SERPIHAN CERITA DI 2023
Halo! Saya adalah seorang anak perempuan bungsu. Saya memiliki 2 Kakak perempuan dan keduanya sudah menikah. Ayah saya merantau. Nenek saya memiliki anak 9 dan kebetulan Ibu saya sebagai anak bungsunya. Kakek saya sudah meninggal sejak saya berusia 1 tahun, kakek dan nenek saya juga seorang veteran dimana kakek saya setiap bulannya diberi semacam gaji oleh negara, tetapi setelah kakek tiada gaji tersebut lungsur kepada nenek saya. Jadi saya dirumah hanya tinggal bertiga, Saya, Ibu dan Nenek.
Ibu saya sering membersihkan rumah tetangga saya untuk menambah penghasilan, dari mulai menyapu, mengepel, dan sebagainya. Tahun 2023 tepatnya dibulan Mei nenek saya jatuh sakit, saat beliau tepat memasuki usia yang ke 93 tahun. Banyak harapan yang dilangitkan saat itu. Kala itu, Ibu saya mengurus nenek sendirian , ya meskipun kadang ketétéran karena memang mengurus lansia tidak semudah yang dibayangkan. Ya, itu pengalaman yang saya rasakan karena terkadang jika ibu saya bekerja saya lah yang mengurus nenek saya.
Hari demi hari waktu berjalan, kondisi nenek saya pun semakin tidak membaik. Dari situ wawa wawa (kakak kakak ibu) saya pun mulai ikut memperhatikan kesehatan nenek saya, mereka terkadang sampai menginap. Suatu ketika saya mendengar ucapan salah satu wawa saya "urus saja sama si bungsu kan suka dikasih gaji juga" kurang lebih begitu katanya, ya memang uang gaji nenek dipegang oleh ibu saya untuk dikelola dan itu sudah persetujuan keluarga karena mungkin se rumah juga jadi mereka mempercayakan kepada ibu saya. Memang Ucapan yang dilontarkan agak tidak mengenakkan hati tetapi Ibu adalah tipikal orang yang sering mengalah, tidak mau berdebat panjang. Jadinya malah saya yang geram hehehe...
Di Bulan November 2023 nenek saya meninggal dunia. Kebiasaan di kampung saya jika ada yang meninggal, masyarakat akan tahlil dan pulangnya dikasih bingkisan berupa Snack disertai uang. Kebetulan dirumah mengadakan pengajian sampai hari ke 7 dengan jadwal 2x setiap harinya. Nenek saya kenalannya banyak jadi masyarakat yang datang juga banyak waktu itu. Dana yang dikeluarkan -+ 50 juta dari mulai hari pertama sampai hari ke 7 itu. Sebagian harta peninggalan nenek digunakan untuk pengeluaran tersebut.
Setelah 40 hari nenek tiada, tanah warisan peninggalan nenek saya pun rencana nya akan dibagikan secara sama rata karena memang wasiatnya seperti itu. Kami pun berkumpul untuk membicarakan nya. Ternyata salah satu wawa saya (kakak laki2 pertama ibu ) mengungkapkan bahwa dirinya tidak setuju dengan pembagian yang harus sama rata tersebut, beliau ingin semua nya dibagi sesuai aturan agama dimna laki laki mendapat bagian lebih besar dibandingkan perempuan. Wawa saya yang satu itu memang tidak mempunyai pekerjaan tetap / bisa dibilang kurang serius dalam bekerja sehingga sudah tidak asing lagi keluarga bahkan masyarakat me label dirinya "sering berhutang dan tidak membayar tepat waktu ", "sering melupakan hutang ", "tidak mau bekerja karena gengsi", "mau punya uang tapi tidak mau bekerja", dan lain lain. Beliau memang sering meminjam uang tanpa alasan yang jelas (bilangnya meminjam untuk membeli ini tapi kenyataan nya untuk membeli yang lain) dan beliau tipikal orang yang gampang emosi sehingga banyak pertimbangan untuk menghadapinya. Akhirnya setelah berunding disertai perdebatan yang cukup panjang salah satu tanah peninggalan/warisan disepakati untuk dijual dan uangnya dibagikan secara menurut agama (laki laki mendapat bagian lebih besar). Perkara perhiasan dikonversikan ke dalam uang dan digunakan untuk keperluan acara2 semacam haol.
Selang beberapa bulan setelah 1 tanah terjual, Wawa (kakaknya ibu yng laki laki) datang ke rumah lagi dan mengusulkan bahwa tanah yang lain harus segera dibagikan juga. Malamnya keluarga langsung berkumpul kembali untuk membicarakan hal tersebut dan inti dari pembicaraan nya Wawa menyatakan bahwa pembagian harus tetap menurut agama / Faroid istilahnya. Disini Wawa (yang perempuan) menentang pendapatnya dengan alasan "kata nenek dulu tanah yang ini harus dibagikan secara merata, pokoknya harus". Tetapi diskusi semakin menggunakan emosi yang akhirnya keluarga pun mengalah kembali dengan tetap menggunakan aturan agama dalam pembagiannya. Disini tidak ada yang dibenarkan ataupun disalahkan karena memang pandangan akan kembali kepada masing masingnya. Beberapa tanah dibagikan menurut aturan agama karena dikuatkan oleh alasan "boleh membagikan warisan dengan menggunakan wasiat tetapi itu jika semuanya setuju, jika ada yang menentang dengan alasan lebih baik Faroid/ menurut agama maka keputusan yang lebih kuat ialah membagikan warisan secara Faroid/menurut agama" kata orang terpercaya yang membantu keluarga dalam berunding.
