Kandela

don't copy my works. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

MAAF MOKA

MAAF MOKA

Moka. Begitulah nama yang kuberikan. Entah kenapa aku menamainya Moka pada kucingku. Lebih tepatnya kucing Mbakyu, kakak perempuanku. Mbakyu menemukannya terlantar di kota. Moka ditemukan kakakku dalam kondisi kedinginan di kardus yang muat kucing kecil itu. Warna kucingnya juga hitam dipercaya pembawa sial. Jujur aku tak terlalu suka dengan keberadaannya. Mbakyu yang membawanya pulang ke rumah dalam keadaan hujan.

“Hana, Moka lucu sekali, kan” kata Mbakyu sambil mengelus kepala Moka.

“Tapi bagaimana kalau Moka itu pembawa sial?” tanyaku

“Zaman sekarang kok percaya begituan,” kata Mbakyu.

“Tapi kalau benar?” selidikku.

“Gapapa, kasihan Moka di luar kedinginan,”kata Mbakyu.

Aku kesal dan kembali ke kamarku, meninggalkan Mbakyu dan Moka yang sedang menonton tv. Mbakyu bekerja untuk memenuhi kehidupanku dan dirinya. Dengan bertambahnya anggota seperti Moka, kucing yang harus diberi makan. Kondisi keuangan di sini tak selamanya juga memadai. Dengan pekerjaan Mbakyu dan aku yang membantu sedikit dengan menulis, yang menghasilkan uang untuk kebutuhan. Moka juga pemalas tak bisa membantu apa-apa. Kerjanya yang kutahu cuma mengotori rumah dan manja ke Mbakyu. Moka terlihat berusaha akrab denganku tapi selalu kuhindari.

Malam Jumat, gerimis datang. Bahkan gerimis berubah menjadi hujan lebat. Aku sedang mengerjakan PR di kamar. Moka yang tiba-tiba masuk dan duduk di atas meja. Risih melihatnya. Aku menaruhnya di lantai. Tapi Moka terus menggodaku dengan menggosokkan bulunya ke kakiku. Tak lama akhirnya kupangku Moka dan menggosok bulunya. Meskipun hitam ternyata bulunya indah dan halus. Matanya juga berwarna biru muda yang cantik.

“Pantas Mbakyu membawamu kemari,” gumamku dalam hati.

Aku kembali fokus ke PRku dan menaruh Moka di atas meja,

Sesekali Moka kuelus. Tiba-tiba Moka terbangun dan bertingkah. Ia merusak bingkai fotoku bersama Mbakyu. Moka terlihat terdiam dan kebingungan. Tak tahu apa yang kuperbuat aku langsung menggendong Moka dan mencari kardus yang muat untuknya. Kutaruh dia di dalamnya. Kuambil juga selimut dan makanan di dalam kardus itu. Kubawa kardus itu keluar sambil membawa payung. Kebetulan Mbakyu yang pulang larut malam ini.

Kucari tempat teduh. Di bawah pohon yang rindang kutaruh Moka bersama kardus yang tadi kubawa. Kutatap Moka yang terlihat kebinggungan.

“Sayonara.”

Aku pulang sambil menunduk, bertanya apa yang telah kuperbuat.Tapi jika aku kembali pun masih ada yang janggal padaku. Seperti menyuruhku tetap diam tak kembali ke tempat tadi.

Mbakyu pulang larut malam. Ia bertanya ke mana Moka. Aku pun mengaku apa yang kuperbuat pada Moka. Mbakyu yang kelelahan sehabis kerja menghela nafas menyerah. Mbakyu tahu aku yang tak terlalu senang dengan kehadiran Moka. Mbakyu sedikit memarahiku. Ia bertanya apa sudah diberi selimut, makanan, dan di mana aku membawanya. Mbakyu tak membawa pulang kembali Moka. Ia bilang akan ada yang mengambilnya. Moka akan mendapat tempat yang lebih layak.

Beberapa bulan berlalu. Muncul rasa rindu pada Moka. Kangen padanya. Rasa menyesalku muncul. Aku sudah pernah mengecek keberadaannya di tempat itu. Tapi sudah tak kutemukan Moka beserta kardusnya. Ia pasti berada pada majikan baru yang lebih baik.

“Maaf Moka. Selama bersama, aku kurang baik padamu,” kataku dalam hati.

Sepulang sekolah setelah mengikuti kegiatan osis, aku pulang sore. Aku segera menyiapkan makanan untuk makan malam bersama Mbakyu. Selesai membuat makanan aku membuat minuman. Aku membuat teh sedu. Sambil menunggu kurebahkan diriku di sofa. Kupejamkan mata sambil mengistirahatkan tubuhku

Kucium bau asap yang kuat. Aku langsung terbangun karena tiba-tiba berada di luar. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Kumpulan asap memenuhi setengah rumahku. Mbakyu yang sedang memadamkan api melihat ke arahku. Panik melihatku. Warga yang berusaha memadamkan api dengan air dan ember. Setelah beberapa lama api yang menyelimuti rumahku akhirnya padam. Warga bilang apinya tak terlalu besar hanya memenuhi dapur. Barang yang ada di dapur hanya beberapa saja yang gosong.

“Beruntung kita masih sempat berkat kucing hitam yang mengeong di rumah saya tadi,” kata salah satu bapak warga kampungku. Kulihat kucing yang sudah familiar di mataku. Kucing hitam bermanik biru, Moka.

“Kucing ini terus mengeong, saya turuti maunya dan mengantar saya ke sini, ada asap mengepul di sini. Saya menggedor pintu, tak ada respon. Akhirnya saya mencoba masuk tapi pintunya dikunci. Kucing ini menunjukkan jalan belakang masuk rumah ini,” imbuhnya.

“Ohhh begitu ya, Pak. Terima kasih banyak. Tadi saya perjalanan pulang kemari dan melihat sudah banyak warga di sini. Terima kasih banyak,” kata Mbakyu sambil menunduk berkali-kali. Aku mengikuti yang dilakukan Mbakyu. Sambil menunduk, air mata mulai keluar dari mataku. Aku juga memberanikan diri mengucapkan terima kasih dan meminta maaf merepotkan warga sekitar.

Setelah keributan tadi, warga kembali ke rumahnya masing-masing. Aku dan Mbakyu juga masuk rumah sambil menggendong Moka. Aku memeluk Moka sambil menangis. Mbakyu yang melihat mulai mengelus Moka.

“Makasih Moka, maaf membiarkanmu di luar sendirian.”

“Maaf Moka waktu itu aku membuangmu,” ucapku sambil terisak.

“Hana jangan ditinggal kalau lagi buat sesuatu di dapur. Apalagi berhubungan dengan api,”ucap Mbakyu tegas dan sedikit marah.

“Iya, Mbakyu, maaf gak akan diulangiii,” jawabku menyesal.

“Jangan buang Moka juga,” canda Mbakyu menghiburku.

“Ini tadi Mbakyu beli mie pangsit, ayo dimakan” sambil mengeluarkan pangsit dan kaleng.

“Ini buat Moka. Ayo dimakan.”

“Kok masih ada makanan kaleng buat Moka?”

“Ga’ tahu insting aja tiba-tiba mau beli, kayak Moka ada di rumah nanti.”

“Serem.”

Cukup banyak yang kulalui hari ini. tapi aku lega Moka kembali. Entah kenapa ia bisa tahu kalau ada yang tidak beres di rumah. Moka kucing pintar, setia walaupun sudah terbuang. Moka kucingku. Kucing terbaikku.

Moka pov bonus

Aku tak mengerti kenapa mereka terlihat begitu senang. Yang jelas aku senang dapat kembali diterima di sini. Aku mencium bau tak enak dari rumah ini. Perasaanku memburuk. Aku memutuskan ke sini dan melihat ada benda abu-abu keluar. Tak enak rasanya aku memanggil manusia lain untuk masuk ke dalam. Aku melihat Hana di tempat yang terpisah dengan benda abu-abu itu. Manusia lain menggendongnya keluar. Untunglah beberapa lama benda abu-abu tadi hilang. Kulihat Hana juga sudah membuka matanya. Mbakyu juga ada di sana. Syukurlah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terus menulis, ya!

01 Jun
Balas



search

New Post