Nasywan Aqila Auliarai

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

0005

0005

“Woi, ayo bangun jangan tidur mulu,”

“Nggg... Aku takut, apa monsternya sudah mati?”

“Lihat saja sendiri...” dengan gerak yang patah-patah ia melongok keluar jendela, melihat kondisi monster tersebut.

“Kakak apakan monsternya hingga jadi seperti itu?”

“Dia bodoh, dia mengikuti kakak yang terbang menju langit hitam, kakak ikat saja ia dengan rantai air, lalu petir datang menyambarnya deh, terus mati,” jelasku dengan singkat padat dan jelas.

“Ya sudahlah, ayo kita ke dalam!” ajakku sambil memamerkan kunci yang berhasil kudapatkan.

“Baiklah...” dia hanya menurut saja.

Tanpa basa-basi aku langsung memasukan kunci itu ke lubang kunci, aku pun memutar kunci tersebut kemudian terdengarlah sebuah suara, CKLEK….

Saat melakukan itu aku sempat melihat sebuah alat seperti kotak di samping pintu itu, aku sempat berpikir, itu apa?

Ah bodo amat dah yang penting dah bisa masuk, pikir benakku.

Pintu besi itu pun terbuka.

CESHHH… Pintu itu terbuka dengan halus, dari ruangan tersebut keluar asap putih, semua ini terjadi layaknya di film-film cinematik.

“Jadi tunggu apalagi? Ayo kita masuk,” ucapku.

Lalu kami pun memasuki ruangan tersebut dengan adikku terlebi dahulu.

= # =

Dingin ac, ahhh… Sejuknya... Itulah kesan pertamaku setelah memasuki ruangan yang kuncinya berada di tempat yang tidak logis.

Lagi pula kenapa ayah mempunyai kantor di tempat yang berbahaya ini. Jika digambarkan ruangan tersebut seluas 5 kali kelasku di sekolah. Di sana terdapat alat-alat canggih (dan aneh) di sekitar dinding terdapat corat-coret ala professor yang berupa rumus fisika, kimia, dan kata-kata ajaib lain yang tak kumengerti.

Dan yang paling mencolok sebuah meja bundar terbentang di tengah ruangan tersebut, disertai kursi yang biasa dipakai orang rapat dengan tombol yang banyak serta membingungkan berada di meja tersebut.

Kakakku langsung saja berjalan menuju meja tersebut dan memencet salah satu tombol yang berada di meja tersebut. Langsung saja muncullah gambar hologram full color dengan wajah yang sangat kukenal.

“Ayah!” teriakku bahagia melihat seseorang yang tak lain adalah ayahku.

Ia terlihat seperti biasanya, menggunakkan jas lab yang berwarna putih lusuh sedikit kotor. Tak lupa pula beberapa pulpen yang tersemat dikantong bagian atas kiri jas lab-nya.

Matanya yang hitam legam sama dengan kakakku, menyiratkan sebuah kesan misterius bagi yang baru bertemu. Tapi bagiku sama seperti orang pada umumnya. Raut wajahnya yang terkesan kecapekan, tapi jika dilihat dari warna rambutnya yang sudah mulai memutih terlihat ada kebijaksanaan di dalam dirinya. Walaupun umurnya sudah 50 tahun ia tak terlalu terlihat demikian. Semangatnya selalu menggelora setiap ada objek atau subjek temuan baru.

Jangan lupakan kacamata kotak tanpa frame yang selalu dipakainya dan juga celana hitam yang menjadi kebiasaannya atau lebih tepatnya karena sibuk gak pernah ganti celana. Jangan salah sangka, ayahku adalah penemu celana tersebut. Celana yang bisa tetap bersih dan wangi meski tidak diganti selama 1 tahun. Dan itulah yang membuatnya tak ingin ganti celana.

Itulah ayahku. Azrez Xenos. Pemimpin kedua perusahaan PT. Xenos Alpha. Dan yang seperti kalian tahu, suatu hari nanti kakakku akan menjadi pemimpin ketiga menggantikan ayahku cepat atau lambat.

“Wah-wah… Anak ayah sudah sampai, inginnya ayah sekarang ingin memeluk kalian berdua, tapi ini hanya hologram,” kata hologram itu dengan nada yang sangat tulus.

“Ayah sekarang ada di mana?” tanyaku to the point.

“Sayang sekali, ayah yang ini hanya program A.I dengan ingatan dan perasaan yang ayah kalian installkan beberapa tahun silam, jadi ayah sendiri sekarang tidak tau diri ayah yang asli berada di mana,” jawabnya dengan nada berusaha menenangkan.

“Tapi, selalu ada dua kemungkinan minimal. Bahwa ayah yang asli sudah tiada ataupun masih hidup, namun setidaknya kau harus selalu berpikir positif pada setiap keadaan,” ujar hologram itu dengan sok bijak.

Aku pun termanggu, mencerna kata-katanya. Aku tahu semua pasti ada dua kemungkinan. Minimal. Dan selalu ada jutaan sesuatu yang tak terduga di tengah-tengahnya.

“Yah, sebelum ke pertanyaan lain, aku ingin tanya, kenapa ayah membuat tempat yang penting ini di tempat yang berbahaya ditambah di puncak gedung yang dipenuhi monster?” tanyaku masih tak paham dengan kondisi yang baru saja aku lalui. Itu tidak logis.

“Kalian tidak naik lift?” hologram itu balik bertanya.

“Lift?!” ucapku berbarengan dengan kakakku. Kami terkejut bukan main.

“Yups, di lantai 1 ada lift yang langsung menuju lantai 200 tanpa hambatan sedikit pun,” jawab hologram itu dengan sangat santai.

“Bukankah seharusnya tidak ada listrik di kota semacam ini?” tanya kakakku heran.

“Hmm… Siapa bilang? Kalau begitu bagaimana caranya slime penyeimbang bangunan masih berfungsi saat ingin roboh padahal listrik di gedung ini tiada?”

Saat itu juga hatiku dan kakakku hancur menjadi abu dengan penuh penyesalan yang sangat mendalam, berpikir bahwa pertarungan hidup mati kami sangat sia-sia.

“Nih, gambar lift di lantai 1,” seketika itu juga muncullah denah gedung ini dalam bentuk hologram blue print 3D dan di fokuskan ke lantai 1. Terlihat dengan jelas lift dengan sebuah kata yang sangat besar di atas pintu lift itu yaitu ‘Untuk Keluarga Xenos Silahkan Mendekatkan Mata Anda Ke Alat Pendeteksi Iris Mata Di Samping Pintu Lift Untuk Bisa Naik Ke Lantai Berapa pun

“Tidak mungkin!” teriakku histeris.

Kulihat kakakku pun juga terlihat syok melihat hologram 3D tersebut dan berusaha tenang seperti air yang tak beriak.

“Kakak, kau bodoh sekali!” ucapku sambil melihat ke arah kakakku.

Kakakku hanya bisa terdiam dan bersiul sok-sok tak tahu dan tak peduli, dengan wajahnya yang polos serta menyebalkan.

“Jika kalian tidak naik lift, artinya kalian dapat membuka pintu ruangan ini dengan mudah,”

“Maksudmu mengambil kunci di penangkal petir yang dijaga oleh monster kelabang raksasa?”

“Ah… Kalian tidak memakai pendeteksi sidik jari di pintu itu? Hmm… Sungguh keputusan yang sangat berani, ibu kalian pasti akan bangga,”

Kali ini terlihat raut wajah kakakku berubah. Awalnya pura-pura tidak peduli langsung menatap tajam ke arahku serta aura-aura sebal terasa sangat menusuk bagai hawa dingin dimusim dingin. Langsung saja aku merasakan hawa-hawa pembunuh terpancar dari mata kakakku.

“Ka-kali ini kita seri,” ucapku berusaha menyeimbangkan keadaan yang dimana aku bisa menjadi itu.

“Dasar anak-anak bodoh,” ucap hologram tersebut sambi memegangi kepalanya.

“Engg… Kenapa gedung ini tidak roboh?” tanyaku pada ayah mencoba mencairkan suasana yang super konyol ini.

“Mengapa? Bukankah sudah kukatakan… Itu karena sistem keamanan gedung ini, di bawah sana ada sistem keamanan yang mana kalau gedung ini mau jatuh atau roboh, maka alat sistem keamanan itu berfungsi mengeluarkan slime yang dapat keras dan lengket agar gedung ini tetap bertahan lebih lama sebelum benar-benar roboh,” ia pun menampilkan bentung blueprint gedung ini di bagian keamanan yang baru saja ia katakan.

