahi kedua remaja itu.

Sontak saja Gavin memayungi Killa dengan tasnya. Killa terkejut.

" Mau hujan-hujan apa neduh? " Killa menanyai Gavin.

Gavin berpikir.

" Lama banget, udah keburu basah nih. Hujan-hujan yok! " ajak Killa lalu menarik tangan Gavin agar cowok itu turun dari motornya.

Sebenarnya Gavin juga menikmati hujan. " Tar lo sakit, bego! " tapi kesehatan Killa lebih penting.

" Gak kok, gua tahan. "

Alhasil Gavin mengiyakan saja ajakan Killa. Kedua remaja itu menjadi seperti remaja paling bahagia saat ini. Mereka bercanda seolah tidak ada lagi beban dipundaknya.

Setelah beberapa menit, Gavin mengajak Killa menyudahi kegiatan. " Tar sakit, Kill! "

" Yaudah deh, ayok masuk dulu. " ajak Killa.

Mereka berdua memasuki rumah bernuansa minimalis dengan keadaan basah karena air hujan. " Assalamualaikum, Mah. Killa dateng. "

Tak ada sahutan terdengar. " Lo duduk di sini dulu ya, gua mau ganti. " ujar Killa lalu berjalan ke arah tangga.

Kamarnya berada di lantai dua, dengan pintu putih serta gantungan bertuliskan namanya. Tak lama kemudian, ia turun dan menemui Gavin. " Nih, pake. "

" Punya lo? " tanya cowok itu.

" Abang, "

Hampir saja Gavin mengangkat bajunya dihadapan Killa, cewek itu langsung mencegahnya. " Di kamar mandi, Gavinnnn! " pekiknya lalu menuntun cowok itu ke kamar mandi.

" Buruan! "

Hanya beberapa detik yang dibutuhkan Gavin untuk berganti pakaian. Setelahnya, mereka berjalan ke ruang tamu.

" Gua pulang, Makasih buat yang tadi. " ujar Gavin sembari meneteng tasnya di bahu kanan.

" Santai aja kali, "

Baru saja tangan Killa hampir meraih kenop pintu tetapi seseorang memutarnya terlebih dahulu. Ternyata Mamah Killa yang memutar kenop, beliau terkejut ketika melihat sosok Gavin di dalam rumahnya.

" Kill? Ini siapa ya? " tanya Riska, Mamahnya.

Gavin dengan percaya diri mengangkat suara, " Saya Gavin, temen sekelasnya Killa. Tadi Killa pulang sama Gavin, " penjelasan cowok itu membuat Riska mengangguk.

" Iya mah, terus tadi Killa ajak Gavin hujan-hujan. Basah deh. " Killa menambahi.

Riska menepuk jidatnya. " Aduh, kamu mah. Tar kalo sakit gimana? "

" Tadi udah saya bilangin, Killa tetep ngajak hujan-hujan. " Gavin mengadu bak anak kecil.

Tangan Riska menarik telinga Killa pelan. " Dasar nakal. "

Mereka bertiga terkekeh setelahnya, Gavin sudah menduga bahwa Mamah Killa bukanlah sosok yang galak. Buktinya saja cowok itu merasa nyaman-nyamana saja di sekitarnya.

" Itu yang dibawa Mamah apaan? " tanya Killa sembari menunjuk barang yang tertenteng di tangan kanan Riska.

" Pizza, yuk dimakan. Gavin belum makan kan? "

Gavin mengangguk kikuk, " Gak papa, nanti saya makan di rumah aja. " elaknya merasa tidak enak pada Riska.

" Gak papa apanya? Kalo nanti sakit gimana? " omelan itu membuat Gavin teringat dengan Mamahnya.

Killa menyadari wajah Gavin yang tiba-tiba murung. " Ayok ikut aja! "

Cewek itu menggandeng tangan Gavin dan membawanya ke ruang keluarga. Killa menghilang sejenak karena mengambil pizza yang berada di meja makan.

" Nih, Makan! " titahnya ketika sekotak pizza sudah berada di tangannya.

Gavin mengepuk-puk tempat di sebelahnya. " Duduk sini, "

Si cewek juga hanya menurut dan ikut memakan sepotong pizza. Karena terlalu menikmati makanannya, Killa tidak sadar bahwa handphonennya bergetar.

" Woi, hp lo geter nih! "

Killa yang tersadar refleks mengangkat telepon. " Halo? " sapa cewek itu tanpa mengetahui sang penelepon.

" Hai, Kill. " ujar sang penelepon dari seberang sana.

Setelah mencermati suara, ia menyadari suatu hal. " Loh? Kok kaya suaranya Gavin? " langsung saja ia menoleh kearah tersangka.

" YAALLAH. Kurang kerjaan banget sih lo. " omel Killa sembari mencubit siku Gavin.

" Ya maaf atuh. Udah ya, matiin. Lanjut ntar malem aja. " balasnya sembari menggoda Killa.

Mereka menghabiskan waktu berdua, entah mengobrol atau hal asik lainnya. Tetapi mereka terlihat sangat menikmatinya. Kegiatan menyenangkan itu harus terhenti ketika jam mengingatkan bahwa Gavin harus pulang.

Killa mengantar Gavin sampai ke depan rumah. Sebelumnya cowok itu sudah berpamitan pada Riska.

" Lo gak mau salim sama gua? " ujar Gavin sembari mengulurkan tangannya.

" Udah ya, bye! " Killa pergi meninggalkan Gavin dengan tangannya yang masih terulur.

" Sinting. "

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post