AHMAD ABYAN AUNIL HAQ

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMBACA JEJAK DIRI

MEMBACA JEJAK DIRI

Oleh: Ahmad Abyan Aunil Haq

Ketika kita membaca karya seseorang, pastilah memendam selera di dalam hati. Selera itu dapat berupa suka atau tidak suka. Keduanya sama-sama memberikan dampak bagi pembacanya. Bila tidak suka, kemungkinan besar akan mempengaruhi kita untuk memutuskan berhenti membaca sebelum lembar-lembar akhir, atau berhenti di tengah jalan. Alasan utamanya adalah tidak bisanya buku atau bacaan tersebut menjadi wahana rekreatif. Sebaliknya bila rasa suka yang menggerakkan emosi kita, kemungkinkan kita terus membaca hingga tidak ada lagi rasa penasaran untuk mengetahui detail isinya. Dampak nyata dari kegiatan membaca tersebut adalah terbentangnya wawasan baru yang luas yang memungkinkan juga menumbuhkan semangat berkarya.

Contohnya adalah aku. Sejak kecil aku suka membaca. Ibarat gayung bersambut, ayahku memberikan fasilitas spesial kepadaku. Setiap pekan minimal sehari, aku selalu diajak ke Perpustakaan Daerah. Di sana aku benar-benar betah, karena beragam bacaan dapat kujelajahi dengan tenang. Selain itu setiap bulan aku juga diajak ke toko buku untuk membeli paling sedikit satu judul buku.

Suatu ketika, di saat aku asyik membaca Koran anak, ayah perlahan membisikkan satu pesan yang sangat bermakna lewat pertanyaan dan tantangan. Ia menanyakan berapa puluh buku yang sudah kubaca, kemudian kapan aku bisa menuliskannya seperti tulisan-tulisan sederhana dari anak-anak seusiaku di Koran yang kubaca.

Sebenarnya aku sangat malas menulis karena menurutku menulis merupakan kegiatan yang sangat melelahkan. Situasi yang demikian tidak membuat ayah mendiamkan begitu saja. Setiap hari aku selalu dibujuk agar tidak hanya mempunyai keterampilan membaca, tetapi juga mampu menuangkan ide-ide lewat tulisan sederhana seperti diary, puisi, cerita pengalaman, cerita mini, atau surat. Berkat bujukan yang setiap hari itu, akhirnya aku memaksakan diri menulis.

Saat itu aku masih kelas II Madrasah Ibtidaiyah. Aku mulai mencoba menulis tentang pengalamanku sendiri. Setelah kurasa rampung, hari itu juga, dengan diantar ayah, tulisan tangaanku langsung kubawa ke Kantor Pos. Harapanku, tentu dapat dimuat di Koran. Benar saja, dua minggu kemudian tulisanku dimuat di KOMPAS ANAK. Tanpa kusadari aku berteriak kegirangan, bukan kerena akan mendapatkan uang saku yang merupakan hadiah atas karya tersebut, tetapi yang lebih membanggakan adalah bersanding dengan karya-karya anak negeri yang berasal dari berbagai pelosok Indonesia.

Bagiku, ini adalah pengalaman berharga yang patut dirayakan. Perayaan yang paling pas tentunya adalah dengan bersyukur sambil tetap memelihara semangat menulis dan berkarya.

Sayangnya, semangat itu tidak bertahan lama. Kemalasan menjadi momok utama yang melemahkan semangatku dalam berkarya. Keasyikan bermain telah memadamkan gairah membaca dan menulis yang sempat tumbuh dalam diriku. Ayah yang tak henti-hentinya menyemangatiku untuk sekadar menulis diary pun hanya kuiyakan tanpa aksi nyata.

Tetapi, sepertinya aku menyesal tidak menghiraukan nasihat ayah. Kemudian, dengan penuh kesadaran aku bangkit mencoba menulis tentang berbagai macam hal, baik berupa cerita maupun puisi. Hingga pada suatu hari aku dipercaya guru untuk menulis puisi yang akan digunakan dalam perpisahan di Madrasahku. Lahirlah puisi sederhana yang berjudul “Tentang Kita”. Puisi tersebut tidak hanya dibacakan sebagai kesan saat acara perpisahan di Madrasah Ibtidaiyahku, tetapi yang lebih menggembirakan adalah diabadikan di dalam buku kenangan alumni madrasahku.

Kucoba menjaga semangat menulis tersebut tetap ada, tetapi Pandemi Covid-19 merampas segalanya. Perlahan namun pasti pembelajaran secara daring membuat perubahan besar terjadi dalam diriku, mungkin juga secara umum pada teman-teman pelajar di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Dunia game online menyita waktuku. Akibatnya, tidak jarang orang tua memarahiku, dari secara halus hingga menjurus kasar.

Beruntung sekali aku memiliki guru-guru yang peduli dan penuh perhatian. Mereka dengan telaten manasihatiku, juga teman-teman yang lain agar tidak terlalu jauh terjerumus pada keasyikan aplikasi-aplikasi yang membuat kita terlena. Mereka juga mengarahkan kami kepada hal-hal positif seperti mengajak untuk menulis dan berkarya.

Seperti pada bulan Mei 2022 guru menyuruhku mengikuti salah satu event Gurusiana menulis artikel tentang “Kisah Inspiratifku Membaca Buku” tapi sangat disayangkan aku tidak mengikutinya karena pada saat itu aku sedang malas-malasnya belajar apalagi menulis. Baru pada bulan Agustus 2022 aku mengikuti anjuran guru untuk event Gurusiana berikutnya yaitu menulis puisi dengan tema merdeka. Alhamdulillah aku termasuk salah satu pemenang, yang tidak dapat kupungkiri menjadi sebuah kebahagiaan bagiku.

Dan bulan ini aku kembali diberi tantangan untuk mengikuti event yang lain berupa penulisan esai dengan tema “Dari Aksara Menjadi Karya”. Aku tertarik untuk mengikutinya, karena ini merupakan pengalaman pertamaku menulis esai.

Biodata:

Ahmad Abyan Aunil Haq, lahir di Pasuruan, tanggal 18 April 2007. Saat ini duduk di bangku MTsN 1 jember. Puisinya termuat dalam antologi Kapur dan Papan Hitam Saksi Hidupku (2021).

Email : **(censored)**

WA **(censored)**

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post