Bab 1: Childhood Friends with Memories
BAB 1: Childhood Friends with Memories
Hari ini adalah hari Senin, 20 Oktober 2014. Senang sekali rasanya meski baru 3 bulan aku berada di kelas 2 SD. Di SD Pancasila ini aku mendapat banyak teman yang ramah dan baik kepadaku. Itulah yang membuatku betah sekolah di sini.
Teeetttt!!! Teeettt!!! Teeeetttttt!!!!
Bel masuk sekolah pun berbunyi. Karena ini hari Senin, aku dan teman-temanku berlari ke lapangan untuk mengikuti upacara. Namun kejadian tidak terduga datang kepadaku. Aku jatuh karena ada temanku yang tidak sengaja mendorongku. Maklum saja. Biasanya anak kecil suka tidak sabaran.
“Adara, maaf ya aku nggak sengaja ngedorong kamu. Sini aku bantu berdiri. Aku bawa ke UKS ya soalnya lutut kamu ada luka. Oh iya, bentar aku panggil Bu Wati. Bu Wati, Adara jatuh, Bu! Lututnya luka!” kata Aron, teman sekelasku.
“Adara, ya ampun lutut kamu luka. Ibu panggilkan Kak Cindy ya petugas UKS hari ini. Cindy, tolong bantu ibu mengobati lutut Adara ya,” kata Bu Wati, wali kelasku.
“Baik, Bu. Ayo Adara kita ke UKS. Aron kamu ikut Kakak aja ya, nggak usah upacara nggak apa-apa kok,” kata Kak Cindy kepadaku dan Aron.
“Iya, Kak,” jawab Aron kepada Kak Cindy.
-----
“Aduhhh,” aku mengaduh kesakitan karena memang rasanya perih ketika lututku diberi obat merah.
“Sakit banget ya, Dik?” tanya Kak Cindy kepadaku.
“Nggak terlalu kok, Kak. Cuma agak kaget aja tadi,” jawabku.
“Ya udah sekarang kamu mau kembali ke kelas aja atau tiduran di UKS? Kalau mau di UKS nanti kakak temenin,” tanya Kak Cindy.
“Balik ke kelas aja ya, Kak,” jawabku karena takut merepotkan Kak Cindy nanti.
“Oke, kalau mau ke kelas nanti ditemani Aron ya. Nanti Kakak bilangin ke Bu Wati kalau kamu udah ada di kelas. Aron mau kan?” tanya Kak Cindy kepada Aron.
“Oh iya, Kak. Mau kok,“ jawab Aron.
“Terima kasih banyak ya, Kak. Maaf kalau jadinya ngerepotin, Kakak,” ucapku kepada Kak Cindy.
“Iya, sama-sama Adara. Enggak ngerepotin kok. Cepet sembuh ya. Aron, nanti tolong Adara dijagain ya, jangan sampai dia jatuh lagi,” pinta Kak Cindy kepada Aron.
“Siap, Kak,” jawab Aron.
Setelah itu aku dan Aron berjalan pelan-pelan menuju kelas. Sesampainya di kelas, ternyata hanya ada aku dan Aron. Disitu tampak hening karena memang aku dan Aron belum terlalu dekat.
Tiba-tiba Aron berkata kepadaku, “Adara, maaf ya. Gara-gara aku, kamunya jadi luka. Tadi aku nggak sengaja. Aku juga nggak ada niat buat dorong kamu kok. Beneran.”
“Iya, dimaafin kok, Aron. Aku juga nggak apa-apa, ini cuma luka dikit. Makasih juga ya, Aron. Kamu udah nolongin aku,” jawabku agar Aron tidak panik.
Aku baru tahu, Aron termasuk golongan orang yang mudah panik jika sedang terjadi sesuatu. Dia juga bawel. Seperti tadi misalnya. Dia bicara dengan panjang lebar. Tapi jujur saja, jika dilihat-lihat dia seperti orang yang mengasyikkan, ramah, dan mau meminta maaf.
Kemudian aku dan Aron mengobrol kecil di dalam kelas supaya tidak terlalu canggung. Mulai dari hobi, makanan kesukaan, kebiasaan sehari-hari saat di rumah, sampai cita-cita saat sudah besar nanti. Entah mengapa aku yang masih tergolong anak kecil ini merasa deg-degan jika Aron berada di dekatku. Aku pun merasakan sesuatu yang berbeda jika bersamanya. Tapi lupakan saja hal itu. Mungkin hanya karena baru Aron saja laki-laki yang terlihat ramah dan mau berbincang-bincang denganku.
-----
Teeetttt!!!! Teeeettttt!!!! Teeettttttt!!!!
Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi. Hal yang paling ditunggu oleh banyak siswa jika sudah merasa lelah dan mengantuk di sekolah. Hari ini aku pulang pukul 11.35 dan kebetulan dijemput oleh Mama Caca. Yups, dia adalah mamaku. Mamaku adalah seorang perawat di salah satu Rumah Sakit di dekat rumahku. Nanti mamaku masuk kerja pukul 14.00 dan mungkin aku akan ikut karena Ayah Lukas (ayahku) dan Givsha (adikku) akan pergi ke tempat kakek dan nenek di Wonosari. Sedangkan di rumahku tidak menggunakan pembantu.
“Mama! Adara di sini!” seruku kepada mama yang keberadaannya tidak jauh dariku. Aku tidak bisa berlari seperti biasanya saat dijemput mama, karena kakiku rasanya perih dan membuatku agak pincang.
“Ehhh…. Kaki kamu kenapa, Dara?” tanya mama kepadaku saat melihat lututku yang diperban.
“Nggak apa-apa kok, Ma. Cuma tadi nggak sengaja ada teman yang nabrak waktu mau upacara,” jawabku kepada mama.
“Masih terasa sakit banget enggak sekarang?” tanya mama lagi.
“Udah mendingan kok,” jawabku singkat.
“Ya udah, kalau gitu mau langsung pulang atau jajan dulu?” tanya mama, karena memang biasanya sepulang sekolah aku suka jajan.
“Pulang aja deh, Ma. Aku mau tiduran bentar di rumah. Ma, nanti aku ikut mama kerja ya? Aku nanti bawa buku cerita buat baca-baca di sana,” pintaku kepada mama.
“Oh iya nanti kan Ayah pergi ya? Ya nggak apa-apa nanti kamu ikut Mama aja,” jawab mama kepadaku.
Aku dan mama pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku menuju kamar mandi untuk mencuci tangan. Kemudian ke kamar tidur untuk mengganti pakaian dan menonton televisi sebentar, lalu tidur siang.
-----
Aku terbangun saat pukul 12.53. Samar-samar ku dengar ada suara orang mandi. Yups, itu mama. Sembari menunggu mama selesai mandi, aku menyiapkan buku diaryku, alat tulis, buku cerita, dan makanan ringan yang ingin ku bawa nanti. Oh iya, aku memang suka menulis diary. Meski hampir semua kegiatanku setiap hari sama saja, namun berusaha ku cari mana yang menurutku lebih istimewa.
“Adara, kamu mandi dulu ya. Mama mau ganti seragam dulu. Nanti kalau udah selesai siap-siapnya kita berangkat,” kata mama kepadaku. “Oke, Ma,” jawabku.
-----
Akhirnya, aku dan mama berangkat menuju Rumah Sakit, tempat kerja mama. Sesampainya di sana, aku duduk di kursi dekat taman sambil membaca-baca buku cerita yang aku bawa tadi. Tidak lupa aku membawa majalah Bobo kesukaanku. Aku suka majalah Bobo karena di dalamnya banyak juga ilmu pengetahuan yang belum tentu diajarkan oleh Bu Guru di sekolah. Ada juga cerpen, dongeng, teka-teki silang untuk anak SD, dan masih banyak lagi.
Ngomong-ngomong di sini aku sendiri. Jika aku ikut mamaku kerja bukan berarti aku akan bertemu banyak temanku. Kecuali jika temanku mengunjungi keluarga atau saudaranya yang sedang sakit dan kebetulan aku dan temanku ini bertemu.
Aku suka ketika berada di taman dengan hawa yang segar dan melihat tanaman yang hijau. Apalagi saat dihiasi oleh langit sore yang berwarna orange. Ditambah lagi hembusan angin sore yang menambah kesejukan. Sungguh indah dan aku sangat menyukainya.
-----
Jam menunjukkan pukul 19.05. Karena sudah malam dan suasana taman sudah sepi maka aku masuk ke ruang kerja mama sejak pukul 18.09 tadi.
Sebenarnya, aku merasa bosan juga jika begini. Tidak ada teman mengobrol ataupun bermain. Bahkan aku dan mama hanya sekali-duakali saja jika mengobrol karena mama sibuk mengurusi pasiennya.
Aku memilih untuk duduk di kursi depan ruang bangsal yang menghadap ke arah taman. Daripada aku hanya duduk sambil melamun jadi aku memilih untuk membaca buku cerita yang ku bawa tadi. Bukan majalah Bobo lagi. Melainkan buku dongeng tentang kisah Malin Kundang. Benar. Aku sangat menyukai cerita ini. Padahal sudah ku baca berulang kali.
“Hai, Adara,” tiba-tiba ada Aron di dekatku dan entah sejak kapan dia berada di sini.
“Hai, Aron. Kamu ngapain kok di sini?” tanyaku penasaran.
“Aku mau nengokin Kakek aku.”
“Lah, kamu ke sini sendiri?”
“Enggak, aku sama ayah. Tadikan barusan ayahku lewat di depan kamu. Aku kira kamu udah tahu kalau itu ayah aku.”
“Hehehe, aku belum tahu.”
“Ehh iya, kamu boleh main ke taman enggak?”
“Boleh-boleh aja sih. Kamu mau? Ya udah ayooo…” jawabku kepada Aron dengan semangat.
Setelah saling menyapa, aku dan Aron menuju taman. Malam ini taman rumah sakit tampak lebih terang dan lumayan ramai dari biasanya karena dua hari yang lalu baru selesai direnovasi. Banyak orang yang duduk santai di taman ini sehingga tidak terlalu sepi.
Di taman ini ada 6 pasang ayunan. Aku dan Aron menduduki salah satunya. Di situ, kami berdua memainkan ayunan pelan-pelan sambil melihat bulan dan bintang yang terlihat terang di langit. Sungguh malam yang sangat indah untuk dikenang.
“Adara, coba deh lihat bulan sama bintangnya. Bagus banget ya?” tanya Aron untuk membuka topik pembicaraan.
“Iya ya, bulannya cuma setengah tapi bikin langitnya terang,” jawabku sambil tersenyum dan melihat ke arah langit.
“Aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu?”
“Kamu mau apa emang?”
“Mau nggak kamu jadi sahabatku?”
“Emm…. Oke deh aku mau.”
“Kita buat janji di bawah bulan sama bintang yuk. Aku janji nggak bakalan ninggalin kamu sampai kita besar nanti. Dan semoga kita terus bersama,” kata Aron kepadaku sambil mengacungkan jari kelingkingnya di depanku. Sebenarnya aku sangat terkejut mendengar permintaan Aron. Namun karena aku yakin Aron adalah orang yang setia kawan maka aku akan mengabulkan permintaannya.
“Oke, aku juga janji nggak akan ninggalin kamu dan semoga kita bisa terus bersama,” kataku kepada Aron sambil menempelkan jari kelingkingku ke jari kelingking milik Aron, sehingga membentuk seperti simbol sebuah janji.
Sejak hari Senin, 20 Oktober 2014, aku dan Aron bersahabat. Bukan hal biasa bagiku ketika mendapat sahabat laki-laki apalagi seperti Aron. Dia seperti ingin selalu melindungiku. Berbeda dengan teman-temanku yang lain. Aron tampak lebih lembut sikapnya saat bersamaku.
Aku membicarakan hal random lainnya setelah Aron memintaku menjadi sahabatnya. Sampai Aron bertanya bagaimana keadaan lututku. Namun ku jawab baik-baik saja, karena memang sudah mendingan.
Sayangnya, jam sudah menunjukkan pukul 21.03 dan aku harus pulang bersama mamaku. Rasanya aku masih ingin di taman bersama Aron. Namun tidak bisa.
“Aron, aku pulang dulu ya, udah dipanggil sama mamaku nih,” pamitku kepada Aron.
“Oh iya, hati-hati ya, selamat tidur,” jawab Aron kepadaku.
“Makasih, Aron. Kamu juga.”
Aku tersenyum manis pada Aron. Lalu aku pergi dari taman dan meninggalkan Aron sendirian di sana. Aron memperhatikanku sampai aku masuk ke ruangan mama dan beranjak pergi dari Rumah Sakit ini.
----
Sampai di rumah, aku menulis diary. Seperti yang diajarkan oleh mamaku dulu. “Ketika ada suatu moment yang menurut kita berharga di hari itu, maka tulislah. Jika tidak ada, coba ingat-ingat lagi. Mungkin ada yang kamu lewatkan di pikiranmu,” begitulah kata mama.
Senin, 20 Oktober 2014.
Hari ini aku mendapatkan sahabat baru. Aron namanya. Aku merasa senang sekali bisa bersahabat dengannya. Dia orang yang asik dan suka bercanda. Dia juga peduli kepadaku. Tadi aku tidak sengaja terdorong oleh Aron ketika mau upacara. Namun dia mau meminta maaf dan menolongku. Aku sangat menyukai hari ini. Andai saja jika bulan dan bintang bisa bicara padaku. Kira-kira apa ya yang akan mereka katakan ketika melihat aku dan Aron membuat janji? Tuhan, semoga persahabatanku dengan Aron bisa lama dan tidak putus.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar