Fasya nailah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Pemilu 1971 Pemilu Pertama Orde Baru

Pemilu 1971 menjadi pemilu pertama yang digelar Orde Baru. Sebenarnya pemilu selambat-lambatnya digelar pada 5 juli 1968, sesuai yang diamanatkan oleh TAP MPRS Nomor XI Tahun 1966. Namun, jadwal pemilu itu diubah menjadi selambat-lambatnya 5 Juli 1971 melalui TAP MPRS Nomor XLII Tahun 1968. Pengunduran ini dikarenakan belum selesainya pembahasan UU Pemilu dan lainnya.

Presiden Soeharto didepan para Gubernur seluruh Indonesia menegaskan bahwa Pemilihan Umum yang akan dilaksanakan sesuai dengan kehendak rakyat, harus tetap menjamin dipertahankannya Pancasila dan UUD 1945, tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun, dan sekaligus menuju penyederhanaan struktur politik serta untuk lebih memperkuat stabilitas politik.

Presiden Soeharto menyatakan, bahwa yang harus mendapatkan perhatian dalam melaksanakan pemilu adalah cara mengamankan dan mensukseskannya, baik ditinjau dari perundang-undangannya, pembiayaannya, maupun persiapan-persiapannya.

Hasil pemilihan umum belum seluruhnya masuk. Tetapi gambaran pokok sudah kita peroleh. Bahwa Golkar menang, itu sudah diduga sebelumnya. Yang mungkin di luar dugaan adalah besarnya kemenangan. Secara konservatif, bisa dikatakan, rata rata Golkar memperoleh lebih dari 60 prosen"(Kompas, 6 Juli 1971). 

Penundaan pemilu yang dilakukan memberi kesempatan kepada pemerintahan Orde Baru untuk lebih mengonsolidasikan kekuatannya. Desain besar politik nasional yang saat itu dibangun bertolak dari trauma terhadap sistem politik era demokrasi parlementer. Slogan yang ketika itu terkenal adalah "pembangunan yes, politik no". Sejalan dengan itu, partai politik peserta pemilu mulai dibatasi, yaitu hanya sembilan partai dan Golkar. Sembilan partai itu adalah NU, Parmusi, PNI, PSII, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Perti, Murba, dan IPKI.

Penyederhanaan itu bukan asli kebijakan Orde Baru, tetapi sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 128 Tahun 1960 yang menyatakan, partai yang diakui pemerintah adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia (Partindo), PSII, Parkindo, IPKI,Perti, dan Murba. Golkar, yang kemudian menjadi mesin politik Orde Baru, awalnya merupakan sekretariat bersama kelompok kekaryaan, yang merupakan aliansi militer, birokrasi sipil, serta golongan fungsional lainnya.

Menjelang Pemilu 1971, juga ada rancangan agar partai-partai besar tidak menang. Jajaran birokrasi dan militer, secara langsung maupun tidak langsung, mendukung Golkar. Kondisi ini membuat Golkar yang saat itu menolak disebut sebagai partai mendapat 62,82 persen kursi DPR.

Sumber : Pemuli : Pemilu Pertama Rezim Orde Baru *Rumah Pemilu 2019. Kompas, 19 Januari 2019. Penulis : NOW

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post