Chintia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Aspek Social dan Nilai Social dalam Prosa

Aspek Social dan Nilai Social dalam Prosa

LAPORAN BACAAN 8 APRESIASI PROSA Nama : Chintia Nim : 20016010 Aspek Social dan Nilai Social dalam Prosa A. Aspek Sosial dalam Prosa Manusia sebagai mahluk hidup pada hakikatnya adalah mahluk sosial. Manusia sendiri hidup bermasyarakat, sehingga sifat sosial itu akan melekat pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia, karya sastra pun berisi kehidupan sebenarnya yaitu ada suatu kisah yang menceritakan kehidupan individu dan bermasyarakat. Karya sastra itu sendiri yaitu suatu teks yang memiliki simbol sebagai media bahasa pada karya tersebut dan merumuskan kenyataan untuk memahami peristiwa atau realita disekitarnya (Hakim, 2017). Peneliti dapat menyimpulkan bahwa, karya sastra itu sangat berhubungan dengan kenyataan, kenyataan sendiri tidak akan terpisah dari yang namanya sosialisasi. Berdasarkan pengamatan peneliti karya sastra juga dapat dianalisis dari segi aspek sosialnya. Perlu diketahui bahwa suatu karya sastra yang berupa teks sangat berkaitan dengan menulis. Menulis yaitu pengimplemantasian dari pengetahuan tata bahasa, kosa kata, dan ejaan, dalam bentuk wacana yang utuh, logis, koheren, dan sistematik (Sobari, 2015). Teks sastra dikatakan sebuah naskah lisan ataupun tulisan dan memiliki ciri seperti keorisinilan, keartistikan, dan keindahan serta mengandung daya imajinatif (Ismayani, 2013). Biasanya novel ini sangat di gemari oleh kalangan masyarakat, di dalamnya terdapat sebuah cerita atau kisah seperti kehidupan pada umumnya dengan memiliki konflik dan sebagainya. Menurut Rahmawati (2013) Karya sastra bisa memengaruhi pembaca dengan memaknai setiap perjuangan para tokoh, ikut bergembira jika kebahagiaan direngkuh oleh sang tokoh, dan turut bersedih apabila tokoh tersebut mengalami musibah. Seperti pada umumnya suatu cerita dalam novelpun terdapat sebuah aspek sosial di dalamnya. Seperti aktivitas manusia yang berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan sastra dan masyarakat dapat dipahami melalui karya yang ditulis oleh seorang pengarang dengan menampilkan latar belakang sosial-budaya yang melatarinya sehingga, mempelajari masyarakat tidak harus terjun ke dalam masyarakat yang bersangkutan tetapi dapat melakukan dengan cara menggali gambaran kehidupan masyarakat melalui suatu karya (Lestari, 2013). Seperti yang dikatakan Fatimah, Mariati, & Maslikatin (2014) aspek sosial berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra, masyarakat dan kehidupannya. Sehingga, peneliti memilih karya sastra novel yang dikaji adalah novel yang berjudul Dua Cinta Negeri Sakura karya Irene Dyah. Novel ini bertemakan kisah cinta dimana membuat kehidupan sosial berubah setelah seorang perempuan yang pergi ke Solo. Meneliti aspek sosialnya dengan pendekatan sosiologi sastra karena dapat meningkatkan pemahaman mengenai antara hubungan sastra dan masyarakatnya itu sendiri. Hubungan sastra dan masyarakat dilihat dari tiga klasifikasinya yaitu pertama pekerjaan maupun pofesi dari pengarang yang memfokuskan masalah tentang status sosial, ideologi pengarang dan lain-lain, kedua isi karya sastra tujuan lalu, hal-hal lain yang terkandung dalam karya sastra dan yang berhubungan dengan masalah sosial, ketiga atau yang terakhir adalah permasalahan pada pembaca dan dampak sosial karya