Davizhar Rahman

Hai, nama saya Davizhar Rahman, biasa dipanggil Davizh dan kelahiran tahun 2007. Saat ini saya duduk di bangku kelas 9 di SMPN 24 Kota Padang. Menulis adalah su...

Selengkapnya
Navigasi Web

IBU, SANG INSPIRASIKU

Siang itu ibu terlihat lelah, tanpa mengucapkan salam aku langsung masuk ke kamar. Tegesa-gesa aku mengganti pakaian sekolah dengan baju rumah. Hari ini aku sudah berjanji dengan teman-teman untuk bermain layangan di lapangan.

”Davizh, kamu tidak makan siang? Mau kemana kamu saat hari sangat panas ini?” Terdengar suara ibu memanggilku karena melihatku berlari meninggalkan rumah. “Nanti saja Bu, setelah selesai main!” sahutku sambil terus berlari ke arah lapangan.

Aku, Davizh, siswa sekolah menengah pertama di kotaku. Aku sulung dari dua bersaudara. Adikku bernama Reya masih duduk di bangku kelas 5 lima sekolah dasar. Sifatku dan adikku Reya memang jauh berbeda. Reya orangnya sopan, bicaranya lembut dan suka membantu ibu dalam pekerjaan rumah. Aku orangnya cuek dan selalu ketus saat bicara. Aku sama sekali tidak peduli dengan pekerjaan-pekerjaan ibu di rumah. Ayahku jarang sekali berada di rumah karena bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan yang mengharuskannya pergi pagi pulang sore.

Setelah puas bermain, aku langsung pulang ke rumah dalam keadaan sudah menjelang magrib dan kelelahan. Selesai mandi dan melaksanakan kewajiban, aku langsung menuju meja makan. Tanpa menunggu lagi aku makan sendiri. Oleh karena sangat lelah setelah bermain layangan aku berkeinginan untuk tidur. Aku tidak melihat keberadaan ibu di dapur. Padahal dapur adalah tempat paling favorit bagi ibu. Ada saja yang dilakukan ibu di dapur untuk memasak makanan untuk kami. Aku merasa aneh karena tidak bisanya namun terabaikan karena badanku sangat lelah. Seolah tidak mau ambil pusing aku masuk kamar.

Pagi-pagi terdengar suara ketukan di pintu kamarku. Walaupun terasa malas aku tetap membuka pintu, ternyata Reya adikku.

”Kak, lekas mandi, kita pergi sekolah sama-sama, aku tunggu di teras,” ucap Reya yang telah rapi dengan pakaian sekolahnya sambil berlalu dari kamark.

“Mana ibu?” tanyaku dengan heran karena ibu yang selalu membangunkanku setiap pagi.

“Ibu masuk rumah sakit, Ibu terkena tifus,. Tadi malam aku yang mengantarkan ke rumah sakit bersama Ayah, kata dokter Ibu harus dirawat karena sampai kondisi ibu sehat kembali,” jelas Reya.

Dessss……..jantungku seakan berhenti berdetak. Baru kali ini ibu dirawat di rumah sakit. Tak sanggup aku membayangkan keadaan ibu saat ini.

”Kenapa kamu tidak memberitahu Kakak saat ibu mau dibawa ke rumah sakit,” ujarku pada Reya.

”Semalam tidur kakak pulas sekali, ayah melarangku untuk membangunkan kakak, kakak biasanya juga tak mau tahu tentang keadaan ibu,” sahut Reya

”Kata siapa Kakak tidak peduli sama ibu,” sahutku dengan jengkel sambil menuju kamar mandi.

Di kamar mandi rasanya aku ingin menangis karena ingat dengan sakitnya ibu. Aku mencoba menahannya karena aku takut ketahuan oleh Reya.

Pelajaran di sekolah hari ini sangat membosankan dan terasa sangat lama. Aku ingin berlari ke rumah sakit dan melihat keadaan ibu. Akhirnya waktu yang aku tunggu sampai juga, bel tanda pulang telah berbunyi. Berlari menuju gerbang aku langsung naik angkutan umum agar bisa segera sampai di rumah sakit. Tiba dirumah sakit, aku tergesa-gesa menuju ruang tempat ibu dirawat. Melihat ibu tidur tak berdaya membuatku langsung menangis sambil memeluk ibu. Aku curahkan semua penyesalan atas kesalahanku selama ini terhadap ibu. Ibu tampak tersenyum walaupun wajahnya terlihat pucat dan sangat lemah. Dia mengelus lembut kepalaku,”Ibu tidak apa-apa, Nak. Ibu cuma perlu istirahat saja, kamu baik-baik di rumah, jangan lupa kerjakan tugas sekolah. Selama Ibu tidak d irumah jangan pergi main dulu yaa.”

Aku menyanggupi semua yang telah diucapkan ibu sambil tetap memeluk ibu dengan erat.

Telah dua hari ibu sakit. Aku baru merasakan betapa sepinya rumah tanpa suara ibu. Biasanya setiap hari aku selalu mendengar ucapan perintah yang harus aku lakukan. Ibu menyuruhku makan, istirahat, belajar, dan banyak lagi hal lainya. Saat itu aku merasa tertekan namun sekarang aku rindu akan semuanya.

Aku menyadari ternyata ibu adalah inspirasiku, seorang guru yang tidak pernah aku akui keberadaannya. Tanpa ibu, aku seperti orang yang lemah. Kasih ibu sangat tulus. Ibu adalah keluarga yang pertama mendengar suara tangiskku, orang yang selalu ada buatku. Ibu yang memberiku kehidupan hingga sekarang ini karena ibu seseorang yang hebat, seorang guru yang selalu membimbingku disetiap saatnya.

“Ibu, Davizh sangat sayang pada Ibu, semoga Ibu selalu sehat, dan terus menjadi guru yang menginspirasi, maafkan Davizh atas segala kesalahan selama ini,” gumamku sambil menangis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post