MELISA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MERAIH CITA CITA TANPA SUPPORT ORANG TUA

MERAIH CITA CITA TANPA SUPPORT ORANG TUA

MERAIH CITA CITA TANPA SUPORT DARI ORANG TUA

Penulis : MELISA

SMP NEGERI 3 BANGSALSARI

Semua manusia pasti punya cita-cita. Demikian pula dengan diriku. Aku punya tiga pilihan cita-cita. AKu ingin menjadi dosen atau designer atau penulis? Kata guruku aku bisa jadi dosen sekaligus penulis. Atau bisa juga jadi desaigner dan penulis. Berarti apapun cita-citaku aku tetap bisa jadi penulis. Sekarang saja, meskipun masih sekolah, aku sudah belajar menulis.

Tapi aku selalu bimbang dan ragu. Buakankah untuk mencapai cita-cita itu aku harus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Aku juga harus kuliah. Sedangkan saat ini keadaanku sangat tidak memungkinkan. Jangankan kuliah, melanjutkan sekolah saja rasanya seperti mimpi. Bahkan untuk berangkat sekolah setiap hari saja aku harus berjuang.

Kakek dan Nenekku melarangku berangkat sekolah. Beliau bukan tidak setuju aku sekolah, tapi mereka tidak mampu memberiku uang saku berangkat sekolah. Kakek nenekku sudah renta dan tidak bekerja. Sedangkan kedua oroangtuaku sudah lama bercerai dan masing-masing sudah sibuk dengan keluarga mereka. Setiap aku meminta uang ke ayah, bukannya dikasih malah disuruh berhenti sekolah. Aku tidak tahu apa yang menjadikan orangtuaku begitu. Bisa jadi mereka juga terhimpit keadaan tidak mampu membiayaiku. Aku sering sedih karena merasa keberadaanku hanya menjadi beban bagi orangtua juga kakek dan Nenekku. Ingin bekerja, tapi apa? Ijazah aku tak punya. Menjadi buruh aku terlalu ringkih untuk melakukan pekerjaan itu.

Keadaan ini sering membuatku menangis dan patah semangat. Aku sering murung, dan mulai sering bolos sekolah sampai didatangi oleh Bu Lestari. Kesisiwaan di sekolahku.

“Kenapa Mey gak masuk sekolah sampai lama?” tanya Bu Les dengan tatapan sedih melihat keadaanku dan rumahku. AKu hanya diam tak bisa menjawab kecuali menangis. Bu Les memelukku dan membiarkan aku menangis sampai selesai. Beliau ikut menangis merasakan kesedihanku.

Dengan terbata aku berusaha berkata,”Kakek Nenek saya tidak punya uang untuk membiayai saya,Bu,” ucapku disela isak tangisku. Bu Les dengan lembut membimbingku untuk duduk dan tenang. “Sudah, Nduk, mulai besok kamu harus berangkat sekolah, ndak usah mikir uang saku atau uang apapun barangkali ada kebutuhan untuk sekolah, yang penting kamu harus tetap belajar. Nanti akan banyak yang membantu,” kata Bu Les menyeka air matanya. Terlihat keprihatinan yang dalam di mata beliau. Aku hanya bergumam, alangkah bahagianya bila aku punya ibu seperti beliau.

Hari demi hari kulalui dengan normal. Aku tetap berangkat ke sekolah dengan cara bonceng ke teman baikku yang selalu setia menjemputku dan mengantarku pulang karena rumahnya satu arah dengan rumahku. Tak masalah bila aku yang harus mengayuh sepedanya di depan, yang penting aku bisa sekolah.

Ketika rapotan aku memberi kabar kepada ayah bahwa nilaiku bagus-bagus. Maksud hati ingin membuktikan bahwa aku bukan anak cengeng yang berputus asa. AKu ingin buktikan bahwa aku mampu meraih yang terbaik meski dalam keterbatasan biaya. Tak seperti yang ku bayangkan. Ayah memintaku berhenti sekolah.

“Kenapa aku harus berhenti sekolah?” Tanya ku kepada ayah.

”Kakek nenek kamu sudah tidak sanggup membiayai sekolahmu, dan ke depannya kamu akan semakin banyak kebutuhan.” jawab ayahku. Perkataan ayah memang benar, ke depan aku akan membutuhkan biaya. Sekarang saja aku sering menahan lapar tanpa uang saku, yang penting bisa hadir di sekolah. Tapi pikiran menjadi beban orang lain terus berkecamuk di benakku. Ayahku benar. Aku memang harus berhenti sekolah.

Maka dengan berat aku menemui kepala sekolah untuk berpamitan.

”Kenapa kamu ingin berhenti sekolah?” Tanya kepala sekolahku. “Saya tidak punya biaya, orangtua saya tidak bisa membiayai saya. Kakek dan Nenek juga tidak mungkin karena untuk biaya hidup sehari-hari saja sulit,” kataku kembali berlinang air mata. Aku fikir hari itu hari terakhir aku masuk sekolah. Ternyata dugaan ku salah, kepala sekolahku menasehatiku agar aku tidak putus sekolah, justru aku harus sukses untu merubah keadaan ekonomiku. Beliau menyemangatiku untuk terus sekolah, membantu dan menyemangatiku setiap hari.

Beliau menyuruh ku menulis dan aku semakin semangat untu menulis ketika ada duta literasi ke sekolah. Aku pun bersemangat meraih cita citaku untuk menjadi penulis dan mempunyai banyak karya buku. Sekarang aku harus bisa sukses untuk membahagiakan nenek dan kakek ku. Aku harus semangat meraih cita cita walaupun tanpa support dari orang tua.

Profil Penulis

aku lahir di Jember tanggal 13 mei 2007, aku sekolah di SMP NEGERI 3 Bangsalsari dan sekarang aku kelas 9. Alamat Siraan papak tisnogambar Bangsalsari. kritik dan saran bisa melalui [email protected] atau no wa 081235162201

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

terimakasih kak

16 Jan

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas

Wih semangat ya kak

15 Jan
Balas



search

New Post