Jasmine Sonia Failasufa

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
13# Rumah Rara

13# Rumah Rara

“Al?”

“Iya, gue tadi cemburu,” lanjut Alvan, membuat bola mata gadis itu melebar tidak percaya.

~

Rara masih terdiam. Mencerna ucapan Alvan, sembari mencoba mempercayai ucapan Alvan.

“Alvan beneran?” tanya Rara.

“Ra.. biasa aja,” pinta Alvan sekali lagi, berharap sosok di depannya itu tidak terlalu manja untuk didengar.

“Oh.. iya,” respon Rara, “jadi, lo beneran?” lanjut Rara, kembali bertanya.

“Nggak maksa buat lo percaya, gue pulang dul-”

“Nggak boleh pulang,” cegah Rara.

“Kenapa?”

“Temanin gue di rumah sendiri. Kayaknya, bunda lagi-lagi keluar.”

“Terus?”

“Iya temenin gue, Al,” pinta Rara dengan kalimat yang lebih pendek.

“Nggak, gue pulang.”

Rara mengkerutkan keningnya. Why? Pikirnya.

“Lo bisa telpon gue, atau nyuruh orang di sekitar sini buat nemenin lo,” sambung Alvan.

Bibir Rara melengkung ke bawah. Pertanda, ia dikecewakan Alvan, lagi-lagi.

“Kenapa?”

“Gue nggak mau,” jawab Alvan.

“Nggak mau nemenin gue, atau gimana?” tanya Rara, memperjelas ucapan Alvan.

“Nggak mau orang-orang pada mikir aneh-aneh, kalo seorang cowok main ke rumah cewek yang sendirian,” jelas Alvan.

“Itu karena perasaan lo,” respon Rara.

Kini, Alvan mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti dengan yang diucapkan gadis ini. Ia terlalu aneh untuk dipahami. Terkadang bijak, terkadang juga terlihat anak-anak.

“Karena Alvan punya perasaan pada Rara. Alhasil, Alvan menganggap orang-orang bakal mikir aneh-aneh. Coba ingat, sebelum Alvan ngungkapin perasaan Alvan ke Rara.. Alvan biasa saja ‘kan kalo main ke rumah Rara?” jelas Rara, membuat Alvan bernostalgia karena pertanyaan gadis itu.

Alvan mengangguk mengiyakan.

“Ya udah, ayo masuk!” ucap Rara, kemudian mengambil helm milik Alvan.

“Eh, Ra,” panggil Alvan, sejujurnya ia belum memutuskan untuk menemani gadis itu di rumah.

“Udah ayo masuk!”

Alvan menghela napas pasrah. Memilih untuk mengalah dan menganggap Rara adalah temannya untuk kali itu, bukan sosok yang disukainya.

“Permisi,” ucap Alvan lirih ketika memasuki rumah bercat hijau itu.

“Ya elah, perasaan dulu-dulu waktu main ke rumah gue langsung nyelonong gitu aja. Santai aja, Al..,” balas Rara, mendapati sosok itu tiba-tiba terlihat canggung untuk memasuki rumahnya, kemudian ia tertawa kecil menuju ke kamarnya.

Alis Alvan terangkat, pertanda menanggapi ucapan Rara dengan jawaban, oh iya. Alvan meletakkan pantatnya ke sofa hitam di rumah itu. Mengambil ponselnya dan bermain sejenak untuk menunggu Rara keluar dari kamarnya.

“Lama, ‘ya?” tanya Rara, kembali datang dari dapur sembari membawa minuman dan cemilan. Bahkan, beberapa buku.

Alvan menolehkan kepalanya. Menatap gadis di depannya itu. Entahlah, padahal dia sudah mengenal gadis itu selama delapan tahun. Namun, masih saja gadis itu tidak pernah membosankan untuk dilihat. Gadis dengan celana hitam panjang dan kaos hitam lengan pendek dengan tulisan ‘So?’

“Al?” tanya Rara lagi, mendapati Alvan yang hanya terdiam setelah menolehkan kepalanya.

“Nggak,” jawab Alvan pendek.

Rara mengangguk. Kemudian, duduk di samping Alvan. Meletakkan barang-barang yang ia bawa. “Mumpung Alvan ada di sini, sekalian dong.. ajarin Rara, ‘ya,” pinta Rara.

“Ajarin?”

“Iya! Ajarin Fisika. Rara agak susah pas bag-”

“Bukannya kelemahan lo di Sejarah?”

“Emang iya.”

“Lantas?”

Rara tersenyum, menampakkan sederet gigi putihnya. “Fisika itu, singkatannya Fikiranku Isinya Kamu. Jadi, Rara sengaja minta diajarin Fisika,” jelas Rara.

Alvan membuka mulutnya, seolah tidak percaya dengan jalan pikiran gadis dihadapannya itu.

Oh, Ya Tuhan! Kenapa dia berpikiran seperti itu?! Batin Alvan.

“Nggak,” balas Alvan.

“Alvan nggak mau ajarin Rara?” tanya Rara.

“Kalo fisika nggak, lo sendiri udah bisa,” jelas Alvan.

“Yah..,” respon Rara, mengeluarkan nada kepayahannya.

Alvan melirik Rara. Gadis dengan rambut terkucir rapi dan jepitan barunya itu sedang terdiam. Bibirnya menciut sepanjang kawat dua meter yang dipelintir.

“Iya udah, mana yang ditanyakan?” tanya Alvan. Berpikir sejak perang dunia dimulai bahkan diakhiri, kemudian memilih untuk mengajarinya.

“Ah!” semangat Rara teralirkan kembali, bahkan seolah ia tidak ingat rasa kecewanya tadi, “ini, Alvan..,” pintanya sembari menunjukkan soal-soal pada buku pelajarannya.

“Perasaan, lo dapet nilai 100 di ujian ini,” respon Alvan ketika mengetahui soal yang ditunjukkan Rara.

“Kok Alvan tahu?”

“Ya gue tahu.”

“Iya, kok tahu?”

“Ya gue tahu aja, Ra.”

“Ih!”

“Apa?”

“Kok Alvan tahu?”

“Gue yang ngoreksi,” jawab Alvan. Sejujurnya, ia menyukai saat gadis itu memaksa mendapat suatu jawaban.

“Kok Alvan yang ngoreksi? Emang, pak Bagas ke mana? Terus, kok Alvan mau? Alvan emang nggak sibuk? Kok pak Bagas nyuruhnya ke Alvan? Terus-”

“Udah, Ra.. diajarin nggak?” respon Alvan, mencoba memberhentikan pertanyaan sederet milik Rara.

Rara mengangguk mengiyakan. Lagi-lagi, ia seolah tidak mengingat pertanyaan sederetnya untuk Alvan.

Jam menunjukkan pukul dua siang. Alvan menghela napas pasrahnya. Mungkin, ia dengan gadis itu harus beristirahat. Lagipula, sudah tiga jam ia mengajari sosok itu.

“Ra, bunda pulang kap-”

Ucapan Alvan berhenti ketika mendapati gadis itu tertidur. Alvan menelan ludahnya. Jujur saja, selama delapan tahun ia baru melihat sosok Rara tertidur begitu pulasnya di sampingnya. Menyandarkan dirinya pada sofa.

“Ra,” panggil Alvan, mencoba membangunkan Rara yang mungkin saja ‘berpura-pura’ tertidur.

Diam. Tidak ada pergerakan tanda-tanda gadis itu akan bangun.

“Ra,” panggil Alvan lagi. Sayangnya, gadis itu tidak kunjung membuka matanya. Alvan melambaikan tangan di depan wajah Rara, masih mencoba meyakinkan bahwa gadis itu benar-benar tertidur.

Kini, Alvan bimbang. Menatap raut wajah Rara yang tiba-tiba mengkerutkan keningnya. Alvan memincingkan matanya, kecurigaannya kembali datang. Apakah gadis itu benar-benar tertidur? Pikir Alvan.

Lo masih cantik ya, Ra. Batin Alvan.

Kemudian, ia melirik jam tangannya. Langkahnya menuju kamar gadis itu.

Pfffttt, ternyata kamar lo masih tetap seperti ini selama delapan tahun. Batin Alvan lagi-lagi, lantas mengambil selimut milik gadis itu yang berada di kasur. Memberikan motif polkadot hitam putih.

Alvan menyelimuti sosok itu. Kemudian, menutup buku-buku yang berserakan karena tiga jam mereka berdiskusi tentang pelajaran itu, walau Rara ujung-ujungnya tertidur.

Tatapan Alvan kembali menatap gadis yang tertidur itu. Helaan napasnya terdengar, ketika menelusuri setiap sudut wajahnya.

Astaga, Al! Lo nggak boleh mikir aneh-aneh! Batin Alvan, memberontak dirinya sendiri.

“Gue pulang ya, Ra. Have a nice dream,” ucap Alvan lirih pada telinga Rara. Kemudian, melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu. Menutup pintu perlahan dan menyalakan stater motornya, menjauh dari perkarangan rumah bercat hijau itu.

BERSAMBUNG.

Hai, Guys.. bertemu lagi nih sama cerbung Jasmin!

"Alvan!"-Rara.

"Hm?"-Alvan.

"Hm, lagi.. Rara masih nggak paham rumus fisikanya, Al!"-Rara.

"Siapa suruh tidur."-Alvan.

"Rara tidurnya baru aja kok!"-Rara.

"Terus, kok masih nggak paham?"-Alvan.

"Alvan jelasinnya kurang mahamin!"-Rara.

"Siapa yang nyuruh gue?"-Alvan.

"Iya, Rara.."-Rara.

"Jadi?"-Alvan.

"Maksud Alvan, yang salah Rara, 'gitu?"-Rara.

"Entah."-Alvan.

"PLEASE, RA! AUTHOR UDAH NYEMBUNYIIN SEMUA PISAU, KOK LO BISA PUNYA LAGI SIH?!"-Author (mencoba menjauhkan Rara lagi yang dari Alvan yang terlihat ingin membunuh)

"Author.. Rara nggak kuat.."-Rara.

"Nggak kuat, buat?"-Author.

"Ngejalanin cerita ini."-Rara.

"Ya udah, tamatin aja."-Alvan.

"Ugh, emang Alvan mau perasaan Alvan padam gitu aja?"-Rara.

"Boleh."-Alvan.

"ALVAN!!!!"-Rara.

"Ra, yang sabar, 'ya!"-Author.

-Terima kasih atas dukungan kalian :)

Saran dan kritik, dipersilahkan ^_^

Do'akan kedepannya semakin baik ya cerbungnya, semoga menghibur cerbung kali ini! ^_^

Oh ya, mau tahu Authornya? Bisa kunjungi akun instagramnya kok! @minemine_19 atau @its.mineeee_19Kalian bisa berkomunikasi dengannya di sana! Dia menunggu direct kalian loh! ^_^

Atau, kirim pesan lewat emailnya:[email protected]

Salam Penulis,

Jasmine Sonia Failasufa

Muach :3

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aku lgsng baca donkkkk, seruuu lnjott

13 Apr
Balas

Wah, trims ya buat suportnya! ♡

13 Apr

Lanjut Kak! Btw, kk mau dipanggil kk nia?

14 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

14 Apr

Kakak Nia? Em, sejujurnya itu panggilan orang" yang sudah mengenalku sejak kecil. But, kalo emang mau panggil itu ya silahkan. Bebas ya mau manggil aku apa :)

14 Apr

Oh. Ok. Thanks kak

14 Apr

g mau kalo ceritanya ditamatin

14 Apr
Balas

Hehehe, trims ya buat suportnya! ♡

14 Apr

lanjut kak... ZUMPAH kocak! hewhewhew

13 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

13 Apr

L-a-n-j-o-t-t-t-t-t-t-t k-a-k-a-k maksutku L a n j o t t t t t t t k a k a k nia atau mbak jasmine

13 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

13 Apr



search

New Post