Tidak lama dari huru hara penjualan tanah yang sudah lumayan banyak itu, wawa (kaka laki2 ibu) masih terus menerus mengunjungi rumah dan selalu merengek serta mengatakan "rumah ini harusnya buru buru dibayar jika tetap ditempati, mau kapan dibayarnya?". Ya memang saya dan ibu dari dulu tinggal bersama nenek di rumah milik nenek tapi dulu sebelum kakek dan nenek saya meninggal pun rumah sudah diserahkan kepada ibu saya "rumah ini bagian si bungsu" kata kakek nenek dulu. Jadi Ibu saya pun tidak terlalu menanggapi terkait hal yang Wawa sering tanyakan. Hanya hubungan keluarga menjadi semakin merenggang.
Semakin lama semakin menjadi jadi perbuatannya, Wawa saya menutup akses jalan untuk keluar masuk rumah (bisa dilihat di foto) hingga saya dan ibu keluar masuk rumah lewat pintu belakang karena akses depan rumah terhalang total, ternyata itu gara gara ada keinginan Wawa yang tidak dituruti yaitu "ibu saya harus segera membayar rumah". Menjadi pusat perhatian Masyarakat setempat saat itu ditambah rumah yang posisinya pinggir jalan raya. Melihat semuanya semakin tidak beres, semua anak kakek nenek dikumpulkan untuk membicarakan hal tersebut. Malam hari, sehabis isya semua nya sudah berkumpul dan mulai membicarakan. Ternyata yang menguatkan Wawa saya untuk terus menggugat rumah itu "wawa dan istri wawa juga kan ikut mengurus ibu (nenek saya) jadi ada bagian juga disini". Ibu saya kembali menentang "mengurus orang tua itu harus dengan keikhlasan bukan karena harta" dan opini dari ibu didukung oleh kakak kakaknya ibu yang lain. "Pokoknya dalam waktu seminggu uang rumah harus sudah ada dan jika tidak maka rumah akan dikontrakan " ucap Wawa saya. Timbal balik terus keluar dengan nada tinggi bercampur emosi yang tiada henti. Akhirnya semua tetap mengalah, ibu saya tetap harus membayar rumah yang hampir puluhan juta dalam waktu 1 minggu. Uang rumah tersebut dibagikan kepada anak anak nenek. Ibu saya sepakat tetapi yang pertama dilunasi dalam waktu 1 Minggu itu hanya Wawa saya yang menggugat saja dulu karena kakak kakak ibu yang lain menyadari bahwa mereka merasa kurang berhak atas rumah. Tapi Ibu saya tetap menekankan akan membayar dan melunasinya "supaya enak ditempatinnya" kata ibu saya. Selain menggadaikan sawah juga dibantu oleh saudara dari ayah untuk melunasi rumah dalam waktu dekat. Alhamdulillah Allah mudahkan kami.
Tali silaturrahmi dan persaudaraan keluarga pun semakin merenggang karena disebabkan beberapa konflik yang telah terjadi, hampir 1 tahun lamanya keluarga tidak berkomunikasi dengan Wawa. Di malam nisfu sya'ban ibu pergi ke rumah Wawa (kebetulan tidak jauh rumahnya) dengan tujuan ibu akan meminta maaf duluan . Setibanya mereka langsung menangis , mengingat bahwa keluarga akan tetap menjadi keluarga meskipun harus diperjuangkan tali persaudaraannya. Semua anggota keluarga perlahan lahan ikut membaik , saling memaafkan menerima dan akhirnya integrasi kembali muncul di keluarga kami.
Saya ceritakan ini bukan untuk tujuan menyebar aib tetapi banyak sekali hal yang dapat dipetik dari apa yang sudah dilewati. Konflik ini dilatarbelakangi oleh ketidaksepakatan dan sifat keegoisan seseorang salah satu penyebabnya, awalnya dampak destruktif tetapi dapat diselesaikan dengan metode negosiasi dan mediasi dimana diselesaikan dengan perundingan dan diakhiri dengan akomodasi untuk menyempurnakan penyelesaiannya yang mana terdapat pengorbanan hak atau kepentingan untuk menghindari konflik atau mempertahankan hubungan baik sehingga dampak Konstruktif muncul meskipun dengan proses yang cukup panjang. Integrasi keluarga saya kembali terbentuk karena ada faktor kesadaran dan kemauan untuk berintegrasi dan bekerja sama serta bersifat koersif dimana integrasi tercipta karena adanya hal yang memang harus dipaksakan dan diperjuangkan untuk mencapai hal yang lebih baik, didorong oleh aktivitas komunikasi karena semakin lancar komunikasi maka integrasi semakin mudah terjadi. Terkadang " mengalah " itu perlu dilakukan untuk menjadikan semuanya lebih baik, keegoisan jika dihadapi dengan keegoisan maka akan bertentangan. Dengan demikian, hadapilah konflik dengan mempertimbangkan segala hal dari berbagai sisi nya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar