Wahid Zein Abubakar

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Membangun Karakter Siswa Melalui Pendidikan

Membangun Karakter Siswa Melalui Pendidikan

Penulis : Wahid Zein Abubakar

Tanggal 2 Mei merupakan Hari Pendidikan Nasional. Lalu ada apa dengan Hari Pendidikan Nasional? 2 Mei adalah tanggal kelahiran tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih kita kenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Oleh karena itu, untuk mengenang jasa – jasa beliau, tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sudah memajukan pendidikan di negeri kita ini dan kita patut berterima kasih kepada Bapak Pendidikan Nasional kita.

Pendidikan di zaman sekarang tidak sama dengan dulu. Kita akan membicarakan tentang pendidikan di zaman dulu. Di zaman dulu sangatlah terbatas untuk siswa yang ingin mengakses pembelajaran di sekolah. Ketika ingin daftar sekolah para calon siswa mendaftar diri mereka sendiri tanpa bantuan walinya, tidak seperti sekarang calon siswa hanya tes dan daftar sekolah merupakan tugas walinya. Dari tujuan bersekolah pada zaman dulu, orang tua pada dasarnya menyekolahkan anaknya bertujuan agar dapat mempelajari ilmu yang belum diketahui sanganak dan membentuk karakter dari siswa agar membedakan mana yang baik mana yang buruk. Pada karakter ini meliputi beberapa hal diantaranya sikap tanggung jawab, sopan santun, kedisiplinan, dan semangat dalam belajar. Hal inilah yang diperhatikan oleh orang tua, guru, dan siswa pada zaman dulu.

Lalu, bagaimana dengan pendidikan di zaman sekarang? Pendidikan di zaman sekarang sudah jauh berbeda dengan dulu. Saat ini semuanya serba ada, praktis, dan canggih. Dulu memang sudah ada lembaga – lembaga untuk menuntut ilmu tetapi, untuk mencari guru yang kredibilitas yang baik itu juga sulit. Berbeda dengan sekarang, banyak sekali cara yang ditawarkan dengan berbagai cara. Jika di zaman dulu orangtua menyekolahkan untuk membentuk karakter siswa, tidak seperti sekarang. Orang tua hanya ingin nilai A atau nilai yang sangat bagus dan itu dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan. Memang, nilai yang bagus adalah salah satu cara untuk diterima di sekolah favorit. Tetapi, cara itu tidak sepenuhnya efektif. Nilai yang bagus saja tidak bisa dijadikan sebagai cermin karakter setiap kepribadian pada siswa.

Pendidikan adalah proses pembelajaran ilmu, baik pengalaman, pengetahuan, atau keterampilan. Ada pula pembentukan karakter dari hasil pendidikan tersebut oleh seorang guru terhadap muridnya sehingga pendidikan sangat penting bagi umat manusia. Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional),“ Pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak – anak “. Maksud dari kata tersebut adalah pendidikan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagian setinggi tingginya.

Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kita semua. Sebenarnya itu bisa diperoleh dari mana saja dan kapan saja. Pendidikan sangat berdampak besar bagi pengaruh untuk masa depan nanti. Tidak hanya untuk diri sendiri, bahkan dapat pula untuk bangsa dan negara. Bagaimanapun cara kita menempuh pendidikan tersebut? Asalkan kita mau serius dalam mejalaninya, maka sangat berdampak besar bagi masa depan diri sendiri ataupun orang lain. Sehingga, dengan pendidikan orang akan mampu untuk masa depannya dengan bijaksana dan dapat berfikir lebih kritis dalam memecahkan suatu masalah yang terjadi di kehidupannya. Begitu banyak hal penting yang didapat dari kita mengetahui makna pentingnya pendidikan tersebut.