sastra (Wellek, R & Warren, A, 2016). Aspek sosial dibagi menjadi 3 berdasarkan bidangnya (1) budaya yaitu kepercayaan, seni, nilai, simbol, norma, moral, politik dan pandangan hidup dari masyarakat itu sendiri. (2) lingkungan sosial yang dapat diartikan sebagai kesinambungan hidup yang permanen pada suatu tempat sifat yang khas seperti hubungan sosial, kelas sosial, profesi dan sebagainya dan (3) ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, gaya hidup, dan lain-lain. B.Nilai Sosial dalam Prosa Nilai sosial adalah nilai yang mendasari, menuntun dan menjadi tujuan tindakan dan hidup sosial manusia dalam melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidup sosial manusia (Amir, dalam Sukatman, 1992:26). Nilai sosial merupakan norma yang mengatur hubungan manusia dalam hidup berkelompok. Norma sosial itu merupakan kaidah hubungan antar manusia, yang menurut Goeman (dalam Sukatman, 1992:27) merupakan kaidah yang melandasi manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografis, sesama manusia, dan kebudayaan alam sekitar. Karena kaidah itu melandasi kegiatan hidup kelompok manusia, maka dapat dikatakan nilai sosial merupakan petunjuk umum ke arah kehidupan bersama dalam masyarakat (Suparlan, 1983:142). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa nilai sosial merupakan pedoman umum dalam bermasyarakat. Dalam sastra sering terdapat nilai-nilai sosial, yang disebut aspek sosiologis sastra. Termuatnya nilai sosial dalam sastra merupakan akibat logis dari kenyataan bahwa sastra ditulis oleh sastrawan yang hidup di tengah masyarakat dan sangat peka dengan masalah sosial. Sastrawan individu tetapi bisa mewakili masyarakatnya. Untuk melihat nilai sosial yang ada dalam sastra kita bisa melacaknya melalui kristal-kristal nilai yang berupa: tradisi, konvensi dan norma masyarakat yang ada dalam sastra. Seperti dikatakan oleh Wellek dan Warren (1989:109) bahwa sastra sebagai institusi sosial yang memakai medium bahasa, dalam menyampaikan pesan disalurkan dalam bentuk simbolisme yang berupa konvensi dan norma sosial. Biasanya simbolisme itu berkaitan dengan situasi sosial tertentu, politik, ekonomi dan sebagainya. Dalam sastra Indonesia nilai-nilai sosial dapat ditemukan, baik dalam sastra daerah maupun sastra Indonesia modern. Dalam konteks sastra daerah Sulawesi Selatan, Sikki dkk. (1991) menemukan bahwa dalam sastra ditemukan nilai sosial seperti: kegotong-royongan, persatuan, kemanusiaan, kesetiaan dan tanggung jawab. Nilai sosial juga ditemukan oleh Suwondo dkk. (1994) dalam konteks sastra Jawa. Suwondo dkk. menemukan bahwa dalam sastra Jawa terdapat nilai sosial seperti: bakti kepada orang lain, rukun, musyawarah, kegotongroyongan, dan sebagainya. Sedangkan Djamaris dkk. (1993) menemukan bahwa dalam khasanah sastra Sumatra terdapat nilai sosial seperti: kasih sayang, kepatuhan, kesetiaan, kerukunan, keramahan dan lain sebagainya. Dalam khasanah sastra Indonesia modern nilai-nilai sosial dapat ditemukan. Sumardjo (1984) mengungkapkan bahwa dalam sastra Indonesia (khususnya novel) dari periode Balai Pustaka sampai periode tujuh puluhan banyak mengungkap nilai-nilai sosial Indonesia, terutama kelas sosial menengah ke bawah. Masalah sosial yang ada menyangkut masalah ketentraman, keadilan dan kebersamaan hidup, tingkat keluarga dan masyarakat (negara). Penggambaran masalah di atas, dalam cerita berupa konflik