Shofiyah Syifa Mujahidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kejutan Senin Pagi - 1 || Sahabat Dunia Akhirat

Kejutan Senin Pagi

Hari Senin datang lagi. Artinya, seluruh murid harus memakai seragam merah putih. Lalu ada upacara bendera, berdiri tegak, khusyuk, pemeriksaan kerapian, dan lain-lain. Entah mengapa, aku sangat menantikan kedatangan hari Senin. Menurutku, hari Senin itu unik dan menyenangkan. Mengapa unik? Karena, di seluruh sekolah di Indonesia akan melakukan upacara, mengenang jasa para pahlawan yang gagah berani membawa Indonesia ke ambang kemerdekaan. Mengapa menyenangkan? Karena di hari Senin, pelajarannya mengasyikkan dan… ah, pokoknya menyenangkan!

Maka dari itu, pagi ini aku bangun dengan semangat. Lalu aku membaca doa bangun tidur, bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk menjalani hari dan menambah tabungan pahala.

Byurr! Air pagi hari masih terasa dingin di wajahku ketika berwudhu, membuatku semakin bersemangat. Lalu, aku melaksanakan salat sendirian di kamar.

Eh, ngomong-ngomong kamar, aku akan menceritakan sedikit kisah mengenai kamarku ini. Sebenarnya, kamar yang aku tempati sekarang ini dulunya kamar Nenek, ibu dari Abi. Kami memang tinggal bersama Nenek. Sewaktu awal-awal pasca pernikahan Abi dan Ummi, mereka tinggal di Depok. Abi pernah menceritakan letak ruangan dan kondisi rumah Abi Ummi dulu. Abi dan Ummi tinggal di Depok sampai Abang Faqih berusia 1 tahun 5 bulan. Otomatis, Abang lahirnya di Depok.

Lalu, tahun 2009, Abi memutuskan untuk pindah ke Pekanbaru, tinggal di rumah Nenek sekaligus menjaga Nenek. Apalagi, Atuk sudah duluan meninggal. Aku sendiri belum sempat melihat wajah Atuk. Hiks…

Jadi, Abi, Ummi, dan Abang Faqih pindah ke Pekanbaru sebelum aku lahir. Nah, waktu kami masih kecil-kecil, Abang, Adek (namanya Ikram, adik pertamaku yang lahir tahun 2012. Ketika Hilmi lahir, panggilannya jadi Aa), dan aku tidur di kamar yang terletak di samping kamar Ummi dan Abi. Sampai pada bulan September 2019, Nenek sering terjatuh karena kurang seimbang, sehingga Nenek dibelikan Mak Uwo Winda kursi roda. Karena kursi rodanya enggak muat masuk ke kamar Nenek yang kecil, jadi kamar Nenek dipindahkan ke kamar kami. Kami pun otomatis ikut-ikutan pindah. Aku jadi ke kamar Nenek yang lama, sedangkan Abang dan Adek ke kamar yang satunya lagi, dulunya kamar tamu. Jadi, kalau ada tamu yang menginap, Abang dan Adek numpang di kamarku.

Nah, itulah sekilas tentang sejarah kamarku.

Sekarang balik lagi ke ceritanya.

Sesudah salat, aku bergegas mandi. Selepas mandi dan memeriksa kembali kelengkapan sekolahku, aku pun mengambil piring untuk sarapan, lalu masuk ke dalam mobil. Yah, aku sarapan di mobil, agar tidak terlambat. Abang yang juga sekolah di MIM (sebenarnya waktu Abang kelas 1 SD, Abang sekolah di SDIT Al-Fikri, tapi kelas 2 pindah) ikut naik ke mobil. Kami diantar Abi ke sekolah. Ummi yang saat itu menjadi kepsek di MIM sudah berangkat duluan menggunakan motor, agar tidak terlambat.

***

Perjalanan yang berdurasi waktu 7 menit itu sama sekali tidak terasa bagiku. Akhirnya, kami sampai di depan sekolah. Aku berpamitan pada Abi dan mencium punggung tangannya.

Aku berjalan santai menuju gerbang sekolah. Tepat di depan gerbang, ada beberapa Ustadz Ustadzah yang berdiri, bersedia menyambut kedatangan siswa.

Aku menyalami satu-persatu Ustadz dan Ustadzah itu. Karena aku sudah kelas lima, jadi aku bersalaman kepada Ustadz layaknya bersalaman kepada yang bukan mahram. Lalu dengan langkah ringan, aku menuju gerbang sekolah. Dari tempat guru-guru berdiri tadi, gedung sekolahku yang gagah telah tampak. Berwarna biru. Terlihat teduh. Aku suka warna itu.

