Tsabita Adzra

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
16#

16#

**

- Qera flashback-

Kedua mataku berair menatap ibu malam itu. Adelia, Adelia adikku bahkan menarik lenganku beberapa kali. " Kak, pulang ya..." Ujarnya memeluk ku dari belakang.

" Bu, Qera gak mau pergi," tawarku kembali ke pada sosok wanita yang mengantarku ke depan pintu. " Ibu, gak berhak melarang ayahmu, kau tahu? Itu pesan terakhir ayah bukan?"

Mataku kembali dipenuhi air mata, tanganku bergegas menggenggam koper berwarna biru laut. " Bu, tunggu Qera ya, Qera janji bakal pulang,"

" Ya, Adelia sama ibu bakal nunggu kamu, raih jabatan yang diinginkan ayahmu, ya? Jangan kecewakan dia,"

Ibu memelukku saat itu juga.. " Terimakasih" ujarnya pendek.

***

" QERA! Hei? "

" Liat tuh, anak yang nangis di tengah pelatihan. Fiks sih gak bakal keterima!"

" Dek, kalo gak sanggup gak usah ikut deh, kami ini dilatih buat jadi polisi bukan jadi aktor sinetron,"

Sekumpulan orang menatapku, membicarakanku seolah olah aku adalah orang yang lemah dan rapuh. Berbekal pesan ayah, beberapa latihan mandiri, tapi tidak untuk fisik dan mental.

" Yah, lihat? Aku gimana? Apa aku bisa?"

Ku tatap foto yang terpampang besar di ruangan aula. Sesosok Pria berbalut jas hitam, memakai topi polisi, tidak. Ayah bukan sekedar polisi biasa , Dia seorang jenderal utama dari kepolisian kota. Orang yang dipatuhi ke 3 oleh kepolisian.

Mataku kembali berair, rasanya sakit mengingat pesan terakhir ayah.

Masuk kepolisian itu tak mudah, pelatihannya aja sudah membuatku di tetrtawai banyak orang.

Aku memutar balik tubuhku berjalan ke pojok aula, sehingga dia datang mendatangiku dengan raut wajah tersenyum.

" Hei? Kenapa nangis?"

Dia, sosok yang telah membuatku mengucap janji agar menjadi sosok yang lebih baik...

" Kam- eh maaf, kak senior ya?"

Dia tertawa geli, apa salah ku memanggilnya? Dia terlihat seperti kakak senior.

" Denger ya, saya David satu angkatan sama kamu lho?! Masa gak tahu?"

Laki-laki , Tinggi sekitar 175 cm, mata bermanik cokelat tua, senyuman yang tipis dan rambut hitam lurus, apa aku terlalu banyak menangis dan melupakan orang sekitar?

" A-ah itu... Maaf!" Ucapku sembari sedikit menunduk.

" Sudah-sudah, kamu Qera bukan? Kenapa nangis?"

" Saya cuma sedih saja kok, gak lebih dari itu. saya juga ngerasa sedikit putus asa," jawabku sedikit mengisi dengan tawa agar terlihat sedikit santai.

" Kalo kamu putus asa itu gak bakal buat kamu keluar dari pelatihan ini dengan hasil yang bagus, kamu bakal di cap buruk, kamu harus semangat!"

" OH YA-

belum sempat sosok David melanjutkan kalimatnya seorang laki-laki tetlihat berlari dari pintu aula menuju ke arahnya. " WOEEE DAVID!!!" teriaknya menggenggam ponsel di tangan kanannya.

" Siapa- ehhh??? Kak senior???"

David menggaruk pelan tengkuk lehernya. " Aduh kak, ada apa ya? Saya mau dihukum lagi kah?"

Sosok laki-laki yang barusan dibilang senior oleh David itu, dia tertawa pelan lalu menunjukan ponselnya. " Ini lho, adik saya mau kenalan!"

" Maksudnya?"

" Hmm... Dia pengen kenalan, namanya Devi, katanya sih..." senior itu menghentikan obrolannya ke David lantas menatapku.

"EH BTW KAMU SIAPA?"

Aku menggeleng pelan." Oh saya ? Saya bukan siapa-siapa," ujarku, senior itu lagi lagi tertawa. " nama kamu siapaa??saya gak nanya kamu siapa disini hahahaha..."

" S-saya Qera, kak"

Senior itu sedikit terdiam dengan raut wajah mencoba mengingat. "OH! anak yang digosipin sama angkatan saya!"

" Emang angkatan kakak gosipin saya apa?"

David hanya memandang penuh rasa keponya. " Katanya, kamu anak jenderal yang baru-baru ini meninggal. Bener?"

Aku menelan ludah paksa, ayah meninggal karena penyakitnya, tak kusangka gosip kalo aku anaknya bakal tersebar cepat.

" Kakak bercanda ya?"

David berceletuk pelan. " Emang bener? Kakak gak boleh percaya gosip!"