sosial, konflik politik. Dari konflik-konflik yang ada dapat dipahami bahwa sumbernya adalah dari adanya benturan antara nilai-nilai sosial yang sudah mapan dengan nilai baru, yang tidak selaras atau berjalan secara berdampingan. Konflik sosial yang ada dalam sastra itu walaupun tidak memberi tahu secara langsung bahwa ada nilai sosial, tetapi secara implikasional mengisyaratkan bahwa ada nilai sosial yang dipegang oleh masyarakat sebagai pedoman hidup, pedoman untuk melakukan dan menilai tindakan hidup sosial. Sukatman (1992) mengungkapkan bahwa dalam folklor Indonesia (khususnya peribahasa) banyak ditemukan nilai-nilai sosial seperti kebaktian antar manusia, kebersatuan hidup, dan adil terhadap orang lain. Dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2007) banyak memuat nilai-nilai sosial seperti, tolong-menolong, kebersatuan hidup, saling menghargai antar sesama, toleransi silaturrahmi, dan lain sebagainya. C.Nilai Sosial dalam Novel Jala karya Titis Basino Nilai-nilai sosial dalam novel Jala karya Titis Basino : 1. Nilai Kasih Sayang Kasih sayang merupakan sebuah perasaan yang tulus hadir dari dalam hati dan mengandung sebuah keinginan untuk memberi, mengasihi, menyayangi dan membahagiakan. Kasih sayang dapat diberikan kepada siapa saja yang dikasihi seperti pasangan, orang tua, saudara, sahabat, dan lain-lain. Kasih sayang akan muncul ketika ada perasaan simpatik dan iba dari dalam hati kepada seseorang yang dikasihi, tetapi kemunculan kasih sayang sangat alamiah dan tidak bisa dibuat-buat atau direkayasa. Sesuai dengan pendapat Zubaedi (2005: 13). Berdasarkan teori Zubaedi diatas nilai kasih sayang terdiri atas cinta dan kasih sayang, pengabdian, tolong-menolong, kekeluargaan, dan kepedulian. a. Cinta dan Kasih Sayang Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Cinta merupakan sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut (Zubaedi, 2005: 17). Nilai sosial cinta dan kasih sayang dalam novel Jala di gambarkan oleh Pam yang rela berkorban demi Mar, Pam rela tidur diluar untuk memberikan kemempatan kepada Mar agar bisa tidur didalam bedengnya untuk memberikan kenyamanan kepada Mar karena pada saat itu mereka belum menikah. Nilai sosial cinta dan kasih sayang dalam novel Jala tercermin dari kutipan berikut. Mula-mula aku canggung juga tinggal bersama Pam dalam satu gubuk. Dia selalu tidur di emperan gubuknya, hanya membiarkan agar aku bisa tidur dengan nyaman kalau malam (Jala, 2002: 74). b. Pengabdian Dalam novel Jala pengabdian ditunjukan oleh seorang istri kepada suaminya yaitu pengabdian Mariati sebagai seorang isrti kepada Pam sebagai suaminya. Pengabdian itu dilakukan dalam bentuk Mariati melayani Pam sebagai suaminya dalam bentuk apapun. Hal ini memang menjadi salah satu di antara kewajiban seorang istri atas suaminya. Hendaknya seorang istri benar-benar menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta suami dan rahasia-rahasianya, begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus urusan-urusan rumah tangga. Nilai pengabdian dalam novel Jala dapat dilihat dari kutipan berikut.Mula-mula aku canggung juga tinggal bersama Pam dalam satu gubuk. Dia selalu tidur di emperan gubuknya, hanya membiarkan agar aku bisa tidur dengan nyaman kalau malam (Jala, 2002: 74). b. Pengabdian Dalam novel Jala pengabdian ditunjukan oleh seorang istri kepada suaminya yaitu pengabdian Mariati sebagai seorang isrti kepada Pam sebagai suaminya. Pengabdian itu dilakukan dalam bentuk Mariati melayani Pam sebagai suaminya dalam bentuk apapun. Hal ini memang menjadi salah satu di antara kewajiban seorang istri atas suaminya. Hendaknya seorang istri benar-benar menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta suami dan rahasia-rahasianya, begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus urusan-urusan rumah tangga. Nilai pengabdian dalam novel Jala dapat dilihat dari kutipan berikut. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku sudah sejauh itu? Selama ini kehidupan bersuami istri dengan keadaaan bagaimana pun tetap baik dan tenang saja. Pam tak pernah mengeluh aku kurang bisa melayani dan aku juga selalu mau meladeninya kapan saja Pam berniat. Soal selama ini tak membuahkan anak, itu di luar kebisaanku. (Jala, 2002: 241) c. Tolong-Menolong Dalam hal ini sikap tolong-menolong dalam novel Jala terlihat ketika Juwita mendapatkan pertolongan dari Pak Suwita yang saat itu ada di sekitar lokasi. Pak Suwita dengan sigap membantu Juwita yang melahirkan. Ini berarti manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk saling tolong- menolong, setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Di bawah pohon besar yang berakar banyak, dia mencuci baju dan merendam badannya di air. Tetapi terasa ingin membuang hajat saja tiba-tiba. Dan begitulah bayi itu keluar dengan mudah sekali, bersama air ketuban dan ari-ari masuk ke dalam air. Dan dengan sigap ditangkap oleh orang yang berdekatan dengan Juwita saat itu, namanya Pak Suwita. Dia menolong Juwita ke rumah sakit terdekat. Dan yang memotong pusar Yogi juga Pak Suwita dengan silet baru yang kebetulan ada di sakunya. (Jala, 2002: 232) d. Kekeluargaan Kekeluargaan yang tercermin dalam novel Jala ditunjukan oleh Pam yang sudah berkomitmen untuk membentuk sebuah ikatan keluarga dengan Mariati dengan sebuah ikatan yang berlandaskan atas kasih sayang dan rasa tanggung jawab. Dalam hal ini Pam dinilai Mariati sebagai seseorang yang bertanggung sebagai suami yang dapat memenuhi tugasnya sebagai suami dan setia terhadap keluarga. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Apalagi yang diperlukan di sebuah perkawinan kalau bukan seorang laki-laki yang setia dan memperhatikan serta mencukupi semua kebutuhan istrinya? Itu sekarang, saat aku masih tak mempunyai cakrawala yang lebih luas (Jala, 2002: 135). Dan aku masih Mar, istri Pam penjala ikan yang setia selama hidupnya dengan tugasnya, maksudku mencari penutup tambahan hidupnya dengan menjala ikan di sungai (Jala, 2002: 198) e. Kepedulian Rasa kepedulian dalam novel Jala adalah ketika Pam berniat menggambil anak angkat dari juwita. Kepedulian terhadap nasib bayi yang dikandung Juwita membuat Pam tergerak untuk mengasuhnya jika bayi itu lahir. kebulatan tekad Pam untuk memelihara anak Juwita. Hal ini didasari oleh perasaan belas kasih terhadap sesama manusia. Kutipan yang menunjukkan kepedulian adalah sebagai berikut. “Tidak, kau tak perlu tanya lagi. Aku memang akan mengambil anaknya kalau dia sempat mengandung lagi. Daripada dibiarkan mati terbunuh tak jelas siapa bapaknya?”