Sofia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bullet Proof

"Bluk," Suara ember Inaya yang penuh dengan cucian sudah sampai di atap. Seperti biasa, di pondok pesantren An-Nur ini, setiap santri menjemur pakaian mereka di atap kamar. Selesai menjemur pakaian, Inaya menenteng embernya yang sudah kosong dan hendak turun ke bawah. Inaya yang berbalik badan untuk turun melihat kak Ariqa yang sedang duduk sambil senyum-senyum sendiri.

"Ehem, masih kepikiran soal Kak Jeka, ya?" Suara Aya yang tiba-tiba berdengung di sampingku.

"Astaghfirullah, jangan suudzon kamu" Aku menyikut lengan Aya.

"Ya, siapa tahu, kan? Lagi pula siapa yang gak seneng bisa ketemu putra pangerannya Ustadzah Nurul" Aya menggoda sambil duduk di dekatku.

Yah, apa yang dikatakan Aya sudah biasa berdengung di kepalaku. Perkataan yang selalu membuatku salting di depan Ustadzah Nurul itu bermula kemarin, setelah piket memasak. Ketika Aku berjalan menuju kamar untuk istirahat, Ustadzah Nurul menghentikan langkahku dan memintaku untuk membantu Kak Jeka menurunkan barang-barangnya. Putra sulung Ustadzah Nurul yang tahun ini memulai tahun pertama kuliahnya itu, berniat untuk mengunjungi Ustadzah Nurul dan menginap beberapa hari kedepan, setelah satu tahun kak Jeka tak pernah datang ke pesantren ini, karena sibuk belajar dan mempersiapkan diri untuk masuk ke universitas.

"Bukan, cuma, gamis hijau itu, tak pernah habis efeknya untuk membuat kakak semakin bersyukur dan bersyukur," Aku tersenyum memandang ke arah gamis tadi.

"Jangan-jangan, karena dikasih sama Kak Jeka, ya?"

"Hehhh, udah ngomongin kak Jekanya, nanti jadi zina pikiran , lagi"

"Iya, iya, habisnya Aku jarang sekali lihat kak Iqa senyum-senyum begitu, memangnya aura apa yang dimiliki gamis itu, sampai buat kakak senyum-senyum begini? Ceritain dong,kak " Aya duduk manis menatapku.

"Baiklah, sebenarnya, sekitar satu tahun lalu, ada teman kakak namanya Flo, dia satu kamar dengan kakak, tapi suatu hari ada kejadian yang membuat kakak ingin menyerah karenanya, tapi karena tak sengaja mendengar perkataan seorang malaikat tak bersayap, kakak mencoba untuk menguatkan diri, dan akhirnya berhasil membuat kakak untuk tetap teguh, Allah memang selalu baik," Aku merapikan posisi dudukku dan mulai bercerita pada adik kelasku yang kadang bicaranya ceplas-ceplos ini.

Sekitar satu tahun yang lalu,

"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di kamar" ucap Flo sambil merebahkan dirinya ke kasur "capek banget rasanya"

"Iya, Alhamdulillah"

Akhir-akhir, kami memang memiliki banyak kegiatan, wajar jika kami selalu mengakhiri hari dengan rasa lelah.

"Kamu udah wudhu sama sikat gigi belum, Flo?"

"Udahlah, tinggal doa abis itu tidur, kan?"

"Iya, aku juga mau siap-siap tidur, Flo tadi kamu..." Belum selesai Aku berbicara, sudah terdengar suara Flo mendengkur pelan. Sepertinya, Flo sangat kelelahan. Akupun menyusul Flo untuk tidur.

"Bangun, bangun, semuanya," suara Ustadzah Nurul yang lembut membangunkanku, "langsung ambil air wudhu terus ke mushola, ya!" ustadzah mengingatkan dengan penuh senyuman. Beliau juga menyalakan lampu kamar kami sehingga kamar menjadi terang. Seterang senyum kak Jeka, eeak.

"Nangam, ustadzah" Aku menjawab ustadzah. "Flo, bangun Flo, kalau terlambat nanti bisa dihukum" Aku mencoba membangunkan Flo

"Emmhh, kepalaku kok pusing banget,ya,Qa, kaya mau muntah rasanya"

Flo memegangi perutnya. Tiba-tiba " Huweek " tak selang lama, Flo muntah. Ustadzah Nurul yang belum jauh dari kamar kami, bergegas untuk melihat apa yang terjadi.

"Astaghfirullah, Flo, sakit, ya? Iqa tolong ambilkan kotak P3K di bawah, ya"

"Baik, ustadzah,"

Aku lantas turun kebawah untuk mengambilnya.

"Ini ustadzah," Aku memberikan kotak P3K yang ustadzah minta tadi.

"Oh, syukron, ya"

"Sama-sama, ustadzah"

Ustadzah Nurul kemudian memberikan minyak pada Flo. Selagi mengobati Flo, Aku dan beberapa teman lain, membersihkan muntahan Flo. Tak terasa waktu hampir subuh, Aku langsung pamit kepada ustadzah Nurul dan Flo untuk ke mushola.

Selesai kegiatan di mushola, Aku melihat kondisi Flo. Ia terbaring lemas dan tengah tertidur pulas. Sepertinya Flo tidak berangkat ke sekolah hari ini. Akupun berangkat ke sekolah tanpa Flo. Sepulang sekolah Aku menyiapkannya makan dan obat untuk Flo.

"Assalamualaikum, Flo " Aku membuka pintu kamar pelan, karena Aku sedang membawa nampan berisi makan siangnya.

"Wa'alaikumsalam" Flo menjawab pelan.

"Ini makan siangnya, kata Ustadzah kamu harus makan dulu sebelum minum obatnya"

Ekspresi Flo memberi tanda bahwa ia tidak mau makan. Demi menjalankan amanah Ustadzah Nurul untuk menjaga Flo, Aku berusaha untuk menyuapinya dan memastikan Flo meminum obatnya. Dan, Alhamdulillah, setelah beberapa pemaksaan, Flo mau makan dan minum obatnya.

Tak hanya hari ini. Setiap hari, Aku membawakan makanan Flo, memastikan ia minum obat, dan membantu pekerjaan sekolahnya, agar Flo tetap mendapatkan nilai. Akhirnya, tidak sampai satu minggu, Flo sembuh dan siap beraktifitas. Karena Flo sudah sembuh kami berangkat ke sekolah bersama.

Kami berdua melaksanakan pembelajaran seperti biasa hingga tak terasa bel istirahat pertama berbunyi. Aku berniat mengajak Flo ke kantin, dan meminta bantuan pada Flo untuk mengerjakan tugas Matematikaku. Karena kami berbeda kelas, Aku yang akan pergi menemuinya. Namun, saat Aku tiba di depan kelas Flo,

"Eh, nyari Flo, ya?" Salah satu teman Flo bertanya dengan ekspresi yang tidak enak bagiku. "Flo, ada di dalem"

"Eh, bentar, kamu, tuh, yang kemarin ngerawat Flo, bukan?" Suara teman Flo yang lain,

"I-Iya" Aku menjawab pelan

"Oh, pantes aja, Flo jadi kaya gitu, jadi kamu ya yang bantuin Flo, besok Flo suruh keluar aja, Aku gak mau kalo anggota kita ada yang temenan sama dia" Arah mata teman Flo melirikku.

"Eh, sejak kapan Aku di bantuin sama, dia, orang kemarin yang ngerawat aku itu Ustadzah Nurul, bukan dia," Suara Flo yang menuju ke arahku.

"Aku gak pernah, kok, minta bantuan sama dia, lagi pula, siapa yang mau di bantu sama orang tengil kaya dia, ih gak mau, ah " kata-kata Flo sontak membuatku serasa di sambar petir.

"Udah, ngaku aja, kamu dibantuin sama dia,kan?" ucap teman Flo yang lain.

"Ihh, mana ada, Aku gak pernah minta bantuan sama dia, dia kan orang miskin, kalo Aku deketan sama dia, nanti Aku ikutan miskin, lagi"

Tanpa berkata lagi, Aku langsung berlari menuju kamar mandi, sambil terus mengusap air mataku. Tak ku sangka, Flo akan mengatakan hal semacam itu. Setelah semua yang kulakukan padanya. Dia menghinaku di depan teman-temannya.

Setelah berwudhu dan membersihkan diri, Aku melangkah kembali ke kelasku untuk mengikuti pelajaran berikutnya, sambil terus berdzikir untuk menenangkan diri. Aku tidak mau menangis ketika di kelas nanti. Namun, saat Aku hendak masuk ke kelas. Ustadzah Nurul menghentikan diriku dan menyuruhku untuk mengikuti Beliau ke kantor. Rupanya, ada Flo juga di sana. Tapi, sepertinya Flo habis terluka, nampak di jarinya ada beberapa perban.

"Aqira, apa benar kamu yang memecahkan botol minum Flo sampai membuatnya terluka?" Ustadzah Nurul bertanya tegas.

"Tidak ustadzah, Saya tadi di kamar mandi, Saya malah tidak tahu kapan botol Flo pecah" Aku mencoba membela diri.

"Dia bohong Ustadzah, orang tadi jelas-jelas dipecahin, tadi pas mau di beresin, serpihan kaca yang dibawa Aqira sengaja dikenain tanganku dan bikin tanganku jadi terluka," mata Flo tertuju ke arahku dengan ekspresi marah.

"Astaghfirullah, tidak Ustadzah, Saya tidak pernah melakukan hal semacam itu, saya tadi di kamar mandi, saya tadi juga..."

"Bohong, jujur aja di depan Ustadzah" Flo memotong pembicaraan.

"Astaghfirullah, saya benar-benar tidak melakukannya" Aku masih mencoba membela diri.

"Jangan bohong!"

"Saya tidak bohong Ustadzah, saya tadi..."

"Sudah, tidak ada gunanya jika hanya bertengkar" Ustadzah Nurul langsung menghentikan pembicaraan. "Aqira, sebenarnya kamu melakukannya atau tidak, tolong jujur dengan Ustadzah, atau kamu mau hukuman saja"

"Tidak, tidak Ustadzah, saya sepenuhnya jujur, saya tadi..."

"Udah jujur aja, apa susahnya,sih?"

"Saya sudah jujur Ustadzah, tadi itu.."

"Sudah, Aqira, setelah pulang sekolah nanti, jangan lupa ke kantor buat ambil hukumanmu" Ustadzah Nurul tegas memberikan hukuman. Padahal Aku tidak tahu apa-apa.

Belum selesai masalah yang tadi, kini Flo justru memfitnahku. Ya, Allah, mengapa begini, hamba pikir, ketika di pesantren semua akan baik-baik saja.

Seperti yang dikatakan Ustadzah Nurul, Beliau memberikan hukuman padaku, di tengah lapangan bendera yang panas, tertulis di kardus yang dikalungkan di leherku, 'Saya tidak mau mengakui kesalahan Saya', Aku sangat malu dengan ini. Setiap santri dan juga ustadz ustadzah yang lewat selalu melihat ke arahku. Disebabkan lapangannya berdekatan dengan asrama santri putra, tak jarang mereka melihat ke arahku dan tersenyum menertawakanku, bahkan ada yang berbisik-bisik mengejekku. Dengan semua kepedihan itu, Aku hanya bisa mengangis dan berharap semoga ada hikmah di balik semua ini.

Setelah menyelesaikan hukuman, Aku pulang ke asrama dan ingin cepat-cepat makan siang, perutku sudah lapar sekali. Namun, setelah sampai di asrama, bukan makan siang yang kudapat, justru fitnah dari Flo yang menuduhku telah mengambil barang milik Ustadzah Nurul.

"Kamu masih belum puas di hukum, ya? Oke, nanti Ustadzah kasih bonus" Ustadzah Nurul menatapku tegas.

Astaghfirullahaladzim, ya, Allah, berikanlah kesabaran. Saat ini hanya Allah yang bisa kuandalkan.

Pagi hari sebelum sekolah, Ustadzah Nurul memberikan hukuman lagi padaku. Hukuman kali ini bahkan lebih memalukan, Aku harus memakai baju yang terbuat dari plastik ke sekolah. Semua mata tertuju kepadaku. Bisik-bisik kata yang menyakitkan tak terhindarkan. Aku hanya bisa berdzikir dan berdoa supaya dikuatkan oleh Allah.

Seharian penuh dengan hukuman memalukan akhirnya barakhir dengan bunyinya bel tanda pulang sekolah. Aku berharap semoga setelah ini keadaan menjadi semakin membaik, namun, justru sebaliknya. Dalam perjalanan pulang banyak teman-teman yang mengejek dan memasang muka aneh ke arahku. Tentu hal ini membuat hatiku terasa pedih. Di asrama hal demikian juga terjadi. Ingin sekali rasanya untuk mengakhiri semua ini. Ketika di kamar, tidak ada satupun teman yang mau berbicara denganku. Akhirnya, Aku mengakhiri malam itu dengan menuliskan kenangan pahit ini di buku harianku. Di akhir halaman, kutuliskan keinginanku untuk keluar dari pesantren, karena Aku merasa tidak kuat lagi menghadapi semua ini.

Setelah selesai menulis di buku harian, Aku teringat kalau Aku belum berwudhu, bergegas Aku turun ke bawah untuk menuju ke tempat wudhu. Saat melewati kamar Ustadzah Nurul terdengar suara kak Jeka,

"Ketahuilah bahwa rasa sakit itu akan berlalu. Dan jika hal itu terjadi, kamu akan menjadi lebih kuat,"

Perkataan Kak Jeka sontak membuat hatiku serasa disinari cahaya seterang surya.

"Masya Allah, terima kasih ya, Allah" tak terasa air mataku menetes dan membasahi pipi. Kak Jeka yang sepertinya menyadari ada orang di dekat jendela, segera bangkit lalu berjalan ke arahku. Cepat-cepat Aku pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan hajatku dan Kemabli ke kamar. Alhamdulillah, setelah beberapa malam penuh kepedihan, malam ini Allah menurunkan rahmat-Nya, terima kasih ya Allah.

Sepulang sekolah, Aku bingung sekaligus bengong melihat barang-barang Flo sudah tidak ada di tempatnya.

"Aqira," suara Flo mengejutkanku.

"Iqa, maafkan Aku, karena telah memberimu banyak beban, seharusnya, Aku memberi kebahagiaan pula untukmu karena telah membantuku. Maafkan Aku, sebab diriku, kamu sampai berkeinginan untuk keluar dari pesantren, bagaimana dengan biaya yang sudah orang tuamu usahakan untuk dirimu," Flo mendekat ke arahku.

"Kamu tidak perlu repot-repot keluar dari pesantren, biar Aku saja yang melakukannya. Oh, iya, sebagai tanda permintaan maaf sekaligus hadiah dariku, tolong terima ini, semoga kita bisa berteman baik" Flo memberikan hadiahnya kepadaku. Ternyata itu adalah gamis hijau yang sama dengan gamis milik Flo. Aku benar-benar tidak menyangka Flo akan memberi hadiah semacam itu untukku. Tak banyak kata bisa kuucapkan. Aku lantas menghampiri Flo dan memeluknya erat-erat.

Lambaian tangan ke arah mobil Flo menjadi pertemuan terakhirku dengan dirinya. Terima kasih Flo, semoga Allah selalu memberimu kemudahan dan kesuksesan.

"Ohh, gitu, pantesan kakak udah gak mempan dikatain soal kak Jeka, udah kebal, ya, sama peluru-peluru kaya gitu" Aya mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda mengerti.

"Ya, begitulah," Aku melempar senyum ke arah Aya.

Terima kasih ya, Allah. Untuk mendapatkan hati yang tangguh, ujian memang jawabannya. Walau, kita sebagai manusia tak menginginkan kepahitan dalam kehidupan, namun, justru kepahitan itulah yang membuat seorang hamba semakin kuat dan tangguh, untuk mengahadapi ujian yang lebih sulit di masa depan nanti. Terima kasih ya Allah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post