Aku menggeleng. " Enggak Dav, itu bener kok,"

Seluruh ruangan hening, aula yang hanya diisi 5 orang termasuk kami ber 3 itu hening, dengan 2 orang yang tak sengaja mendengar.

David terdiam, terbalik dengan senior yang terkejut kejut mendengar nya.

" WAH GILA! KEREN BANGET!" Teriak kakak senior yang masih saja dengan raut tak percaya.

" Dav, lihat tuh, dia bener anak jenderal!"

" Tapi... Saya turut berduka ya Qera," lanjut senior itu sedikit menunduk.

" M-makasih kak, doakan ayah saya ya,"

" Tenang, saya selalu doain beliau kok," uajr kakak senior lantas mencoba membuat David terpecah dari diamnya. "Woi Dav, Jan bengong! "

David menggeleng tanda bahwa dirinya tidak lagi berdiam diri, lantas kembali berbicara." Qera maafin saya udah gak percaya, btw maafkan kakak senior disebelah saya ini dia emang radak... Gimana yah..."

Senior itu memukul pelan pundak David, aku hanya tertawa pelan." Dasar junior gak ada akhlak!"

" Oh iya kak, nama Kakak siapa ya?" Tanyaku ke sosok kakak senior itu.

" Oh? Saya Evan, biasanya sih dipanggil kak Van, "

" Salam kenal ya," lanjut Kak Van.

Setelah berbincang lebih dengan Kak Van, Kak Van memutuskan meninggalkan aula karena urusan mendadak. David masih berada di aula memanggil beberapa berkas, aku ikut serta membantunya.

" Qera, kamu mau janji sama saya gak?"

" Janji?"

David menghela napasnya. " Kamu mau janji untuk lulus pelatihan dan Tes kepolisian ? Setelah lulus kita bisa kerja sama, saya tahu alasan kamu ada disini karena jenderal bukan?"

Aku mengangguk. " Iya, karena ayah saya, saya jadi disini,,"

David mengangguk. " Kamu mau janji buat jadi sosok yang kuat sampai akhir?"

" S-saya janji! Saya janji bakal sosok yang kuat!"

Flashback end

***

Author : niatnya saia pen lanjutin si Qera cuma... Saia pengen lanjutin ke Rafael, nasib dia gimana ye??? Makanya baca lagi hayuk~

***

Meanwhile Rafael~

ZRASH!!!

Gelap, dingin...

aroma air hujan yang membasahi tanah dan rerumputan dan suara hujan yang deras, air berjatuhan mengenai tubuh Rafael.

Tertidur di belakang pohon besar, setidaknya tak buruk baginya.

Sesosok pria berpakaian ala polisi hutan yang nampaknya sedang mengamati situasi.

Melihat sosok anak laki-laki alias Rafael yang terlihat dia kenali.

" Nak? Hei?"

Tak ada jawaban dari Rafael membuat sosok pria itu berpikir macam macam bahwa Rafael adalah anak yang diusir.

" Wajah dia kayak Rafael, apa cuma aku yang mikir begitu?"

Ya itu memang Rafael, takdir menemukan mereka sekarang.

***

- Rafael

" Dimana?"

Aku terbangun di goa dengan satu lubang bulat. Ini dimana? Perasaan tadi aku ketiduran di belakang pohon?

Aku di dalam goa. Suasananya emang gak kayak goa, tapi... ini bisa dibilang goa yang ditempati? Jangan jangan aku diculik? Tapi kalo diculik orang kaya mah gapapa 🌝

Aku menepis pikiranku, mau orang kaya kek mau siapa kek, pokoknya ini dimana sihh akhhh!!! Mana kepisah sama Vera, Qera dan Wina aku bakal gak sanggup nyari mereka satu satu.

" Nak? Dah bangun?"

Suara pria yang terdengar tak asing ditelingaku.

Suara sosok yang sudah lama hilang itu ..

Dia .. diaa!!!

" OM?! OM VAN!?"

" Ehh???"

Suasana hening, aku membalik tubuhku, sekarang aku makin terkejut dengan manusia yang berdiri membawa cangkir di hadapanku ini.

" Huee... Om Van masih idup! Om Van ini Rafael om!"

Sosok pria itu seketika terkejut menutup mulutnya dengan kedua tangannya. " RAFAEL! BENER KAMU RAFAEL??"

cangkir teh itu terjatuh, aku mengangguk. "I-iya om! Om masih idup ternyata!"

" Kamu pikir saya udah gak ada?"

" Y-ya..... Gimana ya om, om udh ilang dari 6 bulan yang lalu, semua mengkhawatir-kan om, "

Mata pria alias Om Van berbinar terang. " Kabar Devi gimana? Kabar David?" Tanya pria itu antusias.

" Mereka sehat-sehat aja om tapi..."

" Tapi kenapa?"

Aku menghela napas. " Om, Rafael ada masalah lain sekarang," ucapku pelan.