. “Oh, kau akan mengambil anak orang yang tak sehat?” “Siapa berani mengatakan kita lebih sehat dari orang seperti Juwita?” “Ya, kita kan orang bersih” “Bersih, kau jangan menganggap orang seperti Juwita itu lebih kotor dari kita. Dia selalu diperiksa. Dan kita-kita ini, kapan diperiksa? Kalau kita ketularan penyakit dari air yang kita pakai mandi di sungai itu, kau omong apa? “Kau ini membela sekali dengan orang semacam Juwita toh, Pam?” “Lalu siapa yang akan membelanya kalau bukan kita, para tetangga dekatnya? Bukankah dia juga mau memberikan sedekah kalau bulan puasa datang (Jala, 2002: 200) 2. Nilai-Nilai Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya sehingga bertanggung jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya (Moeliono, 2000: 996). Berdasarkan analisis Zubaedi nilai sosial tanggung jawab dalam novel Jala terdiri dari rasa menerima dan memiliki, kewajiban dan disiplin. a. Rasa Menerima dan Memiliki Rasa menerima dan memiliki dalam novel Jala yaitu tanggung jawab Mar untuk mengelola keuangan rumah tangga. Uang yang diberikan Pam kepadanya harus dikelolanya dengan baik agar dapat menabung, sehingga suatu saat nanti ia memiliki tabungan yang cukup. Kutipan yang menunjukkan nilai sosial rasa memiliki tercermin dalam kutipan sebagai berikut. Pam rajin menjala, aku akan menyimpan uang yang sedianya untuk lauk-pauk. Kalau satu bulan aku bisa menyimpan seratus ribu rupiah, setahun aku akan mempunyai uang lauk pauk sejuta, itu jumlah yang pantas diperhatikan (Jala, 2002: 87) b. Kewajiban Kewajiban yang tercermin dalam novel Jala yaitu Pam adalah orang yang bertangung jawab. Artinya Pam mampu memenuhi kewajibannya untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga, mampu memberi nafkah (makan, minum, pakaian dan tempat tinggal dari uang dan usaha yang halal), tidak kasar kepada istri, memberikan pendidikan dan pengetahuan, memberikan nafkah batin secukupnya, memberi nasihat serta menegur dan memberi panduan/ petunjuk jika melakukan maksiat atau kesalahan, serta berbicara dengan isteri dengan lemah-lembut. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Aku melihat Pam saja, dia laki-laki yang penuh tanggung jawab, dan memang peruntungannya tak sebaik harapan semua manusia, karena siapa yang menginginkan hidup miskin....Hanya dengan keberanian yang didasari percaya bahwa Tuhan akan mengasihani makhluknya aku akan menjalani hidup tanpa dosa. Biarlah aku ikuti saja kemauan Pam, dan aku akan menulis surat ke rumah tentang pernikahanku yang mendadak, agar orang di kampung tahu keadaan kami berdua kalau kami pulang kampung suatu saat nanti (Jala, 2002: 86). c. Disiplin Nilai sosial disiplin dalam novel Jala tercermin dari Mar yang sangat disiplin dalam mengatur keuangan rumah tangga. Hal ini karena disiplin adalah hal penting dalam cara mengatur keuangan keluarga. Nilai sosial disiplin dapat dilihat dari kutipan berikut. Aku Aku termasuk orang yang hati-hati dalam membelanjakan uang, sehingga Pam sering minta uang seribu untuk membeli aqua saja aku tak mau memberikannya. Karena aku anggap ia sudah mempunyai uang saku sendiri (Jala, 2002: 104). 3. Nilai-nilai Keserasian Hidup Nilai keserasian hidup adalah manusia sebagai makhluk sosial (homo socialis) karena selalu berinteraksi dengan manusia lainnya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bersosial tersebut harus ada norma-norma yang disepakati bersama agar kehidupan berjalan secara serasi, seimbang dan harmonis (Supriadi, 2011: 2). Nilai keserasian hidup menurut Zubaedi dalam penelitian ini terdiri atas nilai keadilan, toleransi, kerja sama, dan demokrasi. a. Nilai Keadilan Nilai sosial keadilan dalam novel