Muhammad Irsyad Al-Bikri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Petualanganku Dimulai

Saat itu, cuaca mendadak mendung. Perlahan menurunkan rintik-rintik hujan. Seakan-akan mengembalikan memori yang telah berlalu, kenangan bersama Ayah yang pasti kuingat selalu. Saat itu aku tengah dalam perjalanan pulang, tapi tujuanku bukan rumah. Tujuanku saat itu adalah wanet yang kelak akan menjadi medan perjuangan bagiku. Jarak warnet dengan sekolahku tidak terlalu jauh, kira-kira 3 menit dengan berjalan kaki untuk sampai di sana. Saat itu, aku masih terbilang gaptek. Kurang paham dengan yang namanya teknologi, walaupun dasar-dasarnya kuketahui. Tapi, hal tersebut masih terbilang kurang dibandingkan dengan targetku yang besar.

***

“Bang, berapa 1 jam?”

“Rp 3.000,00 saja dek.”

“Oke bang, saya ambil paket 1 jam.”

“Iya dek, pilih saja komputer yang mau kamu pakai.”

Aku pun segera memilih komputer mana yang akan kugunakan. Yang jelas, aku akan memilih komputer yang jauh dari hiruk pikuk orang lain. Tak ada tempat lain selain di pojokan. Tempat paling nyaman untuk penyendiri sepertiku.

Sebenarnya waktu 1 jam itu terlalu lama hanya untuk membuat akun sosial media. Sisa waktu tersebut kugunakan untuk searching berita terkini, baik dalam maupun luar negeri. Banyak sekali kutemukan berita yang sangat memilukan lagi menyedihkan. Diantaranya, orang miskin masih banyak di negeri ini tapi pemerintah malah fokus dengan pembangunan ibu kota baru yang mubadzir uang negara, banyaknya pengangguran tapi lapangan kerja tak kunjung ditambah malah diberikan kepada pihak asing dan yang paling membuatku geram dan emosi adalah Ormas Islam yang dibubarkan secara paksa tanpa adanya sebab ataupun bukti.

Pemberitaan-pemberitaan tersebut aku jadikan bahan awal pada postingan pertama di media sosialku. Tepat setelah aku memostingnya, waktuku telah usai untuk memainkan komputer itu lagi. Entah kapan aku akan kembali lagi ke warnet ini untuk melihat kondisi dunia luar yang tak tentu lagi.

Bergegas aku pulang ke rumah, takut Ibuku akan khawatir jika aku pulang terlalu lambat. Sesampainya di rumah, seperti biasa Ibu menyambut kepulanganku sembari disuguhi makanan lezat. Seperti itulah ibuku dari dulu hingga sekarang. Tak pernah berubah. Tak ingin rasanya kehilangan dia dari hidupku. Tak bisa dibayangkan bagaimana kehidupanku tanpa sosok seorang Ibu.

“Darimana aja kamu Lex, telat 1 jam dari biasanya?”

“Gak kok bu. Tadi ada urusan sedikit.”

“Kamu gak kena masalah di sekolah lagikan hari ini?”

“Gak bu. Hari ini gak ada masalah.”

“Alhamdulillah, syukur deh kalau gitu. Ayo makan Lex. Anak Ibu yang ganteng satu ini pasti sudah lapar.”

“Iya bu.”

Usai sudah aku makan, bergegas aku menuju kamarku. Berganti baju, mandi lalu rebahan di atas kasur. Berpikir akan planning masa depanku seperti apa jadinya jika aku teruskan langkahku saat ini. Yah mungkin bulak-balik masuk penjara, kalau mereka bisa menemukan posisi dimana aku berada dan lain sebagainya. Terlalu banyak yang kupikirkan hingga akhirnya aku terlelap, tenggelam dalam mimpi yang indah.

Untungnya saja Ibuku membangunkan saat Adzan Maghrib berkumandang, karena aku sudah baligh jadi tidak boleh meninggalkan sholat fardhu. Diantara Maghrib dan Isya’, Ayahku membiasakan untuk membaca Al-Qur’an daripada menonton televisi yang isinya merusak semua. Hingga saat aku telah usai melaksanakan Sholat Isya’, aku bersegera kembali ke kamarku dan rebahan lagi. Masih memikirkan hal yang sama seperti saat sore hari tadi hingga akhirnya aku tertidur pulas. Karena telah letih badan ini menjalani hari yang selalu didatangi masalah setiap hari. Terkadang besar terkadang kecil. Mungkin jika dirata-ratakan, aku adalah pemuda dengan kriteria pendapatan masalah terbesar untuk saat ini. Lumayan lucu bukan? Menurutku lucu sih, tapi entahlah menurut kalian bagaimana.

***

Cahaya matahari masuk melalui jendela kamarku, pertanda pagi telah tiba menghadiri hidupku. Namun, takkan ada kesibukan yang berarti bagiku hari ini. Kecuali, jika aku membantu ibuku atau mengurus urusan pribadiku di warnet. Entahlah, yang jelas setiap hari minggu aku selalu kehilangan arah. Tak jelas apa yang harus kulakukan. Seakan-akan tuhan memberikan isyarat bahwa aku harus bersegera mencari kegiatan yang bermanfaat. Jika tak bisa bagi orang banyak, setidaknya bagi diri sendiri dan orang di sekitarku.

“Alex, bangun! Udah jam berapa ini?”

“Iya, Alex tahu bu. Dari tadi Alex udah bangun kok.”

“Hahaha, kirain ibu kamu belum bangun Lex.”