Sesampainya di lapangan sekolah, aku melihat sudah banyak siswa yang mengambil barisan. Biasanya, siswa-siswa ini yang suka berbaris di depan. Jadi, mereka harus cepat-cepat mengambil barisan pertama. Aku juga pernah seperti itu, sih. Terkadang, berada di barisan belakang itu membosankan. Kita tidak leluasa melihat kejadian di depan. Di halaman itu, aku melihat Aca dan Atika (sahabaku), serta beberapa teman perempuanku.

Aku berbelok ke kanan, menuju tangga ke lantai dua. Bagunan di sekolahku ada dua. Bangunan di depan berbentuk seperti huruf L, namun sama panjang. Kalau L kan, ada yang lebih panjang. Nah, di tengah-tengah nya ada lapangan. Dulu, waktu aku masih kelas satu dan dua, karena bangunan sekolahnya masih yang di depan ini saja (yang di belakang belum ada) jadi kami melaksanakan upacara bendera di halaman depan ini. Oh ya, sewaktu aku masih kelas satu, bangunan sekolahku masih ada 1, yang berada di depan. Bangunan itu merangkup delapan ruang. Satu ruang guru, bergabung dengan ruang kepala sekolah. Di sampingnya ada ruangan kelas 2B. Lalu ruang kelas satu ada dua, kelas 1A dan 1B. Lalu di lantai 2, ada ruangan kelas 2A, ruang kelas 3A, dan ruang kelas 4A. Kalau tidak salah seperti itu sih, karena aku lupa-lupa ingat. Hehehe...

Aku alumni angkatan 4 bersama teman-temanku. Jadi ya, sekolahku saat itu masih baru.

Ketika aku mau menginjakkan kaki di tangga, ada seseorang menepuk pundakku.

Aku menoleh ke belakang. “Shof, mu dipanggil Zah Hikmah di kantor,” katanya. Aku segera menuju ke kantor. By the way, Ustadzah Hikmah itu nama Ummi. Tapi kalau di sekolah, aku tetap manggil zah Hikmah. Malu dong, kalau tetap panggil Ummi.

Aku segera berlari menuju kantor. Tidak seperti biasanya Ummi memanggilku ketika baru datang. Sesampainya aku di kantor, ternyata…

“Teh (panggilanku di rumah), dia anak baru, tolong temenin dia ke kelas ya. Namanya Sabrina,” bisik Ummi—eh, bisik Ustadzah Hikmah. Aku melihat ke arah anak baru itu. Dia tersenyum kaku, lalu berdiri. Perempuan, tinggi badannya lebih dariku, dan… seragamnya sedikit beda. Ia memakai jaket kecil berwarna merah.

Tanpa berkata-kata lagi, kami langsung berjalan tanpa suara. Kami melewati lapangan tempat upacara akan dimulai, banyak anak yang menatap ke arah Sabrina. Teman-temanku yang sudah mem-boking barisan menatap kami berlalu. Aku cengar-cengir, menatap Sabrina juga dengan ujung mata. Kelihatannya, dia pemalu.

Akhirnya, sampailah kami di lantai 3. Aku meletakkan sepatu di rak. Sabrina mengikuti. Kebetulan, di lantai 3 ini hanya ada kelas 5 dan wc. Kelas 5 Thalhah adalah kelasku, dan kelas 5 Bilal bin Rabah.

“Shofiya—” ucapan Kinan terhenti begitu melihat Sabrina. Oh ya, Kinan itu juga sahabatku. Aca dan Atika juga sahabat kami berdua. Tapi, aku lebih akrab dengan Kinan, sedangkan Aca dengan Atika.

Aku meletakkan tas di sebelah Kinan. Di dalam kelas, sudah ada ustadzah Eno. Zah Eno menyuruh Sabrina duduk di antara aku dan Kinan.

Ughh, masa’ aku dan Kinan diberi jarak sih?

Kinan menatapku, lalu menghampiriku.

“Siapa?” bisik Kinan.

“Murid baru,” jawabku singkat. “Udah, turun yuk, nanti barisan kita diambil,” kataku pada Kinan. Kinan mengangguk dan mengambil topi merahnya, lalu duluan keluar kelas.

“Baris di luar yuk,” ajakku kepada Sabrina. Ada sedikit canggung di percakapan kami. Aku memakai topiku untuk mengatasi salting. Kulihat, dia mengangguk pelan.

Kami pun keluar. Aku menunggunya sampai ia selesai memakai sepatu kembali. Lalu, kami berbaris. Di barisan, aku dan Sabrina berpisah. Aku di barisan depan, karena Kinan sudah nge-boking barisan untukku. Kami berdua memang suka berbaris di depan. Di belakangku ada Aca, dan Atika di belakang Kinan. Sedangkan Sabrina berada di barisan paling belakang. Hmm, dia memang pemalu, ya.

Bel berbunyi, kami pun melakukan upacara dengan khidmat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut ya teh.. seruuu!!! juga panjang!!

02 Feb
Balas

Okeyy-!! Makasihh-!!

03 Feb



search

New Post