“a-a-a-apa?!” teriakku histeris lagi karena tak percaya bahwa seharusnya aku tak perlu panik disaat-saat tegang barusan.

“Oke-oke, ayah sekarang pergi ke inti utamanya. Kenapa ayah menyuruh kita pergi ke tempat ini?” ucap kakakku berusaha mengakhirkan kekonyolan yang terjadi di ruangan itu.

“Nah bisa dibilang di sini ayah ingin memberikan barang-barang penting apalagi sekarang dunia mengalami keadaan kode merah, keadaan di mana akan terjadi perang dengan skala dunia,” ucap hologram itu dengan air muka yang sangat serius.

“Benar, terlihat dari pergerakan pengkhianat yang memperlihatkan hasil eksperimen ayah untuk menyerang berbagai negara, kemungkinan besar tujuannya sekarang adalah untuk menguasai dunia,” tambah kakakku.

“Mungkin,”

“Tapi sementara ia sedang berdiam diri di Kota Archfiend dan berhenti menyerang setelah ia menguasai Kota Neoz salah satu kota di selatan Vermilion Kingdom,” lanjut hologram itu.

“Bla-bla-bla-bla~”

Dengan itu ayah dan kakak pun melakukan percakapan yang tidak bisa dimengerti oleh otak kecilku ini, memang dari dulu jika ayah dan kakakku bersatu maka alhasil mereka akan berdiskusi tentang sesuatu yang sangat rumit dan rumit dalam waktu yang cukup lama.

Percakapan itu berlangsung lama, kadang mereka beraut muka sangat kaku dalam topic yang tidak kumengerti. Otakku seakan-akan mau meledak jika mendengarnya lebih jauh.

Seperti di rumah jika ayah dan kakakku sudah memulai obrolan gilanya, maka aku akan melakukan hal lain karena cukup tidak mungkin jika ayah dan kakakku memutuskan berhenti bicara dalam hal seperti `bagaimana seorang psikopat menghancurkan dunia?’

Aku pun berkeliling di ruangan itu. Mataku berbinar-binar melihat berbagai benda aneh nan keren. Dalam satu kesempatan aku iseng mengambil sebuah bola aneh dari meja di sudut ruangan dan memasukannya ke dalam saku.

Diantara waktu itu, ayahku pun sepertinya menyadari bahwa jika anak satunya lagi dibiarkan maka mungkin saja anaknya dengan tidak sengaja meledakkan ruangan tersebut dengan benda-benda di ruangannya.

“Etherias, kelihatannya kamu bosan,” secara tiba-tiba hologram itu berbicara kepadaku.

“Iya. Tau sendiri aku tak akan paham apa yang ayah dan kakak katakana” ucapku jujur.

“Kalau gitu kamu nonton saja,” tawar hologram itu.

“Eh… Dimana?” tanyaku mendengar tawaran tersebut.

“Dasar, hidup itu bukan soal kesenang terus tau,” kakakku mengomentari sikapku dengan nada yang gusar. Sang hologram pun mengangguk setuju kata-kata kakakku.

“Tuh, ada di atas meja ada laptop. Silakan,” lanjut sang hologram sambil menunjuk ke arah meja yang berada tepat di sampingku. Langsung saja aku berlari menuju meja yang ditunjukan hologram tersebut dan mencari laptop tersebut.

Tanpa kusadari hologram yang berbentuk ayahku itu menghembuskan nafas lega. Mataku pun berbinar-binar melihat benda yang berbentuk persegi panjang berwarna bening itu.

Tanpa pikir panjang aku mengambilnya lalu menyalakan laptop itu dan mencolokkan flashdiskku yang selalu kubawa dan berisi film-film yang kusukai lalu aku pun mencari film yang kuinginkan, aku menemukan film robot yang selalu kunonton dan pada akhirnya aku larut di duniaku sendiri.

Selama itu juga kefokusanku 100% tertuju pada layar hologram laptop yang menampilkan aksi robot yang keren. Sudahlah begitu kualitas filmnya adalah hyperfull K (34.400p), semakin betahlah aku duduk tanpa bergeming. Tenggelam dalam duniaku sendiri.

