Shofiyah Syifa Mujahidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CERPEN II: Baju Gamis Bunga

CERPEN II: Baju Gamis Bunga

Baju Gamis Bunga

Oleh: Shofiyah Syifa Mujahidah

Lebaran tinggal 2 hari lagi. Lebaran tahun kemarin, ayah masih bisa menemani Bunga dan ibu di rumah yang berukuran sedang ini. Namun sepertinya, lebaran kali ini hanya tinggal Bunga dan ibu saja. Ayah sudah almarhum.

Di lebaran kali ini, ibu mencoba membuat kue kering khas tangan ibu sendiri. Tidak memakai resep mana pun, dan hanya mengandalkan tangan yang terbiasa membuat kue. Bunga kagum dengan ibu. Meski beberapa kali kue sempat gagal, ibu tidak menyerah dan mencoba lagi. Bunga sempat cekikikan melihat ibu yang sesudah subuh langsung meluncur ke dapur.

Karena ibu mencoba membuat kue sendiri tanpa membaca resep mana pun, Bunga urung untuk membantu ibu di dapur. Bukannya apa-apa. Hanya saja, Bunga takut kalau bahan yang dimasukkan ternyata salah. Ia memilih membersihkan rumah, mengganti sprei dan tirai kamar, serta mengelap perabotan.

Persiapan menjelang lebaran memang membuat badan lelah, tetapi hati senang. Hanya saja, Bunga masih mencari sesuatu hal yang mesti ia temukan.

Bunga celingak-celinguk melihat ke sana kemari. Dahinya berkerut. Mulutnya selalu saja mengucapkan kata, “Di mana, sih?” sambil menggaruk-garuk kepala.

“Nyari apa sih, Bunga?” ibu menegurnya. Bunga menoleh ke arah ibu.

“Ini, Bu. Nyari baju gamis Bunga yang warna biru itu buat lebaran. Ibu ada lihat?” Bunga bertanya seraya membongkar lemari.

Ibu geleng-geleng kepala, “Untuk apa sih, kamu sampai segitunya nyari gamis? Baju gamis kamu yang lain kan banyak,” ujar ibu. Duduk di atas kasur sambil melihat anaknya membongkar lemari adalah pilihan ibu.

Bunga nyengir. “Habis, gamis itu sangat berarti bagi Bunga, Bu!” serunya. Matanya berbinar-binar. Ia berdiri lalu berjalan ke arah lemari kepunyaannya yang satu lagi, lalu kembali membongkar isinya.

“Di mana, sih?” katanya lagi.

“Sangat berarti bagaimana maksudmu?” tanya ibu tak mengerti. Bunga menoleh sebentar, lalu tak menghiraukan ibu.

Ibu merasa heran dengan Bunga. Ini anak kenapa, sih? Namun, ibu tampaknya tak ingin melanjutkan pertanyaan ataupun pernyataan lain. Segera saja ibu bangkit dan keluar dari kamar Bunga. Sepertinya, ibu mau membuat kue lagi.

Tapi, belum sempat kaki ibu keluar dari kamar, Bunga berkata, “Bu, kalau Mbak Ingsih datang, tolong tanyakan di mana letak gamis Bunga itu, ya! Kemungkinan, Mbak Ingsih yang menaruh gamis Bunga.”

Ibu berdecak sambil berlalu.

Bosan mencari di kamar dan tidak kunjung dapat, Bunga beralih ke jemuran di halaman belakang rumah. Dengan teliti, ia menelusuri pakaian demi pakaian yang sedang terjemur. Hasilnya? Nihil. Gamis itu tidak berada di sana. Lalu, Bunga mencari gamis itu di tumpukan baju kering yang belum tersetrika, di cucian, di tumpukan kain kotor, dan berbagai tempat ia jelajahi. Namun tetap tidak ada.

Bunga menggaruk-garuk kepala. Tiba-tiba, ia kebelet pipis. Bunga lari terbirit ke kamar mandi dan membanting pintu keras saking kebeletnya. Usai pipis, Bunga mencari gamisnya di kamar ibu. Mana tahu terselip.

Keluar dari kamar ibu, Bunga pasrah. Ternyata gamis itu tidak kunjung ditemukan. Padahal lebaran sebentar lagi. Ia menghempaskan tubuh di sofa ruang tamu sambil melepas lelah. Kerongkongannya minta dialiri air, namun sepertinya Bunga tak bisa mengabulkan permintaan kerongkongannya itu. Iyalah, wong dia puasa.

Ibu yang baru saja mencuci tangan menegur Bunga. “Bunga, bantuin Ibu saja, yuk! Tidak apa-apalah, nanti Ibu beri tahu kamu apa aja bahan-bahannya.”

Bunga hanya menoleh sebentar, lalu menggeleng. “Enggak ah, Bu. Nanti aku malah mengacaukan,” Bunga manyun.

“Ahh, tidak apa-apa. Namanya baru latihan,” hibur ibu. “Nanti Ibu bantu carikan gamisnya deh.”

“Sudah dicari kemana-mana tadi tetap tidak ada. Heran, gamis sebesar itu kok ya bisa ngilang?”

“Mungkin di jemuran.”

“Tidak ada.”

“Lemari baju?”

“Juga tidak ada.”

“Tumpukan baju kotor?”

“Apalagi.”

Laundry?”

“Eh?” Bunga terbelalak. Iya, ya! Mungkin saja di laundry! Ibu memang tidak sempat menyetrika baju. Jadinya, baju ibu dan Bunga selama ini di laundry. Hatinya langsung melonjak-lonjak senang.

“Kenapa?” ibu tampak heran melihat raut wajah Bunga yang langsung cerah.

Bunga langsung berdiri dan berlari ke arah ibu. “Iya juga, bu! Mungkin masih di laundry! Ahh …, Ibu memang hebat, deh!” Bunga mengangsurkan dua jempolnya ke depan ibu. Ibu tertawa.

Malam harinya, tukang laundry itu datang ke rumah Bunga. Ketika menerimanya, Bunga dapat melihat baju gamis yang ia cari. Bunga langsung membuka bungkusan laundry di ruang tengah. Sedang ibu yang sedang membayar laundry masih terheran-heran, mengapa Bunga bela-belain mencari gamis itu di seluruh penjuru rumah.

Maka selesai membayar pun ibu langsung duduk di samping Bunga yang sedang merogoh-rogoh kantong gamisnya itu.

“Kenapa kamu kok nyariin gamis itu?” tanya ibu penasaran. Bunga hanya tersenyum, tetap dengan tangan yang sibuk merogoh kantong.

Tak lama kemudian, Bunga mengeluarkan sesuatu dari balik kantong. “Taraa!!” ucapnya. Ibu malah melongo melihat benda yang dikeluarkan Bunga itu.

“Ini yang kamu cari?” ibu mengambil 2 lembar 50 ribuan dari tangan Bunga. Bunga mengangguk.

“Kan bisa jadi tambahan untuk THR. Hehehe …,” Bunga cengengesan. Ibu tersenyum.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post