" Masalah- ah iya! Kenapa kamu ada disini?"

" NAH IYA OM ITU MASALAH SAYA!"

sosok om Van hanya bisa pasrah merapihkan pecahan cangkir. " Om aja tersesat disini, apalagi kamu. Lagian kamu kenapa bisa tersesat?"

" Rafael gak tersesat om!"

" Hah? Setelah sejauh ini kamu bilang kamu gak tersesat? Seriously? Kamu masih muda, kenapa sih? " Oceh om Van tegas.

" Rafael lagi jalanin tugas om, "

" Tugas? Tugas macam apa?!!!"

" Ya tug-

" Tugas apaan coba?"

Kepalaku cenat cenut pengaruh hujan sekaligus menghadapi om Van, namanya Evan tapi dipanggil Van, sifatnya emang gini, paling EXITED di keluarga, namun hilang semenjak 6 bulan yang lalu membuat keluarga kami dalam keputus asaan mencari Om Van, btw... aku harus jawab apa?

" ngg... tugas...."

" TUGAS APA?" hentak Om Van lagi, aku menatap penuh keluguan. " Tugasku sama temen"

" Ya ampun Rafael jawab yang lengkap!"

" Tugas penting yang ku jalani bareng teman-temanku serta Qera buat nyari anak yang hilang 2 tahun lalu!"

Hening...

" D-dua tahun?"

Om Van berwajah kusut tangannya mengusap wajahnya menatapku penuh rasa keputus asaan. " Dua tahun itu dah lama, kamu tahu kan jarang orang yang selamat dari hutan ini... Dan....

Kalian mengajak Qera buat misi alias tugas ini?"

Aku mengangguk patah patah. " I-iya om,"

Muka Om Van nampak pucat pasi, gerakannya seolah terhenti dengan napas panjang pasrahnya. " Huh.... Terus? Kenapa gak David aja yang cari anak itu? Qera terlalu lemah buat ini!," Oceh om Van yang masih pucat.

" Ayah sibuk om,"

" Tapi gak Qera juga yang disuruh. Qera itu wanita! Dia gak cocok dengan misi hutan . Terus teman temanmu itu siapa? Perempuan atau laki-laki? Seumuran?,"

Aku menghela napas pelan. " Aku punya dua teman. Yang satu namanya Vera, perempuan . Ciri cirinya rambut panjang dan punya anak rambut, matanya agak tajam berwarna cokelat tua, kulitnya putih, tinggi. Yang kedua namanya Wina, perempuan. Ciri- cirinya rambut pendek seleher dan pakai bandana, matanya agak bulat dan bulu matanya agak lentik, kulitnya kuning Langsat dan gak terlalu tinggi. Mereka berdua seumuran denganku dan.... Mereka ikut-

" HAHHH???!!! DUA DUANYA PEREMPUAN?"

Lagi lagi aku hanya mengangguk. " Iya om,"

" Terus yang ngajak buat nyari anak yang hilang 2 tahun lalu itu siapa?"

" Vera, om"

" Emang nya bagi Vera anak yang hilang itu siapanya??"

Aku meneguk ludahku sendiri." Kakak kandungnya om,"

" Dia cari kakaknya atas kehendak?"

" Ibunya, om"

Om Van nampak kebingungan. Aku tahu jika aku ada diposisi Om Van aku juga akan kebingungan. Mau pasrah, tapi yang hilang dari jangkauan temen / saudara sendiri. Mau cari atau ikut misi, takut terjerumus dan kena imbas juga.

" Ok....fine kita cari Qera , teman temanmu dan tentunya......

Anak yang hilang sejak 2 tahun itu,"

...

- POV WINA ( START)-

Deg!

Deg!

Deg!

DEG!

" ukh... Ini.... dimana?"

Kepalaku sakit, mataku rabun, yang terlihat dimataku hanya langit-langit tempat misterius ini.

" Hey, Ra ! kakak ini sudah bangun!"

" Kak? Are you okay?"

" Sssttt! kakaknya baru bangun!"

" Ups! maaf!"

Suara yang asing, yang pasti aku sedang terbaring di tempat misterius ini, tak sadar beberapa saat, lalu suara dan wajah yang masih kuran jelas dimataku dan yang terpenting mereka anak-anak asing.

" Kak, mau dibantu duduk?"

aku mengangguk pelan, nampaknya hanya ada dua bocah ini di dalam ruangan. Mataku mulai jelas, rabun tadi hilang sedikit demi sedikit. Dua bocah ini rasanya tak asing bagi mataku. Satu laki-laki yang terlihat lebih tua, satu lagi gadis kecil yang lebih muda.

Tunggu sebentar! Aku ingat mereka, mereka itu!

" KIARA INDHIRA DAN DIATA ANANDHARA! KALIAN DISINI RUPANYA!"

" EHHHHHHHH????!!!"

***

Next is coming soon~

Selasa 21/09/2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post