Fatimah Aida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Duduk Di Jendela, Dan Melihat Dunia. Bab 7

Bab 7 ( Aisha?)

“Pagi dunia!” kataku saat membuka tirai jendela dan tentu saja membuka kaca jendela, mempersilahkan udara pagi untuk masuk kedalam kamarku, cahaya matahari masuk lewat jendela yang kubuka. Kicauan burung yang bersarang di pohon di depan rumah terdengar nyaring, pagi yang sempurna. Aku menghirup udara pagi yang segar, menikmati suasana langka ini. Saat ini aku berada di rumah Nenek, ini bukan yang pertama kalinya aku berkunjung kerumah Nenek, beberapa bulan lalu aku sudah pernah kerumah Nenek, 2 kali. Ini adalah yang ke 3 kalinya.

“Tok tok tok! Noora, kau sudah bangun?” seseorang mengetuk pintu, jelas bukan Nenek atau Mama Papa karena suaranya khas suara anak anak, “aku sudah bangun Anna!” jawabku sembari membuka pintu, senyum tak lepas dari bibirku. Anna, seorang gadis pemberani, sepupuku. walaupun kami bisa dibilng ‘teman’ karena tidak memiliki hubungan keluarga sama sekali. Tetapi ia menganggapku sebagai sepupunya, beruntungnya aku, masih dikelilingi orang orang baik. Alhamdulillah.

“Nenek sudah membuatkan teh untuk kita, kau mau kan?” aku mengangguk, berjalan menuju ruang makan. Aku mengambil secangkir teh hangat favoritku lalu duduk dan menikmatinya.

“Noora, kau mau ikut aku dan Nenek ke sawah?” tanya Anna, aku mengangguk. Selalu ada yang menarik di sawah, saat dipanti asuhan aku sering bermain disawah. Sebelum seluruh desa tersapu oleh lahar. Ikut Nenek dan Anna ke sawah mungkin bisa menguras seluruh kerinduanku dengan panti asuhan, mungkin. “Hei, Noora! Coba lihat kesana,” aku memerhatikan pohon yang ditunjuk Anna, “tidak ada apa apa di pohon itu,” kataku tak mengerti. “Perhatikan jari telunjukku!” aku merhatikan seteliti mungkin, dan... hei! Apa itu? Seprti ada papan kayu di salah satu cabang pohon. “Ayo kesana!” kata Anna sembari menarik tanganku, kami berlari kearah papan kayu itu. Mana ku tahu kalau ada yang menanti kami di pohon itu.

“Ayo naik kesana!” kata Anna, ia lalu memanjat tangga dari tali yang digunakan untuk memanjat pohon lalu naik ke kotak itu, aku mengikuti Anna naik. Aku kagum dengan Anna, ia memang anak yang pemberani serta percaya diri. Ia memang agak tomboy, tetapi ketomboyan nya tidak merubah kecantikannya sedikitpun. Berulang kali Nenek bilang kalau Anna lebih feminin, ia pasti sangat cantik. Tapi, yeah, ia tidak mau menjadi feminin. “Sudah sifatnya sebagai anak tomboy sejak lahir, tidak ada yang bisa merubah sifatnya,” begitu kata Mama. Aku setuju, ia memang tomboy.

Aku menaiki tangga dari tali tambang itu, pelan pelan. Menaiki tangga ini membutuhkan nyali yang besar, entahlah, bagaimana bisa Anna memanjat dengan mudah. Aku menaikinya pelan pelan, selama ini aku belum pernah menaiki tangga tali, bahkan saat di panti asuhan pun aku tidak pernah menaiki tangga dari tali. Bunda selalu melarang kami karena berbahaya, tetapi aku tidak tahu kenapa Anna dibolehkan naik sendirian.

Saat aku sudah di tengah jalan, tali tambang itu tiba tiba bergoyang agak keras, lalu salah satu tali seperti akan copot, nyaliku mulai ciut. Tetapi aku terus berusaha, menenangkan diri, Anna yang melihat salah satu tali tambang akan putus segera mengulurkan tangan. Aku memegang erat erat tangan Anna, tiba tiba... “sret!” salah satu tali tambang putus, dan tentu saja tangganya sudah tidak bis dipakai. Aku tergelantung, tumpuanku satu satunya adalah tangan Anna, aku kaget. Tetapi tidak bisa berteriak.

Pohon ini terlalu tinggi, perjalanan juga tinggal sedikit lagi. Anna refleks memegangi tanganku dengan kedua tangannya, ia segera menarikku sekuat tenaga. Aku tidak bisa berkata kata, setiap aku melihat kebawah, tanah sudah jauh dari tempatku. Dan ketika aku menoleh keatas, Anna dengan wajah tegang nya masih terus memegangiku, jarak antara papan dan aku masih agak jauh walau dekat jika menggunakan tangga. Aku hanya bisa berdoa.

Sekarang semuanya tergantung pada Anna, kalau ia kuat menarikku hingga papan kayu aku selamat, jika tidak... semuanya selesai. Aku menatap wajah Anna, wajah yang sungguh sungguh ingin menarikku. Tanganku mulai keringat dingin, nafasku terengah engah. “Aaa!” aku refleks berteriak ketika....

Bersambung...

Assalamu'alaikum semua!

Pa kabar?

Alhamdulillaah bab 7 nya dah selesai (setengah doang).

Maaf ya baru post soalnya beberapa hari ini aku sibuk.

Soalnya ini materi sekolah banyak, dan aku bikin cover buat cerita ini.

Buat yang mau liat bisa liat di postingan ku yang judulnya "Duduk Di Jendela Dan Melihat Dunia Bab 6 bag 4".

Tapi aku mau ganti cover, makanya bab 7 ga dikasih cover.

Thanks banget yang udah baca cerita aku.

Aku bener bener seneng kalo ada yang baca ceritaku walau ga bilang bagus.

Soalnya emang masih ada kesalahan (bukan ada tapi banyak) di cerita ini.

Makasih banget ya!

Buat yang belum baca postinganku yang "Penjelasan Duduk Di Jendela Bab 6 bag 4" baca DULU.

Soalnya kalo ga baca nanti ga nyambung sama ceritaku selanjutnya.

Okay segini dulu ya!

Bye!

Assalamu'alaikum!

Salam: Fatimah Aida

*Maaf banyak typo

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yeayyy akhir nya yang kutunggu² yuhuyy

20 Jan
Balas

hihii... Maaf ya caesa baru d post, minggu ini aku lagi sibuk bangett

21 Jan

Hiyaa gpp kokk Aku tetap menunggyuu Cemungut yakkk

21 Jan

Makasih caesaaa! Ditunggu ya! Mungkin agak lama soalnya aku lagi bikin cover buat ceritanya hehe

21 Jan

Okeyy

21 Jan

the sarange of aisha! go aida, sarange

21 Jan
Balas

Thank you Yeshiii

21 Jan



search

New Post