Muhammad Irsyad Al-Bikri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Membaca, Sarana Membangun Peradaban

Membaca, Sarana Membangun Peradaban

Semakin banyak membaca semakin banyak yang kita ketahui, semakin banyak yang dipelajari semakin banyak tempat yang dapat kita kunjungi (Dr. Seuss seorang pengarang dan kartunis Amerika). Perkataan tersebut selaras dengan perkataan yang dilontarkan oleh seorang sastrawan Perancis yang telah menerima Nobel, Franois Charles Mauriac. Ia mengatakan bahwa membaca adalah pintu terbuka bagi cakrawala dunia.

Tak bisa dipungkiri, lambat laun kebiasaan membaca semakin sedikit digemari oleh kebanyakan orang. Selain, karena berkembang pesatnya teknologi juga dikarenakan adanya orang memiliki pemikiran yang kurang cerdas seperti, “Buat apa baca buku, toh di google lebih lengkap dan jelas daripada di buku.”

Seiring berkembangnya teknologi, semakin banyak orang yang menginginkan segala sesuatu itu terselesaikan dalam waktu yang singkat. Hal tersebut tak bisa kita hindari, contohnya saja saat ada tugas, kita akan langsung membuka google dan berselancar di dalamnya. Apa salahnya jika kita mencari di buku terlebih dahulu, selain membiasakan kita dalam membaca akan ada sensasi yang berbeda saat kita mencari di buku “melakukan usaha yang keras dalam menyelesaikan tugas.”

Membaca membuat siswa mendapatkan nilai yang lebih baik di semua mata pelajaran dan memiliki wawasan yang lebih luas dibandingkan mereka yang tidak suka membaca (Krashen 1993; Cunningham and Stanovich 1991; Stanovich and Cunningham 1993). Orang yang banyak membaca akan lebih paham dan berhati-hati, dan tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang beredar, akan tetapi kritis mencari kebenarannya.

Sayangnya, kebanyakan generasi muda sekarang ini tidak begitu suka membaca dan sehingga mereka kehilangan dua manfaat besar membaca seperti yang disampaikan di atas. Studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di Britania Baru, menemukan bahwa minat baca orang Indonesia menempati berada di peringkat 60 dari 61 negara (The Jakarta Post, Maret 2016).

Ini tidak mengherankan karena kebanyakan orang Indonesia memilih menggunakan media sosial dari pada membaca buku. Ini dapat dibuktikan ketika Indonesia menempati posisi 4 besar pengguna Instagram terbanyak di dunia, dan hampir menyamai negara maju, Amerika Serikat (The Statistic Portal, Juli 2018).

Lebih dari 50 juta penduduk Indonesia menggunakan Instagram. Lebih miris lagi, survei penelitian yang dilakukan oleh perusahaan research market dunia, TNS, mengatakan bahwa mayoritas pengguna aktif Instagram di Indonesia adalah mereka yang masih aktif belajar di bangku sekolah (Tribuntechno, 15 Januari 2016). Padahal, jika mereka mengetahui bahwa media sosial, terutama Instagram menempati peringkat tertinggi sebagai media “Cyber Bullying”(BBC News, 19 Juli 2017)

Seorang penulis Amerika yang terkenal mengatakan bahwa persiapan terbaik bagi masa depan adalah dengan melakukan hal-hal yang positif pada hari ini. Sayangnya, hal tersebut tak berlaku bagi negeri ini. Bisa kita lihat apa-apa saja yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda di negeri ini, hal tersebut bisa kita ketahui dengan melihat kebiasaan mereka.

Setidaknya ada dua alasan mengapa minat baca generasi muda Indonesia rendah. Yang pertama, membaca tidak dijadikan sebagai gaya hidup atau kebiasaan. Keluarga tidak menjadikan membaca buku sebagai aktifitas yang menyenangkan di rumah. Akibatnya, televisi dan smartphone menjadi hal yang lebih menyenangkan. Ketika ada hal yang lebih menyenangkan, membaca menjadi sesuatu yang membosankan.

Ketika anak masuk sekolah dan menemui banyak bacaan, mereka pun menjadi kesulitan sehingga belajar sama dengan membaca, sama-sama membosankan. Yang kedua, akses mendapatkan buku yang berkualitas tidak begitu mudah. Sebagai contoh, bangunan perpustakaan tetap ada di sekolah namun tidak dilengkapi dengan buku dan pustakawan yang berkualitas.

Jika sekolah-sekolah menghasilkan siswa yang memiliki minat baca yang rendah, maka dalam 10 tahun ke depan, bangsa ini akan dipimpin oleh orang-orang yang memiliki minat baca rendah. Hanya dalam 10 tahun, hoax atau berita palsu masih akan diterima begitu saja karena ketidakmampuan untuk mengkaji dan mengkritisi sesuatu akibat minat baca yang rendah.

Mari kita pikirkan hal itu bersama demi masa depan Indonesia sesuai dengan yang diinginkan para pendiri negeri ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post