Ledya Yahya

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bukan Hanya Sekadar Sayap

Jika diberikan waktu berharga tetapi hanya untuk sementara, aku akan menerimanya. Dan jika dapat mengulang waktu, aku akan memintanya. Waktu yang berharga bukan selalu tentang apa yang terjadi. Waktu yang berharga juga bisa tentang dengan siapa kita melakukan suatu kejadian di dalamnya. Aku punya kisah, kamu juga punya kisah, kita pasti punya kisah. Kisah setiap orang pasti berbeda-beda. Semua kisah punya masalahnya sendiri. Tidak semuanya sama, walaupun sama pasti ada perbedaanya.

Dulu kita pasti pernah menjadi anak kecil. Anak kecil yang terus memikirkan kesenangan tanpa merasa ada beban yang menggantunginya. Tahun 2009, aku dilahirkan ke dunia yang awalnya ku anggap istimewa. Aku dilahirkan dari perut seorang malaikat tanpa sayap. Aku sangat berterimakasih kepadanya. Ia terus bersabar demi melahirkan buah hatinya yang telah ia tunggu-tunggu 9 bulan lamanya. Tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, yang dia mau hanya keselamatan putri kecilnya yang masih ada dalam kandungannya. Dibalik semangat dan kesabarannya, ada pria yang telah berjuang dan memohon keselamatan dibalik doa-doanya. Mereka bukan siapa-siapa. Mereka bukan Pejabat. Mereka bukan aktris maupun aktor. Mereka juga bukan orang terpandang. Mereka hanya orang biasa yang menginginkan malaikat kecil dari keturunannya dapat membuat mereka bangga kelak. Mereka adalah kedua sayapku, Ibuku dan Ayahku.

Aku menganggap mereka sayap-sayapku karena mereka akan selalu ada tanpa aku menggandeng mereka. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika salah satu sayapku patah. Aku akan menjaga satu sayapku yang lain, aku tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Jika aku kehilangan kedua sayapku, aku tidak akan bisa terbang untuk melampaui segala masalah. Aku tidak bisa terbang ke arah yang aku tuju, yaitu kesuksesan. Aku tanpa mereka bukanlah siapa-siapa, aku hanya pecundang yang takut akan kekerasan dunia. Separuh nyawaku ada di mereka. Jadi, jika mereka tidak ada, mungkin aku sudah menganggap jika hidup di dunia itu tidak ada gunanya.

Di setiap sekolah yang aku junjung, mulai TK hingga sekarang di MA, pasti ada doa mereka yang terselip di segala keberhasilanku. Entah apa jadinya aku tanpa doa dan dukungan mereka. Aku hanya anak kecil yang susah makan tapi suka sekali berimajinasi. Imajinasi itu selalu aku ukir dalam dinding-dinding rumah. Mereka tak marah padaku, mereka malah memberikan sebuah buku untuk aku isi sesuai imajinasiku. Dulu aku selalu ditemani nenekku ketika menggambar, aku sangat sayang padanya. Tapi… Allah Swt lebih sayang kepadanya. Oh iya, buku itu kini penuh dengan coretan-coretan abstrak tangan kecilku dulu.

Saat ku mulai beranjak dewasa, aku masih suka menggambar, tapi aku lebih suka mengabadikan kejadian di dalam sebuah teks. Aku tidak pandai menggambar, maka dari itu aku lebih memilih menulis untuk mengabadikan apa yang ingin aku abadikan. Menulis lebih mudah dari menggambar. Aku selalu merasa gagal dalam hal apapun. Tapi mereka (orang tuaku) selalu berkata, “Tidak, kamu tidak gagal, nak. Kamu hebat. Kamu telah berusaha saja itu sudah hebat. Kamu belum gagal, hanya saja belum waktunya untuk berhasil.”

Mereka terus mendukung apapun yang akan aku perjuangkan, asal itu baik. Saat aku kecil, aku adalah anak yang tidak suka diatur, aku sering sekali membangkang ucapan mereka. Aku selalu menolak saran mereka. Padahal, mereka selalu berusaha agar kedepannya hidupku menjadi lebih baik. Benar adanya, hidupku jadi lebih baik dengan beberapa kata perintah yang muncul dari mulut keduanya. Rasa sayang mereka pastinya lebih besar dari rasa marahku terhadap keduanya.

Mereka tidak menuntut hidupku seperti apa yang mereka mau. Mereka membebaskanku untuk memilih masa depan, entah kelak menjadi dokter atau guru ataupun pengusaha. Mereka memberikan hak padaku untuk memilih. Mereka terus membuatku untuk tidak merasa tidak memiliki orang tua, mereka terus berusaha agar aku tidak kesepian, mereka juga mengambil waktu sibuknya hanya untuk membagi kasih sayangnya di waktu luang bagi putri kecilnya ini. Di saat kecil aku tak pernah merasa kesepian, mengapa? Orang tuaku selalu mengajakku ketika mereka ingin meninggalkan rumah. Saat ibuku mengajar, ibuku tetap menemaniku. Saat ayahku ada kesibukan bersama teman-temannya, dia masih memanjakanku. Tidak ada hari dimana aku merasa sendirian. Aku kira saat ku dewasa, aku akan merasa kesepian. Nyatanya tidak. Mereka tidak memandang umur untuk kata “kebersamaan.” Orang tuaku memang sebaik itu, mereka selalu menarikku untuk saling terbuka. Apapun yang aku ceritakan, penting maupun tidak, merasa selalu membalasnya dengan perasaan yang sama sepertiku pula.

Berkaitan dengan paragraf 5, kini aku telah menggapai salah satu impianku. Aku telah memiliki novel karyaku sendiri. Novel itu terbit berkat dukungan orang tuaku. Rasanya aku ingin membuat buku tentang apa yang mereka telah perbuat padaku hingga saat ini, hingga aku sebahagia ini, dan seberhasil ini.

Suatu kata tersusun, suatu kalimat terukir. Menghasilkan sebuah paragraf yang terdapat beberapa kesan didalamnya. Satu hingga lima kata terbuat, tetesan air mata terus-menerus tak sengaja ku jatuhkan. Meluncur dari mata yang sendu yang dimana mulai tergenang air. Cinta bukan segalanya, tapi aku membutuhkan cinta. Sangat butuh.

Jika mereka tidak memberikan cinta kepadaku, aku akan buta segalanya. Buta apa itu kasih sayang, buta apa itu perjuangan, buta apa itu kebersamaan, dan buta apa itu rumah singgah. Mereka semestaku, mereka duniaku, mereka rumahku, mereka jantungku, mereka ragaku, mereka semangatku, mereka adalah apa yang aku perjuangkan demi kebahagian. Rumah adalah tempat ternyaman, rumah adalah tempat dimana kita merasa tenang, tak dapat dikatan rumah jika kamu belum bahagia di dalamnya. Aku tak ingin kehilangan rumahku, nanti aku tak tahu aku harus singgah dimana. Aku tak ingin kehilangan jantungku, nanti aku tak tahu siapa yang harus menggerakkan ragaku. Aku juga tak ingin kedua sayapku hilang menjauh dariku, meninggalkanku sendirian dengan dunia yang kejam ini. Mungkin, jika mereka telah tiada, aku masih punya prajurit yang siaga menjagaku. Iya, dia kakak laki-lakiku satu-satunya. Aku tahu nanti dia pasti memiliki keluarga sendiri. Dia pasti bahagia bersama keluarga barunya, itu pasti, pasti selalu ku do’akan. Untuk kakak laki-lakiku, aku juga sangat berterimakasih padamu. Aku harap cintamu dimenangkan oleh seorang wanita yang juga sangat mencintaimu. Aku terlihat tak peduli padamu, bukan berarti aku tak sayang padamu. Aku tidak terima jika ada orang lain yang berani menyakitimu. Aku harap kamu selalu bahagia, Kak. Maaf jika aku selalu membuatmu marah. Kamu boleh benci kepadaku, tapi aku harap kamu tidak memintaku untuk menjauh dari dirimu. Tidak apa-apa jika kau memakiku, tapi hanya 1 yang aku minta padamu, tolong tetap anggap aku sebagai adikmu hingga nafasku berhenti.

Tuhan telah baik kepadaku, Dia telah memberikanku orang tua yang baik, kakak yang baik. Dia juga telah memberiku keluarga dengan orang-orang baik di dalamnya. Ucapan terimakasih tidak cukup untuk mereka. Segalanya juga tak dapat menggantikan jasa mereka. Aku tak tahu apa yang harus ku katakan lagi pada mereka. Intinya aku sangat sayang kalian, aku tak ingin kehilangan kalian, aku harap kalian dipanjangkan umurnya agar dapat melihat putri kecilmu ini sukses. Semoga kalian lebih dipanjangkan umurnya dan di sehatkan selalu agar dapat menggandeng seorang anak kecil yang telah lahir dari rahim seseorang yang dulu kalian sebut “putri kecilku.” I am proud of you, heaven awaits you.

*Cerita ini bukan karangan, ini nyata adanya. Tidak hanya menulis begitu saja, namun melewatkan perasaan di setiap kalimat. Cerita ini ditulis oleh seorang gadis yang tidak ada apa-apanya tanpa jasa kedua orang tuanya. Pesan: Terimakasih untuk Bu Bida yang telah membuat saya menghabiskan banyak tisu demi mengusap air mata dan telah membuat mata saya susah untuk dibuka. Ini alay, tapi terserah saya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post