Chintia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Pembaca Prosa dan Kecerdasan Emosional

APRESIASI PROSA

LAPORAN BACAAN 12

Pembaca Prosa dan Kecerdasan Emosional

Dosen Pengampu: Dr. Abdurahman, M.Pd.

chintia(20016010)

PEMBAHASAN

A. Khalayak Pembaca Prosa

Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pem baca, pendengar, pemirsa, audience, decoder, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu unsur dari proses komunikasi. Oleh karena itu, khalayak tidak boleh diabaikan sebab berhasil tidak nya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak (Cangara, 2010: 157).

Khalayak atau publik adalah sejumlah orang yang memiliki minat sama terhadap suatu kegemaran/ persoalan tertentu tanpa harus mempunyai pendapat yang sama, dan menghendaki pemecahan masalah tanpa adanya pengalaman untuk itu.

Khalayak itu kumpulan orang. Kalau khalayak penonton televisi disebut pemirsa. Kumpulan orang yang mendengarkan radio disebut pendengar, kumpulan orang yang menikmati film disebut penonton, dan kumpulan orang yang membaca buku disebut pembaca.

Dulu orang mengelompokkan dua jenis pembaca, yakni Pembaca Model dan Pembaca Pendatang. Meminjam istilah komunikasi, yang sebut pembaca ini sebagai khalayak atau audiences. Khalayak terbelah menjadi beberapa bagian yang unik dan spesifik. Bisa dilihat dari sisi usia (maka dulu ada majalah Bobo buat anak-anak, majalah Hai buat remaja dan majalah Matra buat orang dewasa). Bagi penulis atau wartawan yang mengisi konten majalah yang berbeda-beda usia, tentu akan menyesuaikan dengan kemampuan si penerima pesan, termasuk gaya bahasa yang digunakan.

Meski para penulis atau penyair diberi kebebasan untuk berekespresi sebebas-bebasnya, khususnya penyair yang menulis puisi, rumus "known the audiences" masih tetap dipakai, meski terkesan menggurui.

B. Kecerdasan Budaya/Sastra

Kecerdasan sastra merujuk pada pengukuran atas kemampuan seseorang dalam melihat dan memaknai realitas, dengan bantuan perspektif dan tata nilai yang dipelajari dan diinternalisasi dari pembacaan dan perenungan atas karya sastra yang baik. Jika diperhatikan dengan saksama, ada empat frasa kunci dalam definisi ini, yaitu ‘pengukuran’, ‘melihat dan memaknai realitas’, ‘perspektif dan tata nilai yang dipelajari dan diinternalisasi’, serta ‘pembacaan dan perenungan atas karya sastra yang baik’. Menilai kecerdasan sastra dari seseorang juga tidak dapat dilakukan dengan menghitung berapa banyak judul buku ‘sastra’ yang sudah dibacanya. Kecerdasan sastra, dengan kata lain, memanifestasi dalam sikap, kebiasaan, dan bahkan karakter yang dinamis, terbuka, tidak mudah dan cepat menghakimi orang lain (dan diri sendiri), bisa melihat dimensi-dimensi di luar kedirian dan ‘kebenaran’ yang baku.

Konsep tentang kecerdasan budaya pertama kali diperkenalkan oleh Early dan Soon Ang pada tahun 2003. Pada awalnya konsep tersebut muncul dan berkembang di kalangan bisnis global. Globalisasi yang terjadi telah meningkatkan interaksi antar budaya, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, ketegangan dan konflik budaya (Ang, Dyne, & Tan, 2010). Kecerdasan Budaya merujuk pada kemampuan individu dalam memahami, berpikir dan berperilaku secara efektif dalam situasi-situasi yang bercirikan perbedaan antar budaya (Ang., et.all., 2008). Livermore (2011) mendefinisikan kecerdasan budaya sebagai kemampuan untuk berfungsi secara efektif dalam berbagai konteks budaya yang bervariasi. Menurut Ang, dkk. (2014), kecerdasan budaya ini mirip dengan kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional.

Faktor pertama dalam kecerdasan budaya adalah kemampuan individu dalam hal pengetahuan. Kecerdasan budaya yang berkaitan dengan pengetahuan menunjukkan seberapa luas dan dalam pengetahuan individu tentang budaya dan perbedaan-perbedaan antar budaya.

Faktor kedua dalam kecerdasan budaya adalah kemampuan dalam berstrategi. Kecerdasan berstrategi mencakup kesadaran akan pikiran untuk mengembangkan dan menemukan cara-cara dan aturan-aturan baru bagi interaksi sosialnya.

Faktor motivasional merupakan faktor ketiga dalam kecerdasan budaya. Faktor motivasional merupakan kemampuan individu dalam mengarahkan perhatian, minat dan energinya untuk terlibat, mempelajari dan berfungsi (menjalankan fungsi) secara efektif saat berada dalam situasi perbedaan antar budaya.

Faktor terakhir dalam kecerdasan budaya adalah faktor perilaku. Menurut Ang, dkk. (2008), kecerdasan budaya dalam berperilaku merupakan kemampuan individu dalam menunjukkan perilaku-perilaku verbal dan non-verbal yang sesuai saat ia berinteraksi dengan orang-orang lain dari budaya yang berbeda.

C. Media Pembaca Sastra Milenial

Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada era tahun 1980 hingga 2000. Generasi ini sering dikatakan sebagai Gen-Y, Net Generation, Generation WE, Boomerang Generation, Peter Pan Generation, dsb (Yuswohady, 2016). Generasi milenial sering kali dikatakan sebagai generasi Milenium, sebab merekalah generasi yang hidup dipergantian millennium. Lancaster & Stillman (2002), Generasi Y atau dikenal sebagai generasi milenial atau millennium. Bisa dikatakan generasi milenial adalah mereka yang lahir ditengah pesatnya kemajuan teknologi.

Inovasi yang ada dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi ini sangat memberi perubahan yang besar terhadap kehidupan masyarakat. Dengan adanya perkembangan yang pesat dalam dunia digital saat ini tentunya membantu masyarakat semakin mudah dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan. Selain itu, penggunaan penyebaran berita melalui media online sudah banyak dilakukan oleh sejumlah portal berita.

Apalagi saat ini media online menjadi salah satu tempat untuk menyalurkan sejumlah informasi baik dalam bentuk pesan, video bahkan foto. Proses penyebaran berita melalui media online saat ini terbilang mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu. Cukup dengan bantuan koneksi internet dan sarana pendukung, dengan cepat informasi akan segar menyebar.

Selain itu, di zaman saat ini banyak pula generasi milenial yang terjun langsung dalam dunia media atau sebagai jurnalis. Jika dilihat secara seksama, memang terdapat perbedaan gaya penulisan pada jurnalis media cetak dengan media online. Tidak heran jika saat ini sejumlah lapangan usaha didominasi oleh kalangan milenial. Penulisan pada media online biasanya lebih ringkas dan singkat namun tidak menghilangkan nilai dari suatu berita. Sementara penulisan pada media cetak umumnya lebih kompleks dan baku. Dilihat dari apa yang terjadi saat ini, milenial tentunya akan memilih untuk lebih membaca media online ketimbang media cetak seperti koran, majalah atau tabloid. Banyak pula media online saat ini yang menyajikan portal berita layaknya kanal lifestyle, kuliner, musik, otomotif, olahraga bahkan ekonomi sekalipun dengan tetap dengan sasaran utama yakni generasi Milenial.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sangat keren

08 Dec
Balas



search

New Post