Mamaku Bidadariku
Mamaku seorang ibu rumah tangga biasa. Hingga saat ini, aku merasa mama selalu ada di sisiku, walaupun sebenarnya beliau sudah tiada. Ya. Mamaku sudah meninggal. Mamaku meninggal karena sakit, pada awal aku duduk di kelas 5. Tapi walaupun beliau sudah tiada, jasa-jasanya tak kan pernah kulupakan.
Mamaku adalah bidadariku. Beliau merawatku dari kecil. Mengandungku sembilan bulan lamanya. Melahirkanku dengan mempertaruhkan separuh nyawanya. Kalau tidak ada mama, mungkin aku tidak dapat melihat dunia ini.
Mama juga tempat aku curhat. Setiap kali aku ada masalah, aku curhat kepada beliau. Sekarang aku tidak tahu harus curhat kepada siapa. Dulu, mama selalu mendengarkan curhatanku dan setelah itu beliau akan memberi saran atau pendapat.
Mama juga selalu menemaniku saat belajar. Beliau mengajariku mana yang baik dan mana yang tidak. Mama selalu menasehatiku agar tidak sombong, iri, dan sebagainya. Mama juga bilang, kalau ada orang membully jangan dibalas. Karena nanti pahala oang itu akan diberikan kepada kita. Kita harus menjadi orang yang baik dan sopan.
Mama menasehatiku demi kebaikanku. Aku ingin sekali membalas jasanya. Tapi bagaimana caranya?
Dulu, setiap pulang sekolah, mama sering menanyaiku, “Tadi belajar apa? Jajan apa?”
Mama juga selalu menemaniku belajar saat ujian. Setiap pulang dari sekolah pasti mama akan bertanya macam-macam. “Tadi lancar gak, ujiannya? Soalnya susah apa gampang? Berapa salahnya?
Dan biasanya aku akan menjawab, “Tadi lancar, kok Ma. Soal-soalnya ada yang gampang tapi ada yang aku tidak mengerti. Kalau aku bilang banyak salahnya, pasti mama marah. Mama akan mengomel, dan melarangku main hp sebelum selesai belajar. Aku tahu mama berbuat begitu untuk kebaikanku.
Mama selalu ada buatku. Aku menjadi juara kelas, semua karena bimbingan mama. Ujung-ujungnya, aku juga yang bangga ketika menjadi juara 1.
Ada satu kenanganku bersama mama. Saat itu, aku bangun tidur. Aku tidak langsung mandi, malah tidur-tiduran sambil menonton televisi. Adikku sudah bangun duluan, dan dia juga sudah mandi.
Saat itu televisi di rumahku model zaman dulu. Jadi agak besar. Televisi itu diletakkan di atas meja kecil yang ada rodanya. Adikku menaiki bagian bawah meja televisi itu. Karena mejanya ada rodanya, maka mejanya pun tergeser, dan televisinya jatuh di depanku. Salah satu sudut televisi itu tepat mengenai dahiku. Uuuuuh…, sakit sekali. Tapi untung tidak kena mata.
Aku berteriak kesakitan. “Mama…, adik Ma…! Mama…, adik Ma…!’
Melihat hal itu mama langsung pingsan. Nenek membujuk dan membersihkan lukaku. Kemudian ada yang menelepon dokter untuk datang ke rumah.
Ketika dokter datang, mama siuman. Mama menangis melihatku. Kata dokter, lukanya cukup dalam. Mama bertanya, apakah lukanya harus dijahit?
Kata dokter, “Kalau dijahit, nanti pas sudah dewasa jadi jelek bekas jahitannya. Jadi tidak usah dijahit. Diobati saja.”
Setelah itu mama merawatku dengan penuh kasih sayang, sampai aku benar-benar sembuh. Entah bagaimana aku bisa membalas jasanya. Karena itu aku menyebut mama adalah bidadariku. Bidadari tak bersayap. Terima kasih, Ma….
I love you….
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar