Faiza Karimatuz Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Season 2 - Muncul di kamar (2)

“Grabiela! Kenapa pula kamu jatuhkan gelasnya! Kamu cukup mengambilnya pelan-pelan saja. Tidak usah berlagak seperti itu!” Ibuku kembali mengomel.

Aku bangkit berdiri. Berjalan.

“Aduh!” Aku meringis kesakitan. Memegang kakiku yang berdarah terkena beling gelas kaca.

“Hei Grabiela! Jalan yang kamu lewati ini masih ada beling-beling gelasnya. Kenapa malah kamu lewati begitu saja. Apa kamu tidak bisa melihat apa yang ada di depanmu?! A... atau kamu sekarang sedang berlagak menjadi penyihir kebal terhadap beling gelas kaca?!”

Aku mengangguk untuk pernyataan ibu yang pertama. Tetapi menggeleng untuk pernyataan ibu yang kedua.

“Menjadi penyihir itu jangan yang aneh-aneh. Untuk apa kamu kebal dari beling gelas kaca heh?! Untuk dipuji oleh teman-temanmu? Atau agar menajdi penyihir terkenal?” Rupanya ibuku masih mengira pernyataan keduanya benar.

“Itu tidak akan terjadi, walaupun kamu sudah melakukannya.” Aku terdiam. Malas meladeni ibuku yang satu ini. Jika disuruh mengomel, panjangnya minta ampun.

Dasar ibu cerewet. Jika ada, mungkin mengomel akan menjadi kekuatan sihir di dunia sihir. Dan seluruh penyihir di dunia sihir menjadi cerewet, karena kekuatan sihir tersebut. Huh! Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada dunia sihir.

“Grabiela! Kenapa kamu malah diam saja?! Seharusnya kamu menatap ibu, eh salah. Maksudnya menatap ibu sambil menunduk dengan rasa bersalah! Tetapi kamu malah melamun sambil menatap ke depan. Tetap di posisimu, membelakangi ibu! Anak tidak sopan! Kenapa lagi-lagi kamu bersikap aneh seperti itu kepada ibu?!”

Tak terima diumpat oleh ibuku sendiri, aku mulai marah.

“Karena aku tidak tahu dimana ibu sekarang berada!” ibu kembali hendak mengomel. “Aku buta!”

“Kamu buta?!” Tanya ibuku cepat.

“Ya.” Jawabku pelan.

“Siapa yang melakukannya?”

“Penyihir jahat.” Aku enggan mengatakan nama Verelina. Karena pasti, ibuku tidak akan percaya.

“Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya? Ah, pasti kamu mencari gara-gara dengannya. Karena marah, penyihir tersebut menyihir matamu menjadi buta. Apa yang kamu lakukan kepadanya?! Hah?!” Ibuku terus mengomel tanpa henti.

Aku balas berteriak,

“Ibu! Ibu selalu tidak mengerti!”

“Pergi dari kamarku! Aku tidak ingin ada ibu di dalam kamarku!”

Ibuku pergi – masih tetapi dalam keadaan mengomel padaku. Lihatlah! Dia bahkan tidak bersimpati padaku ketika mengetahui aku buta. Justru ia malah mengomeliku panjang lebar. Dan menuduhku mengganggu penyihir jahat yang telah membuat kedua mataku menjadi buta. Yang benar, penyihir jahat itulah yang menggangguku.

Jika ia sayang padaku, paling tidak minimal ia membawaku ke rumah rawat jika tidak bisa menyembuhkan mataku menggunakan tongkat sihirnya. Huh! Jangankan membawa ke rumah rawat, bersimpati saja tidak. Ibuku benar-benar menyebalkan!

Aku haus. Kemana aku akan pergi? Mataku buta. Dan ak...

Swing...! Aku telah berpindah tempat.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post