Indonesia sendiri telah beberapa kali melakukan beberapa kali perubahan kurikulum semenjak pasca kemerdekaan Indonesia. Hal ini tentunya didasari oleh berkembangnya kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat dengan tujuan agar sistem pendidikan di Indonesia lebih baik sesuai yang dicita – citakan. Di Indonesia menurut berbagai sumber sejak pasca kemerdekaan telah 11 kali melakukan perubahan kurikulum. Dari seluruh kurikulum yang sudah digulirkan,dan masing – masing terdapat kelebihan dan kelemahan tersendiri. Namun, ada hal yang paling subtansi dari tiap kurikulum yang digulirkan, yaitu berbicara karakter dan mengembangkan potensi anak didik. Menurut Undang – undang nomor 20 tahun 2003, hal yang paling diutamakan adalah pengembangan karakter dan potensi diri pada anak didik. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan (1936) bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai “tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak”. Meskipun pendidikan adalah tuntunan, Ki Hajar Dewantara menyebutkan pula bahwa pendidikan itu berhubungan dengan kodrat keadaan pada setiap anak. Setiap anak padasarnya memiliki kodrat dan keadaan yang berbeda – beda. Ada anak yang memiliki dasar yang baik dan ada pula anak yang memiliki dasar kodrat yang tidak baik. Hal yang membedakannya adalah cara memperlakukan dan perhatiannya yang berbeda. Hal inilah yang menjadi dasar pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik anak.

Pada kenyataannya, dalam perkembangan pendidikan kita mengalami banyak perubahan. Secara ideal pemerintah mengisyaratkan pendidikan harus membawa perubahan yang lebih baik dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Namun demikian, pada penerapannya tidak bisa lepas dari persoalan yang dihadapi. Hal ini menjadi tantangan yang besar bagi setiap pendidik. Dengan bergantinya sistem kurikulum yang digulirkan pemerintah dalam kurun waktu yang cepat. Hal lain yang mesti menjadi perhatian adalah ketika kecepatan kemampuan milenial, generasi Z menguasai teknologi digital, jika tanpa dibekali keimanan dan akhlak mulia, itu menyebabkan anak – anak banyak terjebak padahal – hal yang disebut dekadensi moral.

Hal inilah yang menjadi titik balik yang mesti kita buka lagi lembaran – lembaran tentang pendidikan kita. Kita harus pahami lagi, Ki Hajar Dewantara sebagai pendidik asli Indonesia telah mengisyaratkan dalam pandangannya mengenai pendidikan kita. Menurutnya, manusia memiliki daya jiwa, yaitu cipta, karsa, dan karya. Pengembangan manusia sepenuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.

Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidak utuhan perkembangan manusia. Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ternyata, pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan daya cipta dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika terus berlanjut, manusia akan menjadi kurang humanis atau manusiawi. Dengan memperhatikan tersebut, maka sudah saatnya pendidik harus terus berbenah diri melakukan perubahan – perubahan dalam pelajaran. Sudah saatnya pendidik melakukan aksi nyata untuk bergerak dan terus belajar agar dapat memberikan tuntunan yang diharapkan dalam membangun diri manusia untuk lebih manusiawi. Disinilah pentingnya mengembalikan fungsi pendidikan yang hakiki yang sebenarnya membangun manusia dengan watak dan kepribadian yang utuh sebagai pribadidan masyarakat.

Selain itu, seorang pendidik pun harus tetap memiliki jiwa dan pandangan yang terbuka. Kita tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan zaman dengan perubahan teknologi yang begitu pesat. Pendidik harus canggih dengan tekologi tetapi harus diimbangi pula dengan penanaman karakter dan pribadi yang baik pada anak. Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar, dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah, relasi, dan komunikasnya dengan anggota lain (orang tua, komite sekolah, dan pihak terkait), segi administrasi sebagai guru, dan sikap profesionalitasnya. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif, dan kolaboratif demi kemanusiaan secara utuh dari setiap peserta didik.

Jadi, saya berpendapat bahwa, pendidikan zaman dulu sisi baiknya atau bisa dibilang keunggulan daripada sekarang adalah, orang tua menyekolahkan anaknya selain untuk menuntut ilmu adalah agar karakter siswa tersebut terlihat. Berbeda dengan zaman sekarang, orang tua hanya menitik beratkan kepada nilai dan raport. Bahkan, demi nilai anaknya yang memuaskan, kadang orang tua menggunakan cara yang kurang baik demi nilai dari anak tersebut. Cara ini tidak baik untuk membangun karakter dari seorang siswa jika orang tua hanya menitik beratkan kepada nilai dan raport

.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post