= # =

“Etherias, ini sudah waktunya untuk berpisah dengan kesenangan,” ucap kakakku sambil memegang pundakku dari belakang, menyadarkan diriku dari dunia robot yang sedang aku selami.

Duniaku seorang diri. Yang di dalamnya hanya ada aku dan semua imajinasiku. Lagi pula aku masih harus menyelesaikan film robot yang tengah aku tonton.

“Sekarang kita benar-benar harus segera pergi ke Marz Empire. Kemungkinan situasinya akan semakin gawat,” lanjutnya.

“Tapi bagaimana dengan ayah, lagi pula kenapa kita disini saja yang merupakan tempat yang aman,” ucapku berusaha meyakinkan pendapatku kepada kakakku, lagi pula aku masih ingin melanjutkan serial robotku yang episodenya masih lumayan banyak.

“Kita harus membantu mereka, apakah kamu ingin menjadi pengecut? Tidak `kan! Ayah takkan mati semudah itu kok, tenang saja,”

“Tidak bisakah hologram ayah itu di copy ke laptop ini?” pintaku.

“Tidak bisa, kapasitas memorinya telalu besar, sedangkan kita tidak mempunyai hardisk yang berkapasitas 20 terabyte,”

“Tenang saja Etherias, ayah `kan selalu ada di memorimu dan ini beberapa benda yang bisa ayah berikan kepada kalian,” tiba-tiba sang hologram menyela pembicaraan kami sambil menunjukkan beberapa benda di depannya (monitor di depannya).

Ayahku memberikan kami sebuah flashdisk yang kata kakakku berisi informasi penting, perlengakapan seperti baju canggih dan yang paling `best’ menurutku adalah katana sihir untukku.

Bentuknya mirip dengan katana pada normalnya. Bilahnya berwarna hitam pekat, tidak mengkilap. Pajangnya kurang lebih 60 centimeter. Rajutan tsuka ito-nya berwarna merah dan hitam, lalu di pangkal tsuka-nya (handel) terdapat sebuah lubang kecil, entah maksudnya apa. Tsuba-nya (pemisah antara bilah dengan handel) berbentuk bulat hitam tanpa ukiran. (cek anatomi katana)

“Ini benar untukku yah?” tanyaku tak percaya sambil memegang pedang tersebut.

“Tentu saja, katana tersebut merupakan katana khas keluarga kita yang merupakan keturunan orang East Empire dan juga Oceanna Republik serta beberapa campuran yang lainya,”

Setelah itu aku dan kakakku pun berganti baju dengan baju canggih berupa baju ketat semacam baju renang berwarna abu-abu gelap, setelah itu kami menutupinya dengan pakaian yang kami pakai dari awal. Beruntungnya setelah bajuku sedikit compang-camping terkena serangan skeleton kemarin hari ini aku diberi kemeja abu-abu muda bergaris biru dan jaket biru yang lumayan pas di tubuhku. Nyaman sekali… Ujarku riang dalam hati.

Kami pun mengambil beberapa alat canggih lainnya dari ruangan ini. Tak lupa mengambil semua persediaan makanan instan dari kulkas dan lemari yang berada di sini.

Setelah siap kami pun berpamitan dengan hologram tersebut, walaupun beliau hanya hologram tetap saja aku merasa bahwa beliau tetap ayah kami.

“Selamat tinggal ayah,” ucapku dan kakakku sebelum pergi keluar dari ruangan itu.

“Selamat jalan anak-anakku,” balasnya ramah disertai senyuman khasnya. Aku dan kakakku pun beranjak keluar dari ruangan tersebut.

“Dari pada jalan kaki lebih baik kalian langsung saja teleport,” ucap ayahku dengan nada sok baru ingat.

“Tele-apa?” tanyaku sambil mengok ke belakang dengan lugu karena tak begitu mendengarkan apa yang barusan diucapkan oleh hologram tersebut. Dan yang aku lihat hanyalah senyum puas dari sebuah hologram berkepintaran manusia.

Tiba-tiba di bawah kaki kami berdua muncul sebuah lingkaran sihir. Yang entah dari mana asal lingkaran sihir tersebut. Dengan begitu, sekejap kami sudah berada di utara. Tepat di luar kota Terlantar.

~~~~

silakan menunggu bab selanjutnya...

terima kasih sudah membaca

kritik dan saran sangat membantu penulis dalam merampungkan novel ini

salam sumangat!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post