Jala tercermin dari adanya keadilan yang sudah merambah ke emansipasi yaitu kesetaraan hak antara hak anrata laki-laki dan perempuan, khususnya untuk mendapatkan pendidikan. Perempuan tidak lagi dibatasi jenjang pendidikannya. Membaiknya taraf pendidikan perempuan maka dengan sendirinya membuat berbagai peluang lain yang membuat berkesempatan bisa mendapat hak yang sama dengan apa yang diperoleh laki-laki. Nilai sosial keadilan dalam novel Jala dapat dilihat dari kutipan berikut. “Mau saja mbak, kalau mau disekolahkan” “Ya, kalau saya mungkin tidak, biar suami saya saja” “Mengapa begitu?” “Ya, sebaiknya dia, dia lebih pandai dari saya” “Ah, sekarang kan zamannya laki-laki dan perempuan harus sama pandainya” (Jala, 2002: 95) b. Nilai Toleransi Nilai sosial toleransi dalam novel Jala tercermin dari penggambaran kehidupan bermasyarakat yang hidup di bedeng plastik di bantaran sungai satu sama lain harus bisa bertoleransi agar kehidupan dapat berjalan dengan baik. Tidak perlu membeda-bedakan ini asalnya dari sana, itu asalnya dari daerah lain, sehingga harus diperlakukan berbeda. Dalam perkampungan bedeng plastik, semua berbaur jadi satu, hidup berdampingan dengan damai. Nilai sosial toleransi dalam novel Jala tercermin dari kutipan berikut. Lama kelamaan hunian tepi sungai seperti satu dusun yang berpenduduk beragam. Ada yang dari Jawa Tengah dan ini yang paling banyak, ada pula dari Jawa Timur, dan ada pula yang dari Sumatra atau daerah lain, tetapi kami bisa saling menegur dengan satu bahasa, bahasa yang bisa dimengerti oleh semua orang di daerah tepian sungai keruh itu, yaitu bahasa perikemanusiaan, bahasa saling memperhatikan, dan juga bahasa kemiskinan (Jala, 2002: 114). c. Nilai Kerja Sama Dalam novel Jala nilai kerja sama dilakukan oleh Pam dan teman-temannya sesama tukang becak untuk berusaha membela orang kecil, dan mereka tidak bertoleransi terhadap tindakan kejahatan yang tidak berperikemanusiaan, misalnya memperkosa dan membunih. Para tukang becak akan bekerja sama melaporkan kepada polisi jika ada kejahatan yang terjadi di sekitar mereka. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Kerukunan para tukang becak benar-benar bisa diandalkan. Kalau ada pencopet yang bersembunyi di antara mereka selalu ditutupi, tidak pernah ada yang tertangkap atau dipukuli karena dosa mencuri kecil, sekadar pengisi perut yang laparr. Kecuali pemerkosa dan pembunuh tak akanbisa minta belas kasihan kepada mereka. Malah mereka melaporkan kepada polisi bahwa ada orang yang mencoba memburukkan lingkungan para tukang becak. Keakraban yang memperkosa nurani ini berlangsung tanpa ada yang mengajari (Jala, 2002: 4) d. Nilai Demokrasi Nilai sosial demokrasi dalam novel Jala menunjukkan pemahaman nilai-nilai demokrasi yang dimiliki oleh Pam dan Mar. Pam mengumpamakan dirinya sebagai pimpinan tertinggi badan legislatif yang memegang tampuk kekuasaan, sedangkan Mar diposisikan sebagai badan eksekutif, yaitu yang menjalankan roda pemerintahan. Hal ini dapat tercermin dari kutipan berikut. “Kau, maumu harus diikuti, kan?” “Ya, harus karena aku pimpinan di rumah tangga ini” “Lalu aku?” “Kau juga tak kalah penting, kau itu badan eksekutif” “Hah, kau bisa saja mengangkat orang lalu menjatuhkannya” “Harus begitu, orang dikritik lalu diangkat atau dipuji, lalu dijatuhkan, eh dimarahi” (Jala, 2002: 148)
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post