Davizhar Rahman

Hai, nama saya Davizhar Rahman, biasa dipanggil Davizh dan kelahiran tahun 2007. Saat ini saya duduk di bangku kelas 9 di SMPN 24 Kota Padang. Menulis adalah su...

Selengkapnya
Navigasi Web
Akhirnya, Matahari Tersenyum Kembali
Sumber gambar : Istock

Akhirnya, Matahari Tersenyum Kembali

Ini kisah hidupku, ini pengalamanku, dan ini impianku. Pagi ini matahari tampak malu-malu memperlihatkan sinarnya, langit tidak secerah biasanya, mungkin karena semalam hujan deras. Setelah selesai sarapan, aku pamit pada ayah dan ibu untuk pergi sekolah. Seperti biasa aku berangkat kesekolah dengan naik angkutan umum karena jarak antara sekolah dan rumahku lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Terlambat, sudah pasti!

Tidak terasa sudah hampir tiga tahun aku belajar di SMP tempat aku sekolah hari ini. Sebenarnya setelah lulus SMP, aku ingin melanjutkan kesalah satu sekolah angkatan. Menjadi seorang tentara adalah cita-cita terbesarku sejak kecil. Penampilan yang gagah dan berani serta disiplin yang tinggi, itulah alasan utamaku bercita-cita menjadi tentara.

“Mungkin mulai bulan depan ayah sudah tidak bekerja di pabrik lagi, Bu. Ayah harus cari usaha lain karena anak-anak sedang butuh banyak biaya untuk melanjutkan sekolahnya,” ungkap ayahku pada ibu setelah menerima surat pemberitahuan dari atasan ayah. Pabrik tempat ayah bekerja mengalami kebangkrutan dan terpaksa melakukan pengurangan karyawan, dan ayah juga termasuk di dalamnya.

Kalimat itu aku dengar langsung dari lisan ayahku tadi malam yang kala itu tengah bediskusi dengan ibu. Saat itu aku sedang berada di kamar mandi, namun terdengar jelas apa yang mereka bicarakan dalam diskusi itu. Umurku yang sudah 15 tahun sudah boleh dikatakan menginjak remaja. Aku sudah bisa mencerna arti dari kalimat ayahku tadi malam. Dalam pikiranku, kalimat tersebut menerangkan bahwa keadaan ekonomi keluargaku tidak dalam baik baik saja.

Aku sadar, bahwa impianku unuk melanjutkan ke sekolah yang aku inginkan tidak akan terwujud, aku harus mengubur impianku untuk menjadi tentara. Semangatku sudah hilang, impianku telah pupus, dan teladanku kini telah sirna. Kini, yang aku pikirkan adalah kemustahilan untuk meraih semua impianku yang sudah ada.

Kutendang kerikil-kerikil kecil yang menghadang jalanku sambil berjalan melewati gang sempit menuju rumahku. Hari ini di sekolah aku merasa bosan, tidak ada semangat untuk belajar. Sesampai dirumah kulihat ibu sedang menyiapkan makan siang. Adikku sudah lebih dulu sampai di rumah. Jelas saja, sekolah adikku memang lebih dekat dari rumah. Sambil mengucapkan salam, aku langsung masuk kamar untuk mengganti seragam sekolah dengan baju rumah, sengaja salat zuhur di mushola sekolah agar tidak tergesa gesa sampai rumah.

“Davizh, Reya! Ayo cepat, kita makan siang sama-sama,” panggil ibu.

“Iya, Bu,” sahutku dan Reya hampir bersamaan.

“Bu, apakah ayah memang tidak akan bekerja di pabrik lagi?” tanyaku setelah selesai makan.

Ibu tertegun sesaat, “Darimana kamu tahu?” jabab Ibu.

“Semalam Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan ayah dengan ibu, terus bagaimana dengan sekolah kami, Bu?”

Aku melihat ada beban di mata ibu mendengar pertanyaanku tadi. Aku merasa bersalah sekali pada ibu. -

Sambil tersenyum lembut ibu menjawab, “Kalian tenang saja, semua pasti ada jalan, ayah dan ibu tidak akan berhenti berusaha agar kalian berdua bisa terus sekolah demi mencapai cita-cita. Ketahuilah, dalam hidup, kadang kita ada di atas, kadang juga berada di bawah. Selama kita berusaha dan berikhtiar semua masalah akan bisa kita atasi bersama. Ibu tidak akan membiarkan kalian mengubur impian hanya karena ayah di PHK. Kita harus bersabar Karena sang ilahi memberikan arti tersembunyi di dalam setiap cobaan yang kita hadapi. Kejar terus impian kalian, karena kebahagian orang tua adalah ketika melihat anak-anaknya meraih apa yang di cita-citakan!” Ibu menjelaskan padaku dengan panjang lebar dan mata berkaca kaca ibu memberi kami semangat.

Untuk sesaat aku terdiam, rasa kagumku pada ibu semakin bertambah. Di tengah himpitan ekonomi yang tidak menentu saat ini ibu masih tegar dan terus memberi kami semangat untuk menggapai impian.

Tidak seharusnya aku kalah sebelum berjuang, aku termotivasi oleh kata-kata ibu yang mengibaratkan dirinya seperti mata air yang memberi kehidupan bagi lingkungan sekitar.Sejak saat itu, tujuan hidupku bertambah satu, yaitu ingin membahagiakan orangtuaku dan menjadi kembanggan bagi keluargaku.

Hari ini, aku bahagia sekali, dengan penuh semangat kulangkahkan kakiku menuju sekolah. Kulihat matahari tersenyum manis padaku seolah berkata “Selamat pagi, Davizh! Kejar dan gapai cita-citamu menjadi tentara.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post