Di rumahku, ada seorang sahabat yang selalu ada untukku setiap waktu. Bukan manusia, melainkan seekor kucing. Namanya adalah Moceng. Kami sudah bersama sejak dia masih anak kucing, dan sekarang, dia sudah menjadi teman setia yang tak pernah meninggalkanku.

Setiap pagi, saat aku bangun tidur, Moceng sudah duduk di samping tempat tidurku, dengan mata bulatnya yang penuh kasih sayang. Begitu aku membuka mata, dia langsung mendekat, mengeong pelan seolah menyapaku. Aku tahu itu adalah cara dia mengucapkan "Selamat pagi." Dengan lembut, aku mengelus bulu halusnya yang berwarna coklat keemasan.

Hari-hariku bersama Moceng selalu dipenuhi keceriaan. Saat aku duduk di meja belajar, dia akan melompat ke atas meja, duduk di sampingku dengan anggun, sambil memandangi layar komputernya dengan penasaran. Terkadang, dia bermain-main dengan ujung pensil atau mengigit sedikit ujung kertas, seolah ikut sibuk dengan pekerjaanku. Meskipun kadang mengganggu, kehadirannya selalu membuat hatiku hangat.

Di sore hari, kami berdua menikmati waktu santai bersama. Aku sering duduk di kursi favoritku, dan Moceng akan melompat ke pangkuanku, tidur dengan tenang. Aku merasa sangat nyaman memiliki dia di sampingku, karena rasanya seperti ada seseorang yang mengerti perasaanku tanpa perlu banyak bicara.

Kehadiran Moceng di rumah membuat segalanya terasa lebih ringan. Dia bukan hanya teman bermain, tapi juga sahabat yang selalu tahu bagaimana cara membuatku tersenyum. Entah itu dengan kelucuan gerakannya atau dengan caranya yang selalu ingin dekat denganku, Moceng selalu tahu bagaimana cara membuatku merasa tidak pernah sendiri.

Malam hari tiba, dan saat aku siap tidur, Moceng akan kembali mendekat, melingkarkan tubuhnya di atas selimutku, menemani tidurku. Aku merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti dia. Kucingku, Moceng, lebih dari sekadar hewan peliharaan—dia adalah teman sejati yang selalu ada di rumahku, di hatiku.