Akun kosong

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Magical World Season 3 - Pertemuan Kategori Super Penting (2)

Magical World Season 3 - Pertemuan Kategori Super Penting (2)

“Selamat sore, Nona Ellen,” Proier, tukang kebun istana, menyapa Ellen.

“Selamat sore, Tuan Proier,” Ellen balas menyapa. Dia mendekati tukang kebun itu, memperhatikan kebun bunga yang sedang diberikan perawatan khusus.

“Jangan dekat-dekat, Nona Ellen. Tanaman ini beracun,” untungnya, Proier segera menahan tangan Ellen yang hendak memegang salah satu tanaman. “Ini adalah tanaman jezemuzo, jika disentuh, bisa menyebabkan kematian dalam waktu satu jam.”

Ellen nyaris jatuh mendengarnya. Untung saja dia tidak jadi menyentuhnya. Nyawanya akan segera melayang dalam satu jam ke depan jika menyentuhnya.

“Lalu, bagaimana Anda merawatnya?” Ellen bertanya.

“Jika memberinya serbuk ini, maka efek racunnya akan menghilang dan muncul kembali esok hari,” Proier mengangkat sebuah kantong kecil.

“Boleh aku membantumu untuk memberikan serbuknya?” Ellen bertanya.

“Boleh, tapi berikan hanya tiga kali taburan, sebanyak satu kepalan tangan setiap kali taburan. Jika lebih sedikit, maka bisa membunuh siapa pun yang menyentuhnya hanya dalam waktu satu menit, jika lebih banyak, maka bisa meracuni siapa pun yang berada dalam radius dua puluh meter,” Proier mengingatkan.

Ellen agak ngeri mendengarnya. Dia menahan napas, meraup serbuk dari dalam kantong, kemudian menaburkannya. Dia mengulanginya dua kali. Setelah menaburkan tiga kali, Ellen segera mundur menjauh, takut kalau dia menaburkan terlalu banyak. Proier tertawa melihatnya, ikut mundur.

“Wah, hari ini mendung. Sepertinya sudah masuk musim penghujan,” Proier memandang langit yang dipenuhi awan kelabu.

Ellen ikut memandang langit. Kemudian, dalam hitungan menit, tetes-tetes hujan mulai membasahi tanah. Senyum segera muncul di wajahnya. Ellen menyentakkan tongkatnya beberapa kali. Tongkatnya segera berubah menjadi payung. Sifat kanak-kanaknya dalam menyambut hujan kembali muncul. Sambil tertawa riang, dia melompat-lompat di tanah becek.

Proier termangu memandang Ellen yang kembali bercahaya, tapi tidak berkata apa-apa. Dia mengangkat bahu, melanjutkan pekerjaannya mengurus tanaman. Dia mengenakan jas hujannya dan mengeluarkan sekop dari dalam tas peralatannya.

Puk! Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak Ellen. Ellen tersentak, langsung diam mematung. Perlahan, dia menoleh ke belakang.

“Ohh, ternyata itu kau, Asera,” Ellen tertawa pelan.

Raut wajah Asera tampak serius. Dia memandangi Ellen dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kemudian, dia menghela napas. Dia menyeka tetes hujan yang mengenai wajahnya, lalu menatap Ellen lamat-lamat.

“Ada yang ingin kau bicarakan?” Ellen bertanya, memandang menyelidik pada Asera.

“Ellen, kamu tidak sadar, ya, kalau tanganmu bercahaya saat hujan turun?” Asera bertanya, dengan nada tinggi. Mungkin karena dia sudah sejak lama memendam penasaran dan pertanyaan tersebut.

“Tanganku? Bercahaya?” Ellen mengerutkan dahinya.

“Nih, lihat sendiri!” Asera tampak gemas. Dia menggenggam tangan Ellen dan mengarahkannya ke wajah Ellen sampai menempel.

“Ehh, sabar, Asera..,” Wizzie memeluk lengan Asera, berusaha menenangkan.

“Bagaimana aku bisa lihat kalau kamu menutupi wajahku dengan tanganku?” Ellen tertawa. Dia mengibaskan tangannya.

“Ya sudah, tuh, lihat! Bercahaya, kan?” Asera bertanya.

“Oh, iya, benar. Keren sekali!” Ellen justru tertawa-tawa melihat tangannya. Semua sifat kekanakannya muncul ketika hujan, mungkin karena perasaan yang terlalu bahagia.

Asera menatap Ellen dengan bingung sekaligus khawatir. “Ellen, kamu baik-baik saja? Tidak sedang kerasukan?” dia menyentuh dahi Ellen.

“Aku baik-baik saja dan aku tidak sedang kerasukan,” Ellen mengangkat bahu. Dia masih memperhatikan tangannya. Untungnya dia segera tersadar dari sifat kekanakannya.

“Jadi.., apakah kamu mengerti, kenapa tangan kamu bercahaya?” Asera bertanya.

“Tentu tidak. Kamu juga tidak, kan?” Ellen menatap Asera.

“Iya, aku juga tidak,” ucap Asera.

Percakapan mereka segera terhenti ketika Tiara datang menghampiri mereka. Ekspresi wajahnya terlihat serius. Dia memegang pundak Ellen dan Asera, kemudian menggiring mereka. Dia memberikan isyarat pada Wizzie dan Lily untuk mengikutinya. Mereka semua melangkah ke dalam istana, menuju ruang pertemuan mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post