Yah, begitulah rutinitasku. Dibangunkan ibu setiap pagi, padahal sedari tadi aku telah bangun dari mimpi-mimpiku. Aku suka pagi hari, dikala matahari menyapaku. Seba’da bangun dari mimpi-mimpiku, semilir angin shubuh selalu membelai lembut wajahku. Seakan-akan memberikan harapan baru dalam hidupku untuk hari itu. Hahahahaha, tapi aku salah menaruh harapan. Seharusnya apapun harapannya aku harus menaruhnya di sisi Yang Maha Kuasa. Agar tak dikecewakan. Kegiatanku dikala weekend melanda, hanyalah rebahan sambil memikirkan sesuatu atau berkhayal tak jelas. Seakan-akan secercah harapan akan timbul dari hasil renunganku di atas kasur. Entah apa yang aku pikirkan hari itu, seba’da mandi dan makan aku keluar dari rumah. Dengan alasan cari angin segar. Padahal tak ada lagi yang namanya udara segar di tengah-tengah ramainya kota Metropolitan.

Awalnya tak ada niatan untuk pergi menghampiri warnet. Namun, saat kuperiksa saku celanaku masih tersimpan sepeser uang. Maka, kugunakanlah kesempatan ini untuk ke warnet. Bukan untuk bermain game online sobat, tapi untuk melanjutkan perjuanganku melalui media sosial.

“Bang, biasa. 1 jam.”

“Oke dek.”

Abang penjaga warnet itu seakan-akan telah hafal dengan mukaku. Padahal ini kali keduanya aku mendatangi warnet. Yah, yang kulakukan hanyalah searching dan memposting sedikit statement di laman sosial mediaku. Lalu sisa waktunya kugunakan untuk tidur. Jarang-jarang ada orang yang gak mau manfaatin sisa-sisa waktu di warnet sepertiku. Tapi, entah mengapa mendadak aku bisa tertidur dengan pulas. Hingga dibangunkan oleh sang penjaga bahwa waktuku telah usai.

Di sisa-sisa waktu di hari mingguku hanyalah melakukan hal yang tak bermanfaat. Yah, rebahan gak jelas hingga akhirnya ketiduran sembari berharap mimpi indah akan datang.

“Percayalah, kau takkan tenang. Hidupmu akan sengsara. Percayalah kata ibu gurumu ini Alex.”

“Hahahahaha, aku akan melihatmu sengsara sebentar lagi Alex. Dan aku akan tertawa terbahak-bahak sembari menjulurkan lidah tepat di depan wajahmu Alex.” Ucap kepala sekolahku yang sedang jalan bersisian dengan guru PKNku.

“Bapak pegang kata-kataku. Aku takkan sengsara. Aku akan bahagia dengan apa yang aku lakukan. Akan kubuktikan hal tersebut.”

“Tidak, jalanmu akan berat kedepannya Anakku.”

“Ayah?”

“Iya anakku. Ini aku, Ayahmu.”

“Tapi, kenapa Ayah berkata seperti itu?”

“Saksikanlah wahai Anakku, betapa menyedihkannya kematian Ayahmu ini. Seakan-akan diurus oleh pihak hukum, ternyata dibiarkan terbengkalai. Berhenti di tengah jalan tanpa akhir yang jelas. Ayah khawatir, kamu akan seperti itu Anakku.”

“Tapi yah, aku akan tetap teguh di jalan kebenaran ini Yah. Aku akan senang dengan jalan yang kupilih Yah. Aku janji akan membukitikan kata-kata yang baru saja kulontarkan.”

“Ayah harap begitu. Do’a Ayah selalu mengiringi perjuanganmu, Alex.”

“Terima kasih, Ayah.”

Cipratan air mengenai wajahku, membuatku terbangun dari tidur nyenyak yang dipenuhi mimpi-mimpi yang membingungkan. Ada Ayahku? Lalu ada guru PKN dan kepala sekolahku? Dan Ayah memperingatkanku? Apa maksudnya semua ini? Entahlah, aku tak ingin memikirkannya lebih jauh.

Semoga harapan kehidupan menghampiriku esok hari, agar tak ada yang perlu kusesali lagi dari jalan yang telah kupilih dalam hidupku. Pengharapan tanpa adanya usaha untuk mewujudkannya hanyalah omong kosong belaka. Semoga, aku bisa melewati lika-liku kehidupanku. Yang pasti akan sengsara ke depannya karena jalan hidup yang telah kupilih. Aku akan tetap tegar, sebagaimana batu karang yang diterjang ombak. Setegar itulah aku. Harus, meskipun aku tahu untuk sekarang ini tak mampu.

1 minggu telah berlalu tanpa kusadari, tak ada masalah serius yang mendatangiku. Awalnya tak ada, tapi lama kelamaan masalah besar itu semakin nyata di depan pelupuk mataku. Saat itu, saat dimana aku mampir lagi di warnet langgananku. Awalnya aku hanya iseng ingin memeriksa keadaan sosmedku. Tak kusangka, masalah yang selalu terbayang di pikiranku nyata sudah terjadi di depanku. Saat aku menulis statement ringan di sosmed, aku tak yakin bahwa hal tersebut akan menjadi sebesar sekarang. Banyak yang mendukungku, tapi banyak pula yang menghujatku. Baru 2 minggu aku berselancar di dunia maya, sudah 20 ribu orang yang mengikutiku. Perkembangan yang sangat pesat untuk bocah seusiaku.

“Gila, statement recehan gua dikomentarin juga.” Itu yang terucap dari lisanku saat menatap layar pc.

Masalah besar itu belum berhenti sampai di sini. Masalah itu semakin lama semakin membesar, ini hanyalah awal mula masalah besar yang lain timbul. Pembuka yang manis untuk masalah yang selanjutnya. Yang mungkin bisa merenggut kebahagiaanku bahkan kehidupanku kedepannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post