Shofiyah Syifa Mujahidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Liburan di Rumah Nini - 1 || MY FAMILY, MY INSPIRATION

Liburan di Rumah Nini - 1

Yeyy, hari ini, sekolah kami sudah libur. Liburan lebaran! Yaa… namanya liburan lebaran, walaupun masih di bulan Ramadhan.

Seperti biasa, pada tahun ganjil, kami akan mengunjungi rumah Aki dan Nini. Sedangkan pada tahun genap, kami tidak ke mana-mana, hanya di rumah menemani Nenek, tapi, Kakak dan Abang Abi yang mengunjungi rumah Nenek, menginap di sini. Jadi singkatnya, di tahun ganjil, kami akan berkumpul bersama keluarga Ummi. Sedangkan kalau tahun genap, kami akan berkumpul bersama keluarga Abi. Mengasyikkan sekali!

Kami sekeluarga menghabiskan liburan kali ini di Citayam, di rumah Aki dan Nini. Kami mempunyai waktu liburan 2 minggu.

Saat itu, Adek Hilmi belum lahir. Jadi, Aa Ikram masih dipanggil “Adek.”

Kami menuju bandara, lalu menunggu di ruang tunggu. Sebelum itu, kami sudah menjamak salat maghrib dan isya’.

Wuzz!! Hampir satu jam kami menunggu, akhirnya, kami berangkat menggunakan pesawat. Di malam hari, di atas pemukiman warga, aku dapat melihat cahaya lampu yang berkelap-kelip di bawah sana. Jika bepergian menggunakan pesawat, aku suka duduk di dekat jendela agar bisa lebih leluasa melihat pemandangan. Namun, di lain waktu, terkadang aku merasa takut duduk di dekat jendela. Seperti ketika sedang hujan, sedang ada petir, dan lainnya.

Aku, Abang Faqih, dan Ummi duduk di bangku deretan di sebelah kanan, jika melihat dari depan pesawat. Sedang Adek Ikram dan Abi duduk di seberang kami bersama penumpang lain.

Beberapa pramugari berlalu-lalang di pesawat. Sebelum take off, pramugari tersebut mencontohkan bagaimana cara memasang sabuk pengaman, pelampung, dan lain-lain. Aku sudah bosan dengan ritual ini. Hehe..

Ketika pesawat sudah berada di udara, pramugari itu datang lagi. Kini, mereka menjajakan makanan dan minuman yang… oh, jangan lihat harganya. Lebih baik membawa makanan dari rumah.

Sseingatku sih, kami nggak pernah membeli makanan di pesawat. Padahal aku ingin sekali.

Aku sangat menikmati perjalanan ini. Biasanya, aku akan tertidur di 30 menit terakhir, sebelum pesawat landing. Dan aku akan terbangun karena telingaku sakit ketika mau landing.

Aku juga sering mengalami guncangan-guncangan ketika sedang berada di udara.

Terkadang, aku merasa ragu dan takut-takut jika ingin bepergian menggunakan pesawat. Apalagi saat mendengar berita-berita tentang pesawat jatuh, pesawat hilang kontak, dan lainnya.

Tapi di satu sisi, aku senang bepergian menggunakan pesawat (terumata jika ingin ke rumah Aki dan Nini). Karena hanya memakan waktu kurang lebih 1 jam 40 menit perjalanan. Ditambah sekitar kurang lebih 1 jam 18 menit perjalanan dari bandara Soekarno Hatta di Jakarta ke Citayam menggunakan mobil atau taksi.

Jadinya, lebih hemat waktu, dan kami bisa liburan lebih lama di sana.

Ketimbang memakai mobil. Membutuhkan waktu 3 hari 2 malam. Wihh.. Tapi, aku di satu sisi, aku juga senang bepergian ke Citayam menggunakan mobil. Alasan yang pertama, karena jika menggunakan mobil, bisa singgah dulu ke tempat yang menarik. Kedua, aku suka jika sudah memasuki kawasan pelabuhan Bakauheni menuju pelabuhan Merak. Aku suka terombang-ambing (walau pelan) di atas kapal feri, memakan pop mie, dan melihat hamparan selat sunda yang… wahh, luas sekali!

Tapi, kalau menggunakan mobil, itu banyak memakan waktu liburan kami.

***

Nyiunggg…. Yeyy, akhirnya, setelah melayang-layang bersama pesawat selama kurang lebih 1 jam 40 menit, kami mendarat dengan mulus di bandara.

Alhamdulillah! Selamat datang di bandara Soekarno Hatta!

Ngggg… aduhh, telingaku terasa sakit sekali. Ini yang aku tidak suka jika landing. Eh, tapi kalau nggak landing, gimana mau turun, ya? Hehe… ada-ada saja.

Bagi kalian yang sudah pernah terbang bersama pesawat, pasti sudah mengalami “Telinga sakit” ketika pesawat ingin landing.

Aku tidak tahu persis apa penyebabnya. Aku dengar-dengar sih, katanya karena tekanan udara. Yeah, kebetulan juga, aku tidak terlalu tertarik membahas itu. Aku memang kurang menyukai pembelajaran IPA, entah mengapa. Sangat bertolak belakang dengan Abang.

Sebelum pesawat landing, terdengar pengumuman yang mengharuskan penumpang memakai sabuk pengaman, dan memperbaiki posisi duduk yang benar.

Di pelajaran fisika kelas 7 ini, aku baru tahu dari cerita Ustadz Ervan.

“Menurut para ahli, kendaraan yang paling aman adalah kendaraan di udara (pesawat).”

Eh, tapi itu benar, lho. Coba amati, kendaraan darat, mau pun kendaraan air, lebih banyak kecelakaannya dari pada pesawat.

Setelah pesawat benar-benar berhenti dan dipasangkan… hmm.. Aku menyebutnya jembatan pesawat. Jembatan yang menghubungkan dari pintu pesawat ke pintu ruang tunggu bandara.

Para penumpang dipersilakan turun. Pesawat menjadi sesak, penuh. Beberapa penumpang mengambil tas yang diletakkan di bagasi atas. Abi mengisyaratkan kepada kami, agar duduk tenang dulu. Membiarkan penumpang sedikit berkurang, agar kami bisa keluar tanpa berdesak-desakan.

Aku menggerutu. Padahal, aku sudah tidak sabar ingin sampai di rumah Aki dan Nini. Dan aku yakin, Aki sama Nini sudah menunggu kami di rumah mereka.

Berangsur-angsur, penumpang mulai makin sedikit. Abi kembali memberikan kami isyarat. Kali ini, isyarat untuk keluar dari pesawat.

Aku dengan semangat berlarian di jembatan pesawat. Waktu itu, aku memang masih kecil. Umurku sekitar masih 9 tahun, ketika kelas 4 SD.

Bandara ini, bandara yang tidak asing lagi bagiku. Tapi, meski aku sudah beberapa kali berada di bandara ini, aku tetap tidak terlalu ingat tata letak ruangnya.

Abi dan Ummi masih berjalan di jembatan ketika aku, Abang Faqih, dan Adek Ikram sudah keluar dari jembatan. Abang dan Adek berlari-larian di bandara selagi menunggu Abi dan Ummi datang. Aku tidak banyak tingkah, mengangkat bahu, dan duduk manis di kursi.

Uhmm… uahhh! Aku menghirup udara bandara ini. Aku membayangkan muka-muka imut adik sepupuku. Di keluarga Ummi, Abang Faqih cucu tertua pertama yang Nini miliki. Aku cucu tertua kedua, Kia—adik sepupu kami—cucu tertua ketiga. Kalau tidak salah, Adek Ikram berada di urutan keempat.

Aku juga membayangkan wajah ceria Nini yang sudah menunggu kami di rumahnya. Dann… Aki yang selalu menjahili kami dengan jenggot beliau yang lebat.

Ahh, aku ingin segera bertemu mereka semua. Aku menoleh ke arah jembatan, melihat Abi dan Ummi. Eh? Kosong? Aku menoleh ke sana kemari. Ternyata, Abi dan Ummi sudah berdiri di dekat Abang dan Adek.

Kami bergegas menuju tempat pengambilan barang yang diletakkan di garasi pesawat.

Malam ini, aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Aki, Nini, sepupu-sepupuku, dan Mamang, serta Bibi yang aku sayangi.

***

Yeyy, ceritanya udah ada satu bab. Hehe, tapi maaf ya. Yang untuk cerita ini, dibagi lagi perbab. Nggak ngerti ya? >< Pokoknya, insyaallah besok posting cerita ini yang bab keduanya. Soalnya, mau dikejar hari ini, rada males. Hehe…

Terima kasih telah membaca dan nantikan cerita berikutnya!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ternyata kita mirip juga ya teh, sifatnya. ga tertarik IPA, terus klo yg lain lari-larian, duduk ajah. Aku juga pernah pesawatnya mau jatuh, alhamdulillah selamat.

06 Jan
Balas

Deg-degan kan pas mau jatuhnya? Alhamdulillah selama kami naik pesawat belum pernah hampir mau jatuh. Hehee.. Entah ngapa rasanya pelajaran IPA menyusahkan :)

06 Jan

Senangnya liburan ya Kak...

05 Jan
Balas

Hehe, itu udah lama... Beberapa tahun lalu.

06 Jan



search

New Post