Chintia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kritikus dan peneliti sastra serta pengajar sastra

Kritikus dan peneliti sastra serta pengajar sastra

LAPORAN BACAAN 13 APRESIASI PROSA NAMA : chintia NIM : 20016010 A. PEMBAHASAN 1. Kritikus dan peneliti sastra serta pengajar sastra a) Kritikus sastra Secara garis besar kata kritik (sastra) berasal dari krites (Yunani) yang berarti hakim. Kata krites berasal dari kata krinein (kata kerja) yang berarti menghakimi, membanding atau menimbang. Sedangkan kata kritikus berasal dari kata Latin klasik criticus artinya ahli kritik. Kata criticus mengandung nilai lebih tinggi daripada grammaticus (ahli tata bahasa) karena criticus juga berarti penafsir naskah dan penafsir kata-kata (ahli bahasa). Menurut kritikus sastra Indonesia, Maman S. Mahayana, dalam bukunya Kitab Kritik Sastra (2015, halaman xliii), ada empat tahapan yang dilakukan seorang kritikus dalam menulis kritik sastra. Keempat tahapan itu adalah tahapan deskripsi (menggambarkan), interpretasi (menafsirkan), analisis (menguraikan), dan evaluasi (menilai). Pada tahapan deskripsi, kritikus memperkenalkan karya sastra yang diulasnya secara garis besar, misalnya tentang data publikasi karya itu, posisi pengarang, gambaran tentang bentuk dan isi karya tersebut secara garis besar. Pada tahapan interpretasi, kritikus memberi penafsiran unsur-unsur, bentuk dan isi karya sastra tersebut. Pada tahapan analisis, kritikus melakukan analisis atau penguraian atas unsur-unsur, bentuk dan isi karya sastra yang diulas. Dalam praktiknya, tahapan interpretasi dan analisis bisa saling melengkapi. Kadangkala penafsiran mendahului analisis, kadangkala pula analisis mendahului penafsiran. Tahapan penafsiran dan analisis merupakan bagian penting dalam sebuah tulisan kritik sastra. Pada tahapan evaluasi, kritikus memberi penilaian atas keunggulan dan kelemahan karya sastra yang diulasnya. Penilaian adalah tahapan penting yang harus diberikan seorang kritikus. Tahapan penilaian inilah yang membedakan kritik sastra dari esai sastra. Esai sastra bergerak dalam tiga tahapan, yakni tahapan deskripsi, interpretasi, dan analisis, tanpa tahapan penilaian. Kritik sastra, di samping mengikuti ketiga tahapan itu, harus berujung dan berpuncak pada penilaian. Seorang kritikus tidak perlu memaksakan diri untuk menilai unggul sebuah karya kalau karyanya tidak unggul. Demikianpun sebaliknya, menilai serba kurang atas sebuah karya padahal karya sastra itu ada keunggulannya juga. Menurut kritikus Maman S. Mahayana dalam bukunya yang telah diebutkan di atas, karya-karya agung tanpa penilaian sekalipun akan tetap tampak keagungannya berdasarkan penafsiran dan analisis yang dilakukan sang kritikusnya. Oleh karena itu, ada sebagian kritikus yang beranggapan bahwa penilaian tidak diperlukan lagi dalam praktik kritik sastra, sebab dari kedalaman penafsiran dan analisis kritikus itu saja sudah akan tanpak keunggulan atau kelebihan karya sastra tersebut. Namun demikian, lanjut Mahayana, ada juga sebagian kritikus yang memandang bahwa hakikat kritik sastra tidak lain adalah penilaian. Oleh karena itu, praktik kritik sastra mesti memuat secara eksplisit perkara penilaian. Pandangan itu juga didasarkan pada anggapan bahwa praktik kritik sastra dimulai dan diakhiri dengan penilaian. Jadi, apa gunanya praktik kritik sastra jika tidak ada penilaian. Begitulah kritikus yang berpegang pada anggapan tersebut, menempatkan penilaian sebagai hal penting dalam praktik kritik sastra. b) Peneliti sastra Mengenai penelitian sastra, kita tahu lahirnya banyak karya sastra yang berkembang saat ini akan tetapi masih banyak yang belum memahami perihal karya sastra tersebut sehingga diperlukannya penelitian guna mengetahui dan memahami sastra tersebut. Sesuai dengan pendapat Semi (2012:1) yang mengatakan bahwa Sastra yang telah dilahirkan oleh para sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasan estetik dan kepuasan intelek bagi pembaca. Akan tetapi, seringkali karya sastra itu tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar anggota masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu adanya penelaah dan peneliti sastra. Tugas peneliti sastra tidak terbatas hanya pada menafsirkan makna perlambangan, tetapi lebih dari itu. Ia harus mampu memberikan penilaian terhadap mutu penciptaan, memberikan sumbangan pikiran terhadap pertumbuhan dan perkembangan sastra, dan selanjutnya dapat membantu menyusun teori-teori sastra. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan dunia penciptaan menjadi lebih bermutu, kemampuan baca sastra masyarakat meningkat, dan dunia teori dan ilmu kesastraan meningkat pula (Semi, 2012:1-2). Penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan pemberian makna dengan hati-hati dan kritis secara terus menerus terhadap masalah sastra. Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai objek, pendekatan, dan metode yang jelas. Oleh karena itu penelitian sastra pada dasarnya sama dengan kritik sastra, yang membedakannya adalah jangkauan, kedalaman, dan tujuannya yang jauh ke depan. Bila kritik sastra lebih banyak menggunakan sastra kontemporer sebagai objek, penelitian sastra melakukan telaah tidak saja mengenai sastra kontemporer, tetapi lebih jauh menjangkau bentuk-bentuk sastra lain yang belum pernah dibahas dan dibukukan (Semi, 2012:23). Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara mendalam. Sebelum mengambil kesimpulan, harus terlebih dahulu diuji berkali-kali dengan konsep, teori, atau dengan informasi lain. Dalam hal ini pulalah perbedaan lain dengan kritik sastra. Bahkan dalam hal ini, kritik sastra dapat dianggap hanya sebagian saja dari kegiatan penelitian sastra. Penelitian sastra tidak hanya menyangkut sejarah sastra, verifikasi teori yang ada, menemukan teori-teori baru, melakukan tafsiran, penilaian, penentuan bentuk-bentuk karya sastra, tetapi juga berupaya mengemukakan pandangan, membuat kesimpulan, dan memberi rumusan-rumusan. Kesemuanya itu diarahkan kepada pemerkayaan kategori teori sastra (Semi, 2012:23-24). Selanjutnya, menurut Semi (2012:24-25) untuk menjadikan penelitian sastra sebagai suatu ilmu memang memerlukan suatu kondisi tertentu: objektivitas harus ditingkatkan; sementara subjektivitas harus dikurangi sedapat mungkin. Faktor subjektivitas bisa saja memengaruhi proses penelitian. Faktor subjektivitas itu muncul disebabkan dua hal berikut: 1) Peneliti sebagai manusia yang mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya, serta kedalaman pengetahuan tentang konsepsi sastra sangat berperan dalam memengaruhi pengamatan dan pemberian interpretasi terhadap suatu karya sastra. 2) Karya sastra sebagai salah satu objek penelitian sastra yang utama merupakan objek yang unik, tidak menentu, malahan tidak karuan, bahkan sampai sekarang pun belum mampu memberikan jawaban yang jelas dan mantap tentang pengertian sastra. c) Pengajar Sastra Sastra perlu diajarkan pada peserta didik atau juga masyarakat banyak, hal ini berguna agar sastra semakin dikenali oleh masyarakat luas dan menjadikan karya sastra tetap hidup serta berkembang. Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan (Riberu, 1991:1). Pengajaran sastra berarti adanya penyampaian atau penularan ilmu mengenai suatu ciptaan dari proses kreatifitas dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Ciptaan tersebut bisa berupa puisi, prosa maupun drama. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu (1) membantu ketrampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, serta (4) menunjang pembentukan watak Rahmanto, dalam Dharmojo (2007). Pendapat Rahmanto senada dengan pendapat Djojosuroto yang mengungkapkan bahwa sastra dalam pengajaran dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan ketrampilan dalam berbahasa. Sastra dapat membantu pendidikan secara utuh karena sastra dapat meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, rasa dan karsa, menunjang pembentukan watak, mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, pengetahuan-pengetahuan lain dan teknologi (2006:85).Pengajaran sastra sangat penting dalam perkembangan manusia, bukan hanya penting sebagai sesuatu yang terbaca melainkan juga sebagai sesuatu yang memotivasi seseorang untuk berbuat. Memasukkan materi pengajaran sastra di sekolah menjadi sesuatu yang penting, karena pada dasarnya sastra itu sendiri mampu menjembatani hubungan antara realita dan fiksi. Melalui karya sastra, pembaca belajar dari pengalaman orang lain untuk direfleksikan dalam menghadapi masalah dalam kehidupan. Pengajaran sastra sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak, yang akan dibentuk melalui cerita-cerita dan kisah-kisah tertentu. Dengan kata lain, sastra memiliki pengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, diantaranya, (1) anak-anak terbentuk kepribadiannya secara alamiah karena telah menyaksikan dan menikmati sastra (2) sastra anak akan menjadi penyeimbang emosi dan penanaman rasa tertentu secara wajar, (3) sastra anak akan menanamkan konsep diri, harga diri dan menemukan kemampuan yang realistic, (4) sastra anak akan membekali anak untuk lebih memahami kelebihan dan kekurangan dirinya, pengajaran sastra akan membentuk sifat-sifat kemanusiaan, seperti ingin dihargai, dicintai, keselamatan dan keindahan. Sebuah teks/karya sastra, dapat dijadikan pengajaran dalam kehidupan manusia dengan lingkungannya. Adapun persoalan yang mendasari bahwa sastra dapat dijadikan pengajaran bagi kehidupan manusia adalah sastra selalu bercerita tentang manusia dan kehidupan, sudah tentu berbagai persoalan yang tampak didalamnya, baik, buruk, susah senang dan lain sebagainya. seluruh persoalan tersebut tentunya lahir dari peran dan karakter tokoh, tinggal lagi pembaca yang memetik pesan yang disampaikan melalui teks sastra tersebut. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa pengajaran sastra yang hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat dapat dijadikan sarana pendidikan karakter bagi manusia 2. Interpretasi sastra Interpretasi merupakan proses menyampaikan pesan (makna) yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam karya sastra. Interpretasi sastra juga dikenal dengan istilah hermeneutika sastra. Hermeneutika secara etimologis berasal dari kata kerja bahasa Yunani Kuno yaitu hermeneuein yang berarti menafsirkan atau menginterpretasi, dari kata benda hermenia diterjemahkan penafsiran atau interpretasi (Sumaryono, 1999: 23). Menurut Bauman (dalam Hidayat, 1996) kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani yaitu hermenutikos yang mengandung pengertian upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak jelas, kabur, atau remang-remang. Ucapan dan tulisan yang demikian tentu menimbulkan kebimbangan, kebingungan bahkan keraguan bagi pembaca atau pendengar. Mencermati pengertian hermeneutika berdasarkan asal katanya maka dapatlah dipahami bahwa hermeneutika berkaitan dengan masalah pemahaman. Pemahaman dalam hal ini dimaknai sebagai sebuah proses hasil penafsiran atau interpretasi. Dalam hal itu Palmer (1969:3) menyatakan hermeneutika diartikan sebagai proses mengubah situasi ketidaktahuan menjadi tahu atau mengerti. Pada dasarnya hermeneutika berhubungan dengan bahasa. Karya sastra adalah realita yang dibahasakan. Karya yang merupakan himpunan pengetahuan yang dibahasakan dibungkus dengan satu sistem ideologi tertentu. Oleh karena itu hermeneutika amat diperlukan untuk menafsirkan pesan ideologis yang terdapat dalam karya sastra. Hermeneutika dapat disimpulkan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Pengertian yang lain tentang hermeneutika yaitu metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya. Metode ini mensyaratkan adanya kemampuan interpreter untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa depan. Senada dengan itu Carl Braathen berpendapat bahwa hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di masa sekarang.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kren kak .semangat

08 Dec
Balas



search

New Post