Kerajaan Banten
A. Berdirinya Kerajaan Banten
Semejak lama Banten menjadi pusat perdagangan penting di pantai Barat Jawa yang telah menjalin hubungan internasional dengan India serta China. Karenanya, tidak mengherankan apabila pedagang-pedagang asing yang berasal dari dua kawasan tersebut banyak berdiam di sana. Pada mulanya Banten merupakan wilayah kerajaan Hindu Pajajaran. Menjelang abad ke-16 kekuatan lain bangkit di pantai utara Jawa Tengah yakni, Demak yang telah menganut agama Islam, di mana kerajaan tersebut merupakan pendorong berdirinya Banten. Penegak atau perintis Kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayat sehingga kedua kerajaan itu saling bersaudara.
Maulana Hasanuddin, pengganti Syarif Hidayat, memperluas kekuasaan hingga ke Lampung yang semenjak dulu merupakan salah satu penghasil lada utama. Dengan demikian ia adalah peletak dasar bagi kemakmuran Banten selaku pusat peninggalan lada di penghujung barat Pulau Jawa. Semasa pemerintahan Hasanuddin Banten mengalami kemajuan pesat.
Penguasa Banten ketiga, Maulana Yusuf yang merupakan putra tertua Hasanuddin. Menaklukan sisa-sisa kerajaan Hindu Pajajaran pada kurang lebih tahun 1579. Ini merupakan akhir kekuasaan kerajaan Hindu Budha di Jawa Barat. Seiring dengan penaklukan ini para bangsawan dan elit Sunda berbondong-bondong memasuki agama Islam. Ia menaklukkan pula pembangunan perkotaan, mendirikan benteng-benteng berbahan batu bata, dan memajukan pertanian beserta sistem irigasinya.
B. Perkembangan & Kehancuran Kerajaan Banten
Sultan Abdul Kadir atau Abdul mufakir Mahmud Abdul Kadir pengganti Maulana Muhammad memberikan izin bagi VOC dan EIC membuka lojinya di Banten pada 1603. Timbul kekacauan di Banten, karena para bangsawan berebut jabatan Mangkubumi dan walinegara. Sewaktu Aria Ranamanggala menjadi mengkubumi, Banten mulai bersikap keras terhadap Belanda, Inggris, dan orang-orang asing lainnya. Pada saat bersamaan, Jayakarta atau Sunda kelapa tumbuh menjadi pesaing Banten. Kendati demikian, perseteruan antar keduanya dapat dicegah oleh Aria Ranamanggala. Belanda berhasil merebut dan menghancurkan Jayakarta dan merubah namanya menjadi Batavia. Akhirnya, timbul permusuhan yang berujung peperangan antar Banten dan kompeni Belanda. Perselisihan antar kedua belah pihak diakhiri oleh perjanjian tahun 1645 yang isinya dibilang merugikan Banten.
Kerajaan Banten mengalami kemajuan dan kemakmuran besar semasa pemerintahan Sultan Abdul Fatah atau yang sering disebut Sultan Ageng Tirtayasa, pengganti Sultan Abdul Kadir. Beliau berjuang sekeras-kerasnya memajukan perniagaan Banten. Dijalinnya persahabatan dengan pedagang Inggris, Denmark, dan Perancis. Sultan Ageng Tirtayasa memberi kelonggaran sebesar-besarnya pada mereka agar mau Berdagang di Banten. Berkat bantuan mereka, Sultan Ageng Tirtayasa menyelenggarakan Armada berdagang yang berlayar hingga ke Filipina, Makau, India, Persia, dan Arab.
Saingan utama kesultanan Banten mulai suram ketika timbul pecahan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya bernama Sultan haji. Hal ini dikarenakan Sultan haji ingin segera menggantikan ayahnya. Kendati demikian, Sultan Ageng Tirtayasa lebih memilih pangeran Purbaya sebagai penggantinya. Lantas Sultan haji meminta bantuan Belanda. Tentu saja Belanda yang gemar memancing air keruh menyambut dengan gembira permohonan lelah bantuan ini. Pada akhirnya pada 1683, perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipatahkan dan Sultan haji dinobatkan oleh VOC sebagai Sultan Banten berikutnya. Dengan demikian, jatuhlah Banten ke dalam genggaman VOC.
C. Manfaat Kerajaan Banten
Manfaat dari Kerajaan Banten untuk masa saat ini dapat dilihat dari aspek sebagai berikut;
Aspek sosial; sistem kasta menjadi pudar, tetapi terdapat penggolongan kelompok masyarakat yang menunjukkan ketinggian derajat pada struktur sosial di masyarakat. Aspek agama; penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara, khususnya daerah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan Aspek budaya; Kerajaan Banten memperkaya warisan budaya. Salah satu peninggalan Kerajaan Banten adalah Vihara Avalokitesvara. Vihara ini menjadi bukti akan keterbukaan Kerajaan Banten dengan seluruh agama.
Daftar Pustaka
Taniputera, Ivan. 2017. Ensiklopedi Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar