El-Syifa Warrahmah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku harus merasakan apa yang dirasakan Istriku

"Perkenalkan aku Fia"

Ya begitulah perkenalan awal Fia. Fia anak tunggal kaya raya yang hidupnya selalu diatur oleh papanya. Mama Fia pergi meninggalkan Fia dan tak pernah kembali lagi. Fia juga terkenal di sekolah dengan julukan si paling aktif dan ceria. Bahkan dia juga menjadi tempat untuk berbagi cerita bagi teman-teman yang lain.

Suatu ketika Fia berangkat sekolah dengan di antar oleh papanya.

"Fia, belajarlah dan jangan pulang dengan nilai dibawah 9!" Ujar Papa Fia.

"Sesuai keinginanmu Pa." Jawab Fia dengan senyum.

Oh Fia, begitu baik dirimu hingga semua masalahmu tidak pernah kau perlihatkan.

Fia masuk ke kelas dengan senyum yang masih terpasang diwajahnya. Semua memandangi Fia dengan ikut senyum.

"Andai aku jadi kamu Fia yang hidupnya selalu bahagia dan tidak pernah menangis sekalipun." Kata Zaskia.

Zaskia teman akrab Fia dari SD, mereka sama-sama anak tunggal. Sayangnya Fia kaya dan Zaskia miskin. Zaskia tidak pernah tersenyum selain dengan Fia. Fia selalu bekerjasama dengan Zaskia dalam pelajaran, mereka berdua selalu jadi juara kelas.

"Zaskia bersyukurlah kamu mempunyai kedua orang tua yang menyayangi kamu, bahkan mereka rela melakukan apapun demi pendidikan kamu. Aku akan selalu ada untukmu dan akan selalu menjadi teman baikmu. Sekolah adalah tempat bermain untukku" ujar Fia.

Fia bermain dengan teman-temannya tanpa pandang bulu. Fia tidak pernah mengeluh, dia selalu jadi panutan di kelasnya. Fia tidak pernah lupa dengan Mamanya walaupun Fia terlihat sudah mengabaikannya. Fia sangat senang berada di sekolah, dia merasa hidupnya adalah sekolah.

Siang pun tiba, terdengarlah suara hentakan kaki yang tidak biasa didengar. Fia seketika berhenti menulis, jantungnya berdetak kencang. Semua melihat kearah jendela kecuali Fia. Dia terlihat tidak baik-baik saja.

"Mengapa jantungku berdetak kencang, ada apa ini" Ujar Fia dalam hati.

"Tok..tok.." pintu kelas diketok.

Fia menjadi panas dingin seperti sedang sakit. Dia kembali mengingat kejadian saat Mamanya pergi meninggalkan dirinya. Sakit yang kembali dirasakan membuat Fia terdiam dan tidak bisa fokus.

Pintu dibuka, datanglah pak guru dengan seorang guru baru.

"Selamat siang, perkenalkan ini guru baru kalian. Bu silahkan perkenalkan dirimu!" Kata pak guru.

"Baik, selamat siang semua. Apa kabar? Sebelumnya, perkenalkan nama ibu Fidya Artajaya bisa dipanggil Bu Dya." Jawab Bu Dya.

"Selamat siang Bu, senang mengenalmu." Semua murid serentak menjawab kecuali Fia.

Tidak seperti biasanya, Fia kali ini benar-benar tidak semangat. Tapi Fia berusaha untuk mengembalikan moodnya. Benar saja Fia kembali ceria dengan sekejap seperti tidak terjadi apa-apa. Dia tangguh, dia berani, dia kuat, dan dia berhati malaikat. Fia aku bangga padamu semua bangga padamu dan ingin seperti dirimu.

"Siapa namamu?" Kata Bu Dya pada Fia dan Zaskia.

"Namaku Zaskia dan ini Fia Bu. Bu kamu sangat cantik." Jawab Zaskia.

Fia tersenyum kearah Bu Dya begitu juga dengan Bu Dya. Mereka berbincang-bincang layaknya orang lama yang kembali bertemu. Bu Dya bertanya pada mereka satu persatu tentang pengalaman mereka. Semua murid menceritakan pengalaman mereka yang begitu menyenangkan.

Sekarang tibalah giliran Fia.

"Hallo, aku Fia! Seperti yang teman-teman ketahui, aku disini sangat bahagia, selalu bahagia. Aku senang bisa berada di sekolah ini. Begitu banyak hal yang dapat aku lakukan, apalagi saat aku bertemu dengan teman-teman. Hari demi hari aku lalui dengan bersyukur tidak pernah aku merasa lelah saat disini." Ujar Fia.

Bu guru berkata"Hallo, Fia! Kamu sangat ceria, ibu dengar kamu juara kelas ya? Beruntung sekali ibumu, pasti mereka bangga padamu Fia".

Fia hanya bisa diam dan tersenyum.

Bel berbunyi, menandakan waktunya pulang. Fia pulang di jemput oleh Papanya. Fia pulang dengan wajah tersenyum seperti saat dia berangkat sekolah. Papa Fia pemilik perusahaan sekaligus pemegang saham terbesar. Selama ini Fia hidup dengan harta bukan dengan kasih sayang, dan hebatnya dia tidak pernah mengeluh. Fia patuh pada perintah Papanya walaupun bertentangan dengan hati nuraninya.

"Fia, berapa nilaimu hari ini?" Kata Papa Fia.

"Pa, hari ini kami tidak belajar karena ada guru baru Pa." Jawab Fia.

Papa Fia diam dan langsung masuk ke kamar tanpa memperdulikan Fia. Fia sudah terbiasa dengan perilaku Papanya. Fia jarang ngobrol dengan Papanya, di rumah mereka tidak pernah makan berdua. Sungguh menyedihkan jika jadi Fia.

Fia masuk ke kamar, Fia memandangi Foto Mamanya dan memeluk Foto itu sampai tertidur.

"Tidak apa-apa Fia, semua akan baik-baik saja" Kata Fia dalam hati demi menyelamatkan mentalnya.

Malam telah berlalu, pagi sudah kembali datang menyinari mata Fia sehingga Fia terbangun dari tidurnya. Tanpa disadari ternyata Fia bangun kesiangan. Fia bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Akan tetapi, Papa Fia telah duluan pergi bekerja. Terpaksa Fia harus berangkat sekolah sendirian. Malangnya pagar sekolah sudah ditutup, Dia menghampiri Satpam dari luar pagar.

"Maaf Pak, bisakah bapak membuka pagar ini? Saya hanya telat beberapa menit saja." Kata Fia dengan mata berkaca-kaca.

"Tidak bisa, ini peraturan sekolah. Terlambat ya terlambat tidak ada toleransi." Ucap Satpam dengan tegas.

Fia sangat sedih pertama kalinya dia menangis di sekolah itu. Dari kejauhan Zaskia melihat ke arah Fia. Dia heran mengapa Fia terlambat tidak seperti biasanya. Zaskia berlari menuju pagar sekolah untuk menghampiri Fia.

"Pak, buka aja pagarnya! Kasihan Fia tidak pernah terlambat selama inikan!" Kata Zaskia dengan wajah merah.

Mereka bertiga berdebat dan membuat keributan. Kepala sekolah melihat kejadian itu, dia hendak berjalan menghampiri. Tapi, Bu Dya menahannya dan bilang biar dia saja yang kesana.

"Ada apa ini? Zaskia masuklah ke kelas!" Kata Bu Dya.

"Buk, maaf anak ini terlambat datang ke sekolah dan temannya memaksa saya untuk membuka pagar sekolah" jawab Satpam itu.

Bu Dya memandangi Fia dengan wajah datar. Fia hanya bisa menundukkan kepala, Fia tidak bisa berkata-kata. Fia dipanggil keruang BK karena kejadian itu, Guru BK menghubungi Papa Fia agar datang ke sekolah. Sayangnya Papa Fia menolak untuk kesana. Bu Dya heran dan penasaran dengan kehidupan Fia. Guru BKpun tidak tau pasti tentang kehidupan Fia, yang mereka tau Dia adalah anak tunggal kaya raya.

Akhirnya Fia disuruh pulang oleh Guru BK itu dan menyuruh Fia untuk membawa Papanya ke sekolah besok, jika tidak Fia belum bisa mengikuti pelajaran. Bu Dya membisikan kepada Fia, dia akan mengantarkan Fia pulang kerumahnya.

Diperjalanan Bu Dya bertanya pada Fia. Bu Dya membuka obrolan dengan langsung bertanya kemana Ibu Fia. Dia juga bertanya tentang kedekatan dia dengan Papanya. Sontak Fia meneteskan air matanya yang membuat Bu Dya menghentikan mobilnya.

"Fia, apa kamu baik-baik saja? Maaf jika saya bertanya dengan lancang padamu" Ujar Bu Dya.

"Bu, apakah ibu tau? Aku belum pernah merasakan kedekatan dengan Papaku, aku juga belum pernah merasakan pelukan Ibuku. Ibuku meninggalkan diriku sejak aku masih berumur 6 tahun. Itulah sebabnya aku suka berada di sekolah karena bagiku kebahagiaan ku ada di sana" Jawab Fia.

Bu Dya meneteskan air matanya. Lalu dia memeluk Fia dengan erat layaknya Ibu dan anak.

"Fia, sekarang rasakan lah pelukan hangat ibumu ini nak" Ujar Bu Dya.

Fia seperti sudah tau dari awal bahwa Bu Dya adalah Ibunya. Tapi Fia tidak pernah bertanya seolah-olah dia tidak tau apa-apa.

"Bu, aku tau itu Ibu. Ibu yang selalu aku doakan, yang selalu aku tangisi setiap malamnya, Ibu yang aku nantikan kehadirannya. Tidak pernah sekalipun aku membencinya, aku sangat mencintaimu Bu. Tapi satu pertanyaanku mengapa Ibu tidak pernah kembali ke rumah dan pergi meninggalkan diriku selama itu?" Kata Fia sambil terus menangis.

Ternyata Bu Dya sengaja pergi dari rumah karena pada saat itu Bu Dya mengidap penyakit kanker stadium 4. Dia beranggapan bahwa hidupnya tidak lama lagi, tapi ternyata dia masih hidup dan ada seseorang yang membiayai pengobatannya sampai ia sembuh. Bu Dya takut jika nanti anak dan suaminya tau dia menderita penyakit, mereka akan terpukul menerima kenyataan itu.

"Saat Ibu mencari orang yang telah membiayai Ibu, Ibu tidak sengaja melihat kamu dan Papamu di sekolah itu. Lalu Ibu bersemangat untuk bisa terus bertahan hidup dan ingin selalu ada di dekatmu. Dan satu-satunya cara yaitu dengan menjadi Guru di sekolah itu. Lalu Ibu mengikuti berbagai macam cara hingga pendidikan yang lebih tinggi agar bisa diterima di sekolah kamu. Jika Ibu pulang Ibu malu dan Ibu beranggapan bahwa kalian sudah melupakan Ibu" ujar Bu Dya dengan air mata yang terus mengalir.

Tak lama kemudian masuklah pesan dari teman Bu Dya yang mengabarkan bahwa dia telah berhasil menemukan siapa orang yang telah membiayai Bu Dya saat ia sakit dulu. Setelah penantian panjang 11 tahun lamanya, akhirnya semua usaha terbayar. Orang itu ingin menemui Bu Dya di sebuah restoran ternama di Kota itu. Dan Bu Dya sangat berterimakasih pada temannya, lalu segera menghampiri orang misterius itu dengan ditemani oleh Fia.

Sampailah mereka di sebuah restoran mewah. Bu Dya dan Fia terkejut mengapa restoran itu kosong dan gelap tidak ada lampu ataupun cahaya. Kemudian ada seseorang bernyanyi dengan piano. Mereka menghampiri suara itu, berjalan perlahan kearah suara dalam keadaan gelap. Saat mereka berjalan hiduplah satu persatu lampu disana, bunga-bunga bertebaran dimana-mana membentuk love, aroma wangi dan karpet merah terbentang menuju seorang pria yang berdiri membelakangi.

"Selamat datang Ibu Peri dan Tuan Putri" kata pria itu dengan senyum tipis.

Ternyata oh ternyata pria misterius tersebut adalah Papa Fia. Mereka kaget dan terharu bagaimana bisa Papa Fia bersikap semanis itu dan bagaimana dia bisa berada disini. Padahal setau Fia selama ini dia adalah sosok pria dingin yang mementingkan diri sendiri.

Tidak disangka ternyata Papa Fia selama ini sengaja membiarkan Fia berusaha sendiri dan terlihat tidak memperdulikan Fia agar Fia menjadi wanita kuat dan tangguh seperti ibunya. Papa Fia tidak ingin Fia menjadi lemah dan terus-menerus berada dalam kesedihannya. Papa Fia mengikuti Ibu Fia dikala ia meninggalkan rumah, sampai dia tau istrinya menderita sakit yang parah. Saat itu tangisan Papa Fia pecah seakan dia tidak berguna untuk istrinya tapi disatu sisi ia juga tidak ingin membebani istrinya. Oleh karena itu, Papa Fia bertekad akan selalu menemani istrinya dari kejauhan dan akan menunggu saat yang tepat untuk merasakan kebahagiaan yang dinantikan selama ini sama seperti yang dirasakan istrinya.